MASIGNASUKAv102
1413081431726134975

RASA TANPA KATA

RASA TANPA KATA
Add Comments
Kamis, 26 Juni 2014
Ini adalah cerpen saya yang berhasil merebut juara kedua dalam buku antologi kedua saya, akhir tahun lalu berjudul "Cinta Terpendam" (kamu bisa liat covernya di laman My Antology Books) yang dirilis oleh Mozaik Publisher :) Dan ini hanyalah untaian cerita pendek fiksi, bukan nyata.



“ Tia Kusuma Putri, 1 B!”

“Melisa Cahyaningtyas, 1 E!”

“Septilia Putri, 1 D!”

Siang itu matahari sangat terik. Beramai ramai anak baru SMA Harapan Baru berbaris di muka sekolah. Ya, hari ini pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di sini dengan title yang baru. Anak SMA. Aku juga berada di antara ratusan anak anak mantan SMP ini. Tapi tenang, aku tidak sendiri. Pasalnya, sahabat SMP ku juga bermuara di sekolah yang sama. Iya, setelah berjibaku mendaftar sana dan sini, lalu setiap hari memantau perkembangan nilai UAN di depan sekolah ini, akhirnya kita berdua bisa diterima di SMA yang sama, SMA idaman!

“Wah, Dian dimana ya...” mataku terus menyisir barisan demi barisan. Sudah sedari pagi tadi aku tidak melihat sosoknya. Aku mengedarkan pandanganku, dan sekonyong konyongnya berhenti di satu titik. Tinggi, jangkung dan sedikit legam. Lihat, sekarang dia tersenyum! Lekukan lesung tampak samar samar tercetak di pipinya, dan sederetan gigi rata seakan menyembul di balik bibirnya. Bahkan dari pandangan pertama pun aku bisa menilai bahwa dia adalah orang yang ramah dan hangat. Sesekali dia tertawa dan lagi lagi memperlihatkan sepaket lesung pipi dan deretan giginya yang rapi.

Dan bahkan, ini sudah lebih dari 5 menit dan aku masih terus memperhatikan sosok itu. Dian terlupakan. Dan di hari Senin itu, di satu hari bersejarah bagiku, di hari dimana nasib membawa kita ke jarak satu meter saja, setiap hari, dari pukul 7 pagi, sampai pukul 2 siang hari, selama setahun! Dan di hari itu aku menyadari satu hal. Sesuatu telah datang dari mata turun ke hati.

“Melani Astika, 1 A!”


Itu namaku! Lalu dengan langkah tak ikhlas aku maju ke depan dan bergabung dengan teman temanku yang baru.

“Cahya Satriaputra, 1 A”

Fixed. Kita akan bertemu setiap hari selama setahun ke depan.

Saat pembagian tempat duduk, entah bagaimana ceritanya atau bagaimana aku bisa mengelabui keadaan, aku duduk di bangku terdepan, berjarak hanya satu meter dari guru, karena meja ku pun berdempetan dengan meja guru, di sisi paling kanan kelas, persis di depan jendela yang langsung menghadap ke lapangan upacara. Tapi bukan bagian ini yang penting.

Aku duduk persis di depannya, berjarak bahkan sekitar 1 meter saja.  Dan dari sini cerita ini bermula. Dan bahkan sebelum cerita ini belum dimulai pun aku sudah jatuh hati padanya. Apa apaan ini.

Sebulan, dua bulan, tiga bulan. Setiap hari kita bermain UNO, lalu tertawa terbahak bahak. Ada saja yang kita tertawakan, rasanya selamanya aku ingin menjadi anak SMA kelas satu. Biar saja, toh aku bisa setiap hari tertawa bersamanya.

“dug dug dug!”

“Apaan sih, lagi serius nih...”

“Gaya ah, pake serius segala...emang mudeng?”

“Mudenglah, emangnya kamu nggak mudengan?”

Yang aku tau, ada satu hobinya. Di sela sela pelajaran dia tidak pernah absen menendang nendang kaki kursiku. Lalu meledekku. Atau saat kita mengerjakan tugas bersama, ada saja tingkah polahnya yang membuatku jatuh semakin dalam. Dan hal yang paling mematikan dari jatuh cinta adalah mengharapkan orang yang kita suka merasakan hal yang setara dengan kita.

Aku mulai berharap, dan aku mulai datang ke sekolah lebih pagi. Bayangannya pun mulai tidak pernah absen memutari otakku. Aku mulai lebih bahagia menyadari bahwa dia hanya berjarak satu meter saja dariku.

Bahkan, sekarang kita les bersama. Dan aku lebih lebih bahagia, karena kita bisa bertemu dari pukul 7 pagi hingga pukul 5 sore. Dan bila dihitung, bahagiaku lebih dari berkarung karung. Bersamanya tidak pernah tidak tertawa. Dia mampu memancing tawa teman temannya, dan..... dia mampu memancing hatiku.

Bagiku, dia adalah sosok orang yang sangat baik dan meneduhkan. Kita sering berSMSan sekedar untuk curhat. Sebenarnya bukan kita, tetapi aku. Aku yang curhat kepadanya tentang kehidupanku, dan dia adalah Mario Teguhku. Dia memberiku banyak saran yang membuatku selalu merasa baikan setelah membaca pesan singkatnya. Bagiku, dia memang... semenjak aku lahir sampai usiaku menginjak angka 17 tahun, dia satu satunya laki laki yang rasanya aku sudah mengenalnya bertahun tahun yang lalu, yang begitu mengerti diriku, yang mempunya sense of humor yang setara, yang mempunyai perasaan yang senada. Mungkin....

Dia tinggi, bergigi rapi. Dengan kegigihannya dia berhasil masuk ke dalam anggota PASKIBRAKA. Ya, di SMA ku menjadi anggota petugas upacara tidak boleh setengah setengah. Mereka dipilih dari bibit bibit yang tahan banting dan mau bekerja keras. Bahkan, proses seleksinya pun sangat ketat. Dan dia terpilih. He indeed deserves it.

Setiap kali dia berlatih baris berbaris di lapangan sekolah di siang hari, aku seringkali mencuri pandang dari jendela.

“Sekarang kita berjarak 50 meter, Sat...”

Semakin hari, jarak begitu mempengaruhi degup jantungku. Dan bahkan sekarang hanya melihatnya saja dari kejauhan, rima jantungku melonjak drastis. Dan aku sadar, aku benar benar jatuh hati. Rasanya aku ingin mengatakan ini padanya.

Pernah suatu ketika Ibu guru Bahasa Inggris memberi kita tugas untuk membuat sebuah drama kolosal yang menggunakan bahasa Inggris. Dan serta merta karena kita sudah akrab satu sama lain, jadilah aku, Satria, bersama teman sebangku bernama April, Iqbal, Fidya, Novan, dan Titi berkolaborasi bersama mengusung perjalanan cinta Ken Arok sebagai bahan ceritanya.

Setiap hari kita berlatih peran dengan Fidya dan Novan sebagai peran utama karena toh mereka sudah menautkan hati bahkan sejak awal kita di kelas 1A.

“Nggak gitu kali, Mel...”

“Aduh, mana ekspresinya?”

“Seharusnya ini khan gini Mel...”

“Kamu jalannya tegapan dikit Mel...”

Dan segala tingkah polahku berlatih drama, ada saja yang dia bahas. Setiap kali giliranku berlatih, dia selalu berdiri di depanku, dan mengomentariku. Dan bahkan hari itu, jarak kita hanya 10cm saja. Jelas saja aku tidak bisa mematik konsentrasi. Mengatur degup jantung pun aku kewalahan. Dan sejak saat itu harapanku membumbung tinggi. Setiap hari aku jejali hatiku dengan ‘andai....’

“Andai dia segera menembakku...”

“Andai apa yang dia lakukan adalah signal balasan...”

“Andai....”

Dan andaiku semakin meroket saat kala itu GARASI Band hadir di sekolah sebagai guest star acara Pentas Seni yang diadakan oleh SMAku. Aku dan teman temanku datang sejak sore hari. Aku bersama April yang kala itu sudah menautkan hati pada siswa kelas tetangga menonton bersama. Karena terlalu asyik, kita menonton sampai kelewat malam, dan sialnya teman teman satu mobil denganku saat berangkat dengan kompaknya sudah pulang tanpa mengajakku. Dan di tengah kebingunganku,

“Eh, Sat...baru mau pulang juga?”

“Iya nih, Mel...kamu juga? Khan rumahmu jauh? Pulang sama siapa?”

“ itu masalahnya..aku nggak tau aku mau pulang sama siapa soalnya aku udah ditinggal...”, jawabku nelangsa..

“Kalau April?”

“Yah April khan sama pacar barunya...”

“Owh kalau gitu aku anterin aja yuk...”

“Tapi khan rumahku jauh banget, 20 km lo Sat, dan sekarang udah jam 10 malem...”

“Udah nggak papa...”. Dan dengan bertabur bunga, aku langsung duduk di belakangnya.

“Bahkan kita sekarang berjarak hanya 3 cm saja, Sat...”

Andai jarak ke rumahku tidak hanya 20 km, tetapi 200 km...
----------
 Dan andai ku tetap menjadi andai saja. Sebagai anggota petugas upacara yang berbadan tegap dan berlesung pipi dengan kawanan gigi yang rata, tentu banyak peminatnya. Begitu dia berhasil menjadi anggota PASKI, namanya langsung melejit. Walau pun dia tidak pernah menebar pesona, toh pesonanya sudah tercecer dimana mana.

“Dian, aku bener bener suka, Yan...”

“Ya udah Mel, ngomong aja....khan kamu nggak pernah tau apa perasaannya kalau kamu nggak ngomong??”

“Duh, aku takut efek setelahnya Yan...kamu khan tau udah hampir setahun ini kita akrab banget...bercanda bareng, ketawa bareng. Kayaknya nggak mungkin...”

Hampir setahun aku dan Satria duduk di bangku dengan jarak tidak lebih dari satu meter, melakoni hari demi hari bersama sama, menorehkan kenangan yang bahkan tidak bisa menguap sampai kapanpun.

Dua bulanan sebelum kita naik kelas adalah bulan bulan yang tidak terlupakan. Bukan, bukan karena semakin banyak kenangan yang tertorehkan, bukan pula karena kita semakin akrab, dan bukan juga dia mengirimkan signal balasan.

“Bal, itu kenapa kok rame banget temennya Satria kayak ngeledekin Satria gitu? Apaan sih Bal?”, tanyaku ke Iqbal, teman sebangku Satria.

“Masa nggak tau? Khan Satria naksir sama anak 1 G tuh, sekarang lagi diledekin dia...”

“Sejak kapan emang?”

“Sejak SMP...”

Dan hal yang paling mematikan dari jatuh cinta adalah harapan bahwa orang yang kita cintai akan mempunyai rasa yang senada dengan kita. Dan matinya lagi, kalau ternyata.....tidak.

Dan siang itu, kata kata Iqbal adalah pukulan telak yang harus aku terima. Ah, apa apaan aku ini. Dari pertama pun seharusnya aku sudah tahu diri. Dibandingkan dengan Nisa, sosok yang dikagumi Satria bahkan sejak SMP, aku ini apanya?

Ada satu hal bodoh yang pernah aku lakukan. Siang itu kita selesai les matematika. Setelah percakapan dengan Iqbal, melihat wajah Satria pun hatiku yang dulu bertabur bunga, sekarang rasanya seakan terajam rajam. Tak peduli berapa pun jarak kita, toh hatimu dan hatiku dipisahkan ber mil mil jauhnya.

Tiba tiba jariku sangat sibuk memencet mencet tut HP.

“Sat, ini nomor HP Nisa..good luck!”

Dan tidak ada satu menit kemudian, dia menjawabnya.

“Iya, aku udah punya kok Mel. Emangnya kenapa?”

Dan sampai sekarang aku masih mengingatnya. Satu hal yang membuatku terlihat sangat tolol dan sangat ketara kalau aku menyukainya. Aku juga tahu kalau dia tahu aku menyukainya. Tapi aku juga tahu, kalau dia pura pura tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu.

Dan sejak itu, kita naik kelas dan menduduki kelas yang berbeda. Dan sejak SMS tolol itu, jarakku dan jaraknya tak mungkin bisa lagi dihitung, toh memang sudah tak terhitung. Dia semakin menjauh, bahkan tidak pernah lagi berkirim pesan. Bertemu pun hanya tersenyum seadanya saja. Dan bodohnya, setiap malam aku masih bisa melihat senyum dan tawanya di pelupuk mata.

Ah, waktu begitu cepat berlalu. Sudah 7 tahun lamanya, dan cintaku masih saja terpendam. Kini dia ada ber mil mil jauhnya, menjadi seorang pembela negara. Dan aku pun pergi dari daerah asalku untuk bisa ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan aku tidak tahu apakah nasib akan membawa kita ke suatu titik lagi dimana kita bisa bertemu. Toh rasaku belum pernah terdengar olehnya. Tapi aku yakin, suatu saat aku akan berdiri di depannya, dan melantunkan lagu cintaku yang tertunda dari tujuh tahun yang lalu untuknya, dan apapun efeknya.. kini aku sudah dewasa, dan akan aku tanggung semuanya. Semoga... Dan cinta terpendamku belum usai... Karena masih ada hari esok, bukan?




Meykke Santoso

I'm a passionate teacher, an excited blogger, a newbie traveler and a grateful wife. Nice to see you here! I write for fun. Please, enjoy!

Assalamualaikum wr wb,

Terimakasih sudah mampir ke sini ya... Yuk kita jalin silaturahmi dengan saling meninggalkan jejak di kolom komentar.

Terimakasih .... :)

  1. itu emang beneran nyesek banget.. udah nyimpan di relung hati terdalam, ternyata ya ternyata hanyalah.. aah sudahlah..
    Vina jadi menghayati ini, soalnya pernah mengalami ini dan ternyata jadi temanan ampe sekarang huahahaha :D but not bad, rasa itu hilang seiring waktu berjalan..
    keren gilak cerpennya kak, pantesan menang :D hihihi kkeuren keuren keuren!!

    BalasHapus
  2. eciee cinta terpendam
    ngaku aja nyet kalau ini kisah nyata,bukan fiksi :p

    BalasHapus
  3. Bagus sekali cerita-nya kak, emang tulisan kk selalu bagus dari yang udah aku baca sebelum-nya ;D
    Cinta terpendam emang gitu ya, nyesek nyesek gimana gitu. Apali sampe 7 tahun terpendam, jarang-nya mungkin udah gak lagi bermil-mil, bisa bisa sampe jauh ngelilingin dunia, duh duh

    BalasHapus
  4. Kak,, kenapa gak diungkapin lansung isi hatinya,, gak enak loh dipendam... kan jaraknya hanya 10 cm ,, hehehe...

    BalasHapus
  5. aaaa cerpnnya inspiratif sekali kak.
    dari segi cara penulisan keren banget. terstruktur dengan baik, plotnya runut, narasi dan dialognya seimbang. Mantap kak!

    Dari segi isi cerita juga dalem banget, ngefeknya tuh di sini *tunjuk hati* :")
    it is kinda first love never dies, isn't? haha

    jadi inget lagunya tulus judulnya sepatu. persis kayak dua tokoh ini, "Kita adalah sepapsang sepatu, selalu bersama tak bisa bersatu." :)) diilhami dari kisah nyata ya kak ini sampai dalem banget gini hikss :"

    BalasHapus
  6. tidaaaaakkk..keadaan benar-benar buruk...
    saya tidak bisa membayangkan jika hal tersebut terjadi pada saya...dan pasti sangat pahit...ada sebuah celah yang kita harapkan bisa memasukinnya,,,ternyat ia sudah menutuonya dengan mengisikan orang lain....

    sedikit banyak,,,pasti terilhami kisah nyata,,nggak usah bohong ya mbak...wkwkwkwkwk

    bahasanya sederhana...tapi ngalir banget...
    pembaca seolah "dipaksa" untuk membaca sampai tuntas...

    ada aura baik dalam tulisannya mbak ike ...keren

    BalasHapus
  7. cinta di pendam itu memang bikin nyesek,,,,kalau di baca dari ceritanya kayaknya ini cerita nyata deh bukan fiksi,, :)

    BalasHapus
  8. Kenapa sih pas BW di sini BW di situ, ceritanya tentang cinta terpendam. Bahkan blog sendiri pun tentang cinta terpendam. Ada apa dengan dunia ini Ya Tunaaaannn!!! :3

    Padahal udah baca sampe kelar, tapi ujung-ujungnya cinta terpendam *pukpukin diri sendiri*

    eh, tapi keren kak Meyke udah punya buku gitu, cieee....honornya lumayan tuh, Bagi-bagi dong kak! :p

    BalasHapus
  9. yaelah ternyata eh ternyata satrianya malah suka sama orang lain,sabar aja,mungkin bukan jodohnya..

    BalasHapus