MASIGNASUKAv102
1413081431726134975

Ramadhan Rasa Rantau Jilid 2

Ramadhan Rasa Rantau Jilid 2
Add Comments
Selasa, 15 Juli 2014
Saat itu gelap gulita. Gue mulai merasa ada yang janggal, tapi tak gue indahkan. Gue mulai memejamkan mata lagi sambil mobat mabit biar lentur. Lalu, hal yang gue tunggu tunggu tak kunjung muncul. Gue meraba raba HP gue dalam kegelapan yang melingkupi gue seutuhnya. Maklum, kamar gue ada di tengah tengah rumah dan walau pun kamar gue sarat ventilasi, cahaya mentari tak kan mampu merembes dari baliknya. Setengah sadar gue hidupkan HP gue. Sekejab mata gue mendelik!!!

“Ini tidak mungkin terjadi. Jangan lagiiii!!!!!” Gue lalu beringsut dari tahta gue. Dengan cekatan gue meraih tombol lampu. Sekali langkah gue langsung menyambit gagang pintu dan keluar kamar.

“Yuliii!!! Gawat Yuliiii!! Ini gawaaat!!”

“Glodyakk!! Pyarrr! Brugg!” Gue dengar barang pecah belah jatuh dari kamar Yuli. Pasti Yuli sudah sadar apa yang terjadi. Gue kembali masuk kamar dan mengedarkan pandangan ke seluruh kamar.


“Stick balado??? Oh tak mungkin. I have no much time left!!” Gue barus sadar kalau gue alpa cemilan. Gue mau nyemil stick galado 1 kilo juga nggak mungkin bisa mengganjal perut gue dengan batas waktu yang sangat sangat sangat mepettt!!

Ah, susu!! Gue segera mengisi teko listrik gue dengan air. Lalu, dengan gesit gue mengupas tiga sosis siap makan.

“Imsaaaaaaaaaaaaak......Imsaaaaaaaaaaaaaakkkkk...”

Air gue belum mateng!! Jelas dong gue pontang panting. Esok harinya gue harus mengajar tiga kelas. Yang jadi masalah, ketiga tiganya adalah kelas anak anak balita! Gue tidak akan membiarkan ini terjadi. Begitu ceklek berkumandang dari cahaya teko listrik yang tak lagi menyala, gue segera menuangkan separo air mendidih yang lalu gue campur dengan air dingin.

“Gleeeeek!!” Gue terselamatkan! Maksut hati bangun jam setengah empat, apa daya saat alarm bunyi, tanpa sadar tangan gue yang nakal ini dengan satu jentikan jari mampu membungkam si alarm! Lalu gue tidur lagi. Hina sekali.

Seklumit kisah serupa itu memang sudah menjadi warna tersendiri dalam hidup gue di bulan Ramadhan ini. Tapi tunggu dulu, tak hanya soal buka dan sahur yang rasa rasanya sangat berbeda.

Gue adalah gadis desa. Di desa gue yang bermesjid satu dan bermushola empat itu sangat kompak dalam menerapkan sholat taraweh ditambah witir sebanyak 23 rakaat. Ceramah pun akan dilakukan di akhir sholat taraweh.  Di desa gue karena hampir satu RT memiliki mushola tersendiri, desa gue akan riuh rendah saat mushola mushola sholawatan secara serempak sehabis sholat taraweh selesai. Bahkan saat gue masih kecil dulu, para remaja laki laki akan menabuh bedug dan alat alat akustik dari barang pecah belah untuk mengiringi sholawat yang menggema di seluruh pelosok desa. Sorenya pun alunan ayat ayat Al-qur’an akan mengudara melewati tiap tiap corong mesjid, syahdu bukan kepalang. Dulu saat gue masih sekolah, gue dan teman teman juga menjadi bagian dari itu. Gue tiap kali baca Al-Qur’an sampai mendelik delik dengan lidah yang tak jarang tergelincir. Lalu mbak Siti, jebolan pesantren yang baca Al-Qur’an nya udah lancar selancar kereta api akan memperbaiki bacaan gue. Lalu, gue akan mengulang lagi dengan kecepatan bus TransJakarta di daerah Sudirman sana. Di desa gue Bulan Ramadhan akan sangat terasa sampai sum sum tulang belakang. Sholawat dan bacaan Al-Qur’an akan terus menggaung, menyelimuti hati para muslim yang mendengarnya.

Ahhh, kepingan kepingan masa lalu selalu tampak di pelupuk mata saat gue taraweh di tanah ini. Kini, di satu mesjid besar itu tak satu pun wajah yang bisa gue sebutkan namanya. Karena memang tak kenal. Di tengah tengah mereka gue merasa asing. Perbedaan juga ditonjolkan dalam jumlah rakaatnya. Di sini, gue hanya sholat taraweh sebanyak 11 rakaat saja sudah termasuk witir. Tak ada sholawatan serupa di desa. Hanya saja, di sini ceramahnya super duper panjang kayak kereta api. Kalau dulu jam 8.30 gue dan jamaah lainnya sudah menggendong mukena pulang, sekarang gue bisa sampai kost di jam 9.30! Kalau dulu penceramah akan memberikan tausiah dalam bahasa Jawa kromo alus, di sini jelas menggunakan bahasa pemersatu bangsa, bahasa Indonesia!! Di tengah tengah keasingan ini gue merasa seperti ada rasa rasa aneh menjalar dan menyusup ke dada sana.

“Waah, I am indeed coming this far!” Seumur umur ini adalah kali pertama taraweh di  mesjid yang walau pun besar tapi satu pun gue nggak kenal.

Hal yang gue dapat dari Ramadhan taun ini adalah gue pikir gue bahkan bisa beribadah dengan lebih khusyuk dan juga dengan lebih sungguh sungguh. Kenapa?? Karena tak seperti tahun tahun lalu dimana gue hidup dengan segala kenyamanan dan ‘keamanan’ yang ada, kini gue hidup dalam suatu keadaan dimana potensi ketidaknyamanan dan ketidakamanan terbuka lebar. Gue hidup sendiri di kota yang katanya orangnya bisa lebih menakutkan daripada sekedar mbak mbak berambut puanjang yang terbang terbang pake baju putih di salah satu daerah di kampung sana. Ditambah lagi saat saat sakit adalah saat saat yang cukup menyiksa karena tembok atau kipas angin atau meja atau kasur nggak mampu mijitin atau sekedar ngompres jidat gue. Pun saat di tempat kerja. Gue telah bertemu dengan jenis jenis orang yang belum pernah gue jumpai sebelumnya. And at that time I thought ‘well, that’s life, indeed!’

Yang gue rasakan saat gue ada di suatu keadaan dengan potensi ketidaknyamanan dan ketidakamanan yang jauh lebih besar adalah meminta perlindungan yang juga lebih kuat. Kepada siapa lagi kita akan meminta pertolongan?? Kepada Alloh... Dengan cara apa?? Mendekatkan diri...Methodnya apa?? Ibadah yang rajin dan tekun.

Gue bersyukur sekali gue ada di antah berantah ini dengan bermacam problema. Karena dengan jalan ini gue merasakan Alloh begitu bekerja buat gue. Gue merasakan betapa pentingnya ibadah dan mendekatkan diri karena diri ini toh sering sekali diliputi kegamangan. Saat gue tahu potensi difitnah, dizalimi, diadu domba dan teman temannya sangat rentan menyerang gue, maka obat yang paling mujarab cuman satu. Minta pertolongan. Dari siapa?? Dari Alloh... Karena Dia yang mampu membolak balikkan hati manusia, karena  Dia yang mampu membolak balikkan nasib manusia.


Ramadhan Rasa Rantau ini sangat gue nikmatin. Kaldunya berasa nendang banget, sayurnya menyegarkan dan setiap tetes kuahnya begitu mengandung pelajaran yang berharga. Dari sini gue belajar pelajaran hidup nomor 32 : “Alloh adalah sebaik baiknya tempat kembali. Alloh adalah sebaik baiknya tempat mencurahkan segala galau, gamang, gundah, dan gulana. Alloh is indeed good!”

source

Meykke Santoso

I'm a passionate teacher, an excited blogger, a newbie traveler and a grateful wife. Nice to see you here! I write for fun. Please, enjoy!

Assalamualaikum wr wb,

Terimakasih sudah mampir ke sini ya... Yuk kita jalin silaturahmi dengan saling meninggalkan jejak di kolom komentar.

Terimakasih .... :)

  1. hwahahah pasti seru banget kalo udah telat bangun sahur tuh..
    kalo cowo sih telat sahur gampang, nenggak air dalem botol aja, kelar. hahahaha *ini pengalaman dari temen gue, untungnya gue belum pernah :D

    semangat di perantauan ! kalo ga merantau, ga bakal tau dunia itu kaya gimana.

    BalasHapus
  2. aku juga pernah kayak gitu mbak di kost, kesiangan bangun sahur. pas banget adzan subuh lagi, jadi enggak sempet ngapa-ngapain lagi. cuma bisa memandang nanar ketring yang bersiul-siul minta di makan.

    BalasHapus
  3. Ya, Mey, Allah-lah tempat terbaik bagi kita kala segala daya seakan tak bermakna di dunia. Allah-lah sumber kekuatan kita kala sendiri dalam perantauan. Hem, be strong, girl!
    Semoga Meyke bisa melatih diri untuk lebih disiplin. BTW, sebaiknya punya termos untuk air panas agar tak repot rebus kala waktu mepet. Dan biasakan tahajud pukul 3 dini hari. :)

    BalasHapus
  4. Bener ka mey, pada akhirnya kita bakal kembal pada-Nya. Mungkin ada hikmahnya ka meyke tahun ini hidup merantau, ya biar lebih deket lagi sama Tuhan. Hehe.. :D
    Semangat anak perantauan! Buat orang tuamu tersenyum saat pulang ke kampung nanti! ('O')9

    BalasHapus
  5. Wahwah Kak Meykke... sama banget, di sini tiap RT punya mushola satu. Cuma di awal Ramadhan semua orang full sampe tumpah ruah sholat di Mushola. tapi yagitu, lama lama jama'ah lebih suka sibuk dgn urusan dunia dan nglupain shalatnya. Pokoknya Ramadhan terasa banget religiusnya. Kadang aku nggak abis pikir, ini agama udah kayak panen buah musiman. Ada bulan-bulan ta'at, ada bulan-bulan buat nakal dan lalai.

    Padahal, seperti yang kakak kutip, semuanya hanya akan kembali pada Allah. :)
    Suka dengan posting ini kak!

    BalasHapus
  6. Eciee Kak Meyke jadi anak rantauan :D
    Emang susah kalo jadi anak rantauan kala ramadhan tiba, tapi yang menarik adalah, dari kesendirian itulah kita bisa mikir dan bertanya pada diri sendiri tanpa pengaruh dari sekitar. Dan, dengan begitu, tentu saja, kita bisa lebih bisa berfikir jernih dan berlapang dada daripada yang sebelum-sebelumnya.

    Telat pas sahur mah biasa buat anak rantauan :D

    BalasHapus
  7. Aku pikir di postingan yang lalu-lalu ketika Kak Meykke membeberkan manfaat-manfaat rantau, beserta embel-embel penyedap rasa lainnya, adalah sudah sepenuhnya menggambarkan bagaimana rasa, bagaimana cara penyajian, bagaimana cara memakan, bahkan bagaimana cara mencuci piringnya.

    Ternyata aku salah, mungkin sebelum mencobanya sendiri, aku gak akan pernah benar-benar tahu. Tapi, ya, merantau tak pernah tak punya hal-hal baru, pengalaman-pengalaman baru, jenis-jenis manusia baru, masalah-masalah yang tak pernah terbayangkan, dan keadaan-keadaan yang membuat kita seolah hanya butiran debu, sangat kecil dibanding hal-hal di luar sana, lalu memberikan pemahaman baru, bahwa di mana pun kita, bersama siapa pun, atau tidak bersama siapa-siapa, kita tetap tak bisa tak bergantung pada sang maha pencipta..

    BalasHapus
  8. Dibuka sama adegan kocak telat sahur. Ya, ya, aku pun pernah ngerasain itu sih Kak. Meskipun bukan puasa ramadhan, tapi telat sahur emang nggak enak banget. Apalagi saat bener-bener telat dan nggak ada makanan pengganjal yang cepat saji-___-

    Kamu bersyukur Kak, dikasih jatah merantau artinya kamu dikasih kesempatan buat lebih mandiri, lebih kuat, lebih mendekatkan diri juga sama Allah. Karena kalau di rumah terus, kamu mungkin masih enak-enakan dan manja-manjaan sama Ibu hehe.

    BalasHapus
  9. hihiw aku juga sering matiin alarm secara tidak sadar, sama kayak Kak Mei :D
    namanya merantau pasti ada enaknya ada enggak enaknya ya, Kak. pasti kangen sama suasana di desa pas tarawih, masakan ibu juga (kalo ini gak cuma pas ramadhan aja kayaknya).

    BalasHapus
  10. aduh lagi2 tersesat baca postingan ramadhan rasa rantau. setelah beberapa waktu lalu gak nyenyak tidur gegara baca yang jilid satu :3

    no komen ah.. mending gue rasain sendiri taun depan kak.. :D
    smoga nanti gak telat sahur, semoga ada cewek yang bangunin, semoga ada mie untuk direbus.. itu doang. gak muluk2 :3

    BalasHapus
  11. wah jadi kangen suasana nabuh beduk dikampung :D

    BalasHapus