MASIGNASUKAv102
1413081431726134975

10 Do's and Don'ts saat Long Distance Marriage (Part.1)

10 Do's and Don'ts saat Long Distance Marriage (Part.1)
Add Comments
Kamis, 11 Juli 2019


Apa sih yang terbersit di pikiran teman teman saat denger kata LDM atau Long Distance Marriage atau pernikahan jarak jauh?

“Ih, ngeri ah. Nggak mau.”
“Pasti kangen berat. Padahal emang kata Dylan, kangen itu berat.”
“Nggak kebayang sih, Mey. Kayaknya aku nggak bisa deh.”

Exactly what I thought....long time ago. Kayaknya gue juga nggak bisa gitu jauh jauhan sama orang yang gue sayang, yang notabene nya udah bukan lagi pacar ya, tapi suami. S-U-A-M-I

Yang lalu tiba tiba saat kami sudah merencanakan untuk bisa tinggal bersama di Aussie karena suami mendapat beasiswa S2 di sana selama dua tahun, tepat di bulan terakhir kita bersama di Indonesia sebelum keberangkatan suami (yang seterusnya akan gue panggil Pace), gue ternyata hamil! Bilang Alhamdulillah, jangan lupa.

Plan bergeser menjadi gue melahirkan dan menunggu Pace di kampung halaman. Jadilah gue LDM sejak hamil sebulan sampai  gue pulang kampung dari Jakarta menuju ke desa di Kabupaten Semarang saat hamil tujuh bulan. Dan akhirnya gue melahirkan di sana. Gue baru bertemu dengan Pace delapan bulan kemudian, tepatnya saat anak kami berumur sebulan.

Nah,selama delapan bulan itu buanyak drama bermunculan, banyak pertikaian tak berkesudahan, peperangan melawan ego masing masing dan komunikasi yang masih berantakan. Flashback ke belakang, kami menikah enam bulan sejak kami berkenalan. Yes, kami masuk dalam #nopacaranpacaranclub. Kami meyakinkan diri bahwa well, we’re meant to be InsyaAllah hanya dengan berbekal bismillah dan niatan menikah untuk ibadah. Klise memang, but that’s it.

Ketemuan pertama adalah saat kami berkenalan secara tatap muka setelah sebelumnya dikenalkan oleh sahabat gue lewat dunia maya selama dua minggu. Pace terbang dari Bali ke Jakarta saat itu. Pertemuan kedua saat Pace yang sedang tinggal di Bali menghampiri gue ke Jakarta yang kemudian ikutan mudik ke Semarang untuk melamar. Dan  pertemuan ketiga adalah saat kami menikah di Semarang. Dan fase setelah menikah itulah kami baru saling adaptasi dan gontok gontokkan. Hahaha..

Semuanya udah gue ceritain ke sini sih. Sekalian buat kenang kenangan dan nanti buat bacaan Julio kalau udah gede tentang bagaimana struggle kami menuju kata SAH yang berdebam di depan penghulu.


Baca juga : 

Akhirnya saat Julio berusia sebulanan gitu Pace pulang walau hanya seminggu/dua minggu doang. Lalu Desember 2018 pulang lagi sampai Februari 2019 karena libur semester. Lalu Februari sampai sekarang nih belum pulang pulang juga.

Dan selama empat bulan kami nggak bersama ini banyak hal yang sudah kami benahi dengan berkaca di bulan bulan LDM terdahulu atau gue bilang LDM part. 1.

Bahkan, gue dan Pace udah nggak pernah nih marah marahan lagi atau gue ngambek atau pace marah atau sebangsanya. Walau justru sekarang pace juga lebih sibuk dan nggak WA sesering dulu yang buat gue Pace harus absen pagi, siang/sore dan malam udah kayak orang minum obat. Tapi dari situ gue tahu ternyata kuantitas berkomunikasi itu nggak menjamin kualitas komunikasi itu sendiri. Eh, gue mau disclaimer dulu tapi.

Disclaimer :
Tips yang gue mau sampaikan ini berdasarkan pengalaman pribadi sih dan mungkin saja bisa nggak cocok dengan pasangan LDM lainnya, tergantung personality orang orang juga sih ya.

Do’s saat Long Distance Marriage :

1.Percaya dan Yakin

Buat gue, hal yang mendasari kuatnya hati gue walau kadang ya harus dikuat kuatin juga adalah karena gue percaya. Gue percaya Allah akan menjaga Pace; menjaga hatinya, misinya di sana, segala hal yang dia lakukan. Dan kepercayaan itu darimana lagi gue dapatkan kalau bukan dari doa dan sholat gue?

Gue percaya Pace di sana tu misinya belajar yang sungguh sungguh, bekerja keras untuk bisa mendapatkan yang terbaik, semata mata untuk masa depan kami. Gue percaya Pace bisa ngerti mana yang harus dilakukan dan mana yang sungguh unfaedah untuk dilakukan. Dan gue yakin, Allah tuh pasti punya rencana terbaik untuk umat-Nya, tak terkecuali gue.

Contohnya gue yang dulu suka meragukan kemampuan diri sendiri untuk bisa memberikan keturunan, tak diduga tak dinanya Allah ternyata memberikan Julio; anak kami tepat banget di bulan terakhir kami bersama. It means saat itu adalah kesempatan kami terakhir untuk bikin dedek dan ternyata jadi setelah tujuh bulan pernikahan kami.

Jadi, kalau ada yang nanya nih
“Mey, kok bisa kuat banget sih LDM an?”
“Ada Allah, perancang terbaik skenario hidup umat-Nya, genks. Gue tinggal menjalani dengan usaha terbaik yang bisa gue lakuin.”
“Mey, emang nggak takut nanti suamimu di sana malah kegaet bule Aussie yang lagi berjemur di pantai?”
“Gue udah titipin suami gue ke Allah, genks. InsyaAllah selalu aman.”

  Ya gitu, pokoknya yang penting yaqiun!

2. Saling kasih kabar. Ingat, komunikasi adalah koentji!

Setelah meyakinkan diri dan selalu percaya bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini adalah atas ijin Allah, bahwa Allah adalah perancang skenario terbaik para umat-Nya, yang harus dilakukan para pejuang LDM adalah maintain a good communication. Dalam hal ini, saling kasih kabar.

Gue pribadi, karena gue merasa senang saat Pace ngasih kabar semisal,

“Mace, Pace pergi ke kampus dulu ya..”
Atau
“Pace masih di library ya..”

Gue juga sebisa mungkin ( dan harusnya sih wajib) ngasih kabar ( harusnya sih minta ijin bukan ngasih kabar hmmmm) saat gue mau keluar rumah.

“Pace, aku mau ke Alpa ya.”
“Pace, aku mau pergi sama Ibu ke pasar ya..”

Dll.

Atau saling menanyakan kabar kayak lagi apa, lagi dimana, tadi makan apa. Sesimpel itu. Gue ngerasa aman dan nyaman kalau gue tahu sekarang pace lagi ada dimana dan lagi ngapain. Dan gue juga pingin Pace merasa nyaman dengan ngasih tahu keberadaan gue. Kayak tetap ada koneksi walau berjauhan gitu.  Dan memang, wajib hukumnya seorang istri meminta ijin suaminya setiap kali dia melangkah keluar dari rumah. Jadi, selama berbulan bulan kami menjalani LDM, seingat gue belum pernah seharipun kami nggak saling berkabar, walau sedang marahan sekalipun.

Karena apa? Because communication is the key!

3. Memaklumi

Dulu, pace sering jengkel karena gue nggak tau saat pace video call. Gue juga sering ngambek karena gue pinginnya pace ngabarin gue tiga kali; pagi, siang/sore dan malam udah kayak orang minum obat. Padahal di sana pace juga harus bikin penelitian di lab, bikin laporan sesudahnya, masih harus bikin assignment dan belajar buat test. Masih juga harus kerja paruh waktu demi pundi pundi tabungan kami. Nah, di sini pun sama. Gue sering melewatkan video call pace karena pas pace video call gue entah pas mandiin Julio, ngelonin dia, ketiduran atau HP nggak sengaja gue silent.

Seiring berjalannya waktu, kami belajar untuk saling memaklumi. Pace masih sering video call nggak gue jawab. Apakah sekarang dia masih kesel sama gue tiap kali begitu? Nggak.

Pace juga nggak bisa ngasih kabar tiga kali begitu karena memang dia super sibuk di sana. Apakah gue lalu protes dan ngambek? Nggak. Karena berkaca pada yang sudah sudah, kami nggak bisa memaksakan kehendak. Kami harus saling memaklumi dan nggak membesarkan masalah kecil.

“Wah, Mace nggak jawab nih. Mungkin dia lagi tidur sama Julio. Nanti ku coba lagi.”
“Pace kok belum balas balas WA ku sejak pagi nih? Mungkin dia lagi buru buru ke kampus lalu langsung kerja di laboratorium. Biar ku tunggu saja."

 Toh dengan memaklumi gue ngerasa hati gue jauuuuuuuuh lebih ringan dan nyaman. Gue ngerasa kalau bukan gue nih, istrinya yang memaklumi suaminya, lalu siapa lagi?

4. Selalu ingat kebaikan pasangan sebelum memutuskan untuk marah

Buat gue, ini sungguh manjur luarrrr biasa. Tiap kali gue punya niatan ngambek karena sesuatu hal misalnya, lalu gue ingat ingat kebaikan pace. Gue ingat ingat saat jaman dulu kami masih tinggal di kos berdua. Saat itu Pace menunggu keberangkatannya ke Aussie dan mengambil kerja part-time sebagai guru les. Gue super sibuk ngajar di sekolah lanjut ngajar di lembaga les Bahasa Inggris lanjuuuut ngajar les private di rumah murid. Gue ngajar dari jam 7 sampai 8 malam atas ijin suami karena that’s how I lived before we got married. Gue nih maniak kerja banget dulu. Kami hanya punya waktu bersama sejak 8 malam ke atas. Saat itulah kami biasanya mampir ke Superindo untuk belanja atau nonton di XX1 atau makan malam di Plasa Cibubur atau sekedar ngopi hemat di balkon kos sambil ngomongin masa depan.

Sedangkan setiap pagi, pacelah yang masak bekal sarapan gue. And we never have a chance to have breakfast together. Or I prepared the breakfast for us? Oh, forget it. Pace yang selalu siapkan sebotol smoothie dan sarapan yang sudah di-packing di tempat makan jadi ku tinggal tenteng saja dan berangkat. Dan banyak lagi kebaikan kebaikan pace yang kalau gue ingat ingat bikin sedih dan terharu. Ditambah lagi segala drama dengan gue sebagai tersangka utama. Setiap kali gue ngomongin ini ke Pace, gue selalu mewek karena sedih banget dan merasa bersalah karena belum bisa menjadi istri yang baik.

Dari situ sekarang nih tiap kali gue mau ngambek gue selalu mawas diri.

“Mey, setelah segala kebaikan yang suamimu lakukan selama ini, lalu Cuma masalah kecil macam ini aja kamu ngambek? Mikiiiiirrrr!”

Terus gue nggak jadi ngambek.

Gue rasa ini juga bisa dipraktekkan untuk teman teman yang nggak LDM juga sih. Coba kalau misal pingin marah, biar nggak terlalu meledak gitu bisa nih pas marah dikiiiiiiit aja sisipin otaknya dengan kebaikan kebaikan pasangan. Who knows it works?

5. Sering mengungkapkan perasaan cinta

Love Language itu ada lima, genks. Ada ucapan, sentuhan, hadiah, quality time dan pelayanan. Love language itu bahasa cinta yang setiap orang biasanya punya 2 sampai 3 bahasa cinta yang dominan dalam dirinya. Dengan bahasa cinta yang sesuai, kita jadi merasa lebih dicintai dan disayang.

Nah, kami berdua nih bahasa cintanya adalah ucapan. Jadi, gue merasa sangat dicintai,  gue merasa sangat bahagia saat Pace mengucapkan kata kata romantis. Pace pun merasa demikian saat gue mengutarakan perasaan cinta. Jadi, ungkapan cinta ini buat gue pribadi sangat penting.

Contohnya begini :


Perhatian kecil, saling kabari dan ungkapan cinta begini udah bisa jadi sangu menghadapi hari hari ke depan. 


Sebagai pelaku LDM, kami nggak bisa mengungkapkan rasa cinta dengan pelayanan, atau sentuhan atau quality time bersama. Kami nggak bisa saling berpelukan dan lainnya. Thus, love words matter a lot!

Saat gue kangen, out of the blue, gue tiba tiba chat

“Pace, I miss you like a looooooot. Want a hug.”

Atau ungkapan kata cinta dari Pace yang agak alay tapi gue suka, hahaha
“Mace, I love you to the outermost galaxy and back.” Udah cem nak SMA jatuh cinta.

Sesering mungkin walau nggak sering sering banget gue dan Pace ngungkapin kalimat cinta biar cinta di dada terus membara gitu. Harus dikasih bensin, yekaaaaan.

6. Quality Video Call

Well, kami nggak bisa punya quality time yang saling merangkul atau berpegangan tangan. Thus, kami butuh video call yang berkualitas; hanya kami berdua. Setelah punya anak ini memang kebanyakan video call Pace ya buat bercanda sama Julio.

“Akak, dadah gimana dadaaah...”
Lalu, Julio dadah dadah sama Ayahnya lewat layar hape.
“Akaak, tepuk tangan dulu Akaaaak..”

Julio lalu tepuk tangan sambil meringis keliatan gigi empatnya. Kayak begitu Pace udah girangnya luar biasa kayak lulus SNMPTN. Tiap hari agenda video call ya memang untuk membahas Julio makan apa hari itu ( pertanyaan wajib dari Pace), Julio udah bisa apa aja, Julio ngapain aja, giginya udah ada berapa, dan semua hal tentang Julio.

Nah, at least seminggu sekali di malam hari kami menyempatkan diri untuk video call berdua. Ya bahasnya juga Julio Cuma Julio udah bobok jadi nggak ada lagi yang minta nyenyen saat video call jadi kami juga bisa bahas tentang kami. Gue curhat, pace curhat, kadang saling ngelawak ketawa ketawa, kadang gue gembeng gembeng lalu pacenya jadi ustadz dadakan yang bikin nyes di hati. Macem macem. Dan buat gue momen ini kayak recharging love. Habis itu biasanya gue makin sayang pingin peluk. Hahaha.

7. Libatkan pasangan di setiap keputusan

“Pace, gimana kalau aku kerja part-time juga ngajar Bahasa Inggris di sini? Takut kalau bahasa Inggrisku jadi kecampur medok gitu kalau nggak pernah dipraktekkin.”
“Pace, bagus nggak kalau rambutku dipotong lagi?”
“Pace, beli mainan ini buat Julio ya?”

Kalau gue lebih ke minta ijin sih. Wajib juga hukumnya untuk istri minta ijin sama suami. Dan nggak semua keinginan di-iyain juga Pace. Banyak yang ditolak juga. Lalu, apa harus marah? Ya enggak ( walau kadang jengkel. Hahaha)

Dari keputusan besar macam pingin kerja/at least ambil kerja sampingan sampai keputusan remeh kayak potong rambut sering gue tanyakan sih ke Pace. Karena, walau dia jauh sekalipun, pacelah kepala keluarganya. Dia pemegang keputusan, walaupun tetap diskusi untuk mufakat juga harus dikedepankan. Kayak yang baru aja kejadian nih. Gue ditawarin jadi content creator sama temen gue. Gue harus posting sesuai jadwal dan ke kantor seminggu sekali. Gue tanya ke Pace. Dan dia lebih pingin gue fokus aja ngurus Julio selagi Pace di sana. Dia juga sebisa mungkin nggak pingin nyusahin Ibu gue buat ngurus Julio saat gue harus ke kantor. Dan menurut gue nggak ada yang bisa gue protes lagi dari pertimbangan itu.

He’s the leader no matter where he is, raiiiiitttt???

8. Sibukkan diri dengan hobi/kegiatan pengembangan diri

Gue nih ngerasa masih kurang banget jadi istri. Gue nggak bisa masak, emosi gue kurang stabil, ego gue besar, dll. Jadilah waktu LDM ini gue pergunakan untuk upgrade diri, especially buat manage mental gue. Gue ikutan banyak kulwap tentang inner child dan bagaimana menghadapinya, tentang rumah tangga, parenting dan segala hal yang sekiranya gue butuhin untuk bisa menjadi istri dan Ibu yang lebih baik.

Gue terbantu banget saat ikut kelas online khusus muslimah dari Bengkel Diri. Teman teman bisa cari infonya di ig @bengkel_diri. Sampai setiap materi/bab yang disampaikan itu gue catat buat nanti gue tuliss di blog dan bisa gue akses kapan saja gue butuhin. Well, di kelas online berbayar itu kita bisa dapat materi tentang materi dasar Islam, tentang kerumahtanggan sampai cara berbisnis ala Ibu Ibu. Kerenlah pokoknya, harus ikut mah itu.

Gue juga terus mengasah potensi diri sebagai blogger karena selain ngajar, menulis juga passion gue. Gue masih terus nulis di blog, ikutan kulwap tentang blogging sampai cara make over instagram biar bisa jadi influencer, dan akhir akhir ini gue juga beberapa kali dapat content placement atau ngiklan di blog dan dibayar. Khan cihuyy ya, sambil berenang minum air.

9. Sabar dan terus bersyukur

Cuma satu kata lima huruf, tapi MasyaAllah susaaaaah sekali diamalkan sampai kadang ngelus dada. Buat teman teman yang udah pernah atau bahkan sedang LDM pasti tahu rasanya merajut sabar. Ada masanya pingin curhat eye to eye tapi nggak bisa, pingin bercanda sama anak sama bapaknya bertiga tapi nggak bisa, pingin sekedar nonton tipi bertiga sambil saling ngelus tapi nggak bisa, sampai pingin bobok bareng juga nggak bisa.

Ada masanya hati galau nggak karuan, ngerasa berat dengan segala kekosongan yang tercipta, lihat anak juga suka sedih. But hey, this is how life works! A thing thats doesn’t kill you makes you even much stronger! Sabar adalah koentjiiii!!

Ingat saja kalau every marriage has their own battle. Kalau masa sekarang kita dihadapkan dengan tantangan menahan rindu yang menggebu karena dilanda LDM, ada pasangan lain yang dihadapkan dengan masalah lain ; bersama tapi komunikasi seret, komunikasi lancar tapi financial sedang diuji, financial lancar jaya tapi cinta mulai memudar, cinta terus bersemi tapi kok sama yang lain, macam macam. Jadi, syukuri saja apa yang ada di depan mata. Punya suami yang bertanggung jawab, alhamdulillah. Punya anak yang lucu, alhamdulillah. Bisa bersama, alhamdulillah. Bisa sarapan bersama walau hanya dengan tempe dan sayur bayam, alhamdulillah. Bisa melakukan apapun dengan sehat pun alhamdulillah. Allah tahu kok mana mana yang terbaik untuk umat-Nya.

10. Saling mendoakan, mendukung dan mencintai

Terakhir, nggak ada yang bisa gue lakukan untuk Pace selain terus mendukung dia, terus mendoakannya dan pasti mencintainya sepenuh hati. Hehe

Gue selalu berdoa semoga kami bisa menjadi keluarga yang sakinnah mawaddah warrahmah, punya masa depan yang cerah, rejeki yang berkah dan anak soleh solehah. Aamiin ya Rabb.

Nggak terasa udah 10 do’s saat LDM ya, genks. Untuk para pejuang LDM, ada tips lain yang bisa ditambahkan mungkin? Atau dukungan moril untuk saya? Hahahaha..

Nanti kalau ternyata ada tips lagi, bakalan gue tambahin lagi di sini. Oh ya, buat don'ts nya menyusul nanti di part 2 ya. Sekarang mau kelon Julio dulu. Udah jam setengah dua malam. Wiwwww...

Last but not least, Apapun itu, tetap semangatttttt ya. InsyaAllah masa depan yang indah dengan rejeki berkah menunggu di depan mata.

Salam semangat dari kami bertiga. 



Meykke Santoso

I'm a passionate teacher, an excited blogger, a newbie traveler and a grateful wife. Nice to see you here! I write for fun. Please, enjoy!

Assalamualaikum wr wb,

Terimakasih sudah mampir ke sini ya... Yuk kita jalin silaturahmi dengan saling meninggalkan jejak di kolom komentar.

Terimakasih .... :)

  1. Waah hebat ya bisa LDM dengan beberapa tips yang berguna banget buat pasangan LDM. Saya dulu jug LDM sekitar 5 bulan pas awal nikah. Abis itu ngalah keluar kerja ikut paksu.

    BalasHapus
  2. Berat tapi doa dan kepercayaan adalah modal utamanya ya mbak

    BalasHapus
  3. kalau aku malah kepingin LDM ka hehehe, tapi suami selalu tolak tawaran kerja di luar negri karena katanya ga bisa jauh dari aku dan anak2

    BalasHapus
  4. Aah kereeen, jadi pengen ldm juga hihihi ... Soale kalo terlalu sering ketemu, love spark-nya kadang memudar ketutup sama rutinitas

    BalasHapus
  5. Nggak semua orang bisa menjalani LDM. Berat meeeen...

    Aku kok jadi mimbik2 sendiri pas baca video callnya Julio sama Pacenya. Duh, gatau deh gimana rasanya. Campur aduk pasti.

    Semoga dimudahkan ya mbak dan bisa kumpul lagi sekeluarga. Aamiin

    BalasHapus
  6. Seru ya klu LDM an ... Tp aq gk berani buat membyangkn kami hidup LDM an. Beraaadddd....mgkin aq tak kuat...hehe..top buar mb Meyke...

    BalasHapus
  7. semangat LDM mbak, aku pun sudah menjalaninya selama 1 tahun. awalnya berat namun ketika kita pasrah, insyaAllah mulai bisa menerimanya dengan baik. Komunikasi, yup ini kuncinya :)

    BalasHapus
  8. Duh, Mbak saya nggak bisa bayangin LDM selama itu pas lagi dalam kondisi hamil, melahirkan bahkan setelah punya baby. Rasanya kok berat aja ya jauh dari suami dalam keadaan seperti itu, tapi yah kalau dijalani pasti bisa meskipun berat.

    Baca tentang LDM ini saya jadi ingat waktu baru2 nikah, cuma dua pekan bersama eh sudah harus LDM selama sebulanan dan itu rasa rindunya luar biasa banget😅 tapi makin ke sini ya beratnya LDM makin berkurang apalagi setelah punya momongan

    Btw 10 tips dari Mbak Meykk ini mantap banget, itu juga yang saya terapkan saat LDM.

    BalasHapus
  9. Masyaa Allah
    Nice artikel mbak
    Salam kenal yaaa^^

    BalasHapus