Ini adalah cerpen saya yang berhasil merebut juara kedua dalam buku antologi kedua saya, akhir tahun lalu berjudul "Cinta Terpendam" (kamu bisa liat covernya di laman My Antology Books) yang dirilis oleh Mozaik Publisher :) Dan ini hanyalah untaian cerita pendek fiksi, bukan nyata.
“ Tia Kusuma Putri, 1 B!”
“Melisa Cahyaningtyas, 1 E!”
“Septilia Putri, 1 D!”
Siang itu matahari sangat terik. Beramai ramai anak baru
SMA Harapan Baru berbaris di muka sekolah. Ya, hari ini pertama kalinya aku
menginjakkan kakiku di sini dengan title yang baru. Anak SMA. Aku juga berada
di antara ratusan anak anak mantan SMP ini. Tapi tenang, aku tidak sendiri.
Pasalnya, sahabat SMP ku juga bermuara di sekolah yang sama. Iya, setelah
berjibaku mendaftar sana dan sini, lalu setiap hari memantau perkembangan nilai
UAN di depan sekolah ini, akhirnya kita berdua bisa diterima di SMA yang sama,
SMA idaman!
“Wah, Dian dimana ya...” mataku terus menyisir barisan
demi barisan. Sudah sedari pagi tadi aku tidak melihat sosoknya. Aku mengedarkan
pandanganku, dan sekonyong konyongnya berhenti di satu titik. Tinggi, jangkung
dan sedikit legam. Lihat, sekarang dia tersenyum! Lekukan lesung tampak samar
samar tercetak di pipinya, dan sederetan gigi rata seakan menyembul di balik
bibirnya. Bahkan dari pandangan pertama pun aku bisa menilai bahwa dia adalah
orang yang ramah dan hangat. Sesekali dia tertawa dan lagi lagi memperlihatkan
sepaket lesung pipi dan deretan giginya yang rapi.
Dan bahkan, ini sudah lebih dari 5 menit dan aku masih
terus memperhatikan sosok itu. Dian terlupakan. Dan di hari Senin itu, di satu
hari bersejarah bagiku, di hari dimana nasib membawa kita ke jarak satu meter
saja, setiap hari, dari pukul 7 pagi, sampai pukul 2 siang hari, selama
setahun! Dan di hari itu aku menyadari satu hal. Sesuatu telah datang dari mata
turun ke hati.
“Melani Astika, 1 A!”
Itu namaku! Lalu dengan langkah tak ikhlas aku maju ke
depan dan bergabung dengan teman temanku yang baru.
“Cahya Satriaputra, 1 A”
Fixed. Kita akan bertemu setiap hari selama setahun ke
depan.
Saat pembagian tempat duduk, entah bagaimana ceritanya
atau bagaimana aku bisa mengelabui keadaan, aku duduk di bangku terdepan,
berjarak hanya satu meter dari guru, karena meja ku pun berdempetan dengan meja
guru, di sisi paling kanan kelas, persis di depan jendela yang langsung
menghadap ke lapangan upacara. Tapi bukan bagian ini yang penting.
Aku duduk persis di depannya, berjarak bahkan sekitar 1
meter saja. Dan dari sini cerita ini
bermula. Dan bahkan sebelum cerita ini belum dimulai pun aku sudah jatuh hati
padanya. Apa apaan ini.
Sebulan, dua bulan, tiga bulan. Setiap hari kita bermain
UNO, lalu tertawa terbahak bahak. Ada saja yang kita tertawakan, rasanya
selamanya aku ingin menjadi anak SMA kelas satu. Biar saja, toh aku bisa setiap
hari tertawa bersamanya.
“dug dug dug!”
“Apaan sih, lagi serius nih...”
“Gaya ah, pake serius segala...emang mudeng?”
“Mudenglah, emangnya kamu nggak mudengan?”
Yang aku tau, ada satu hobinya. Di sela sela pelajaran
dia tidak pernah absen menendang nendang kaki kursiku. Lalu meledekku. Atau
saat kita mengerjakan tugas bersama, ada saja tingkah polahnya yang membuatku
jatuh semakin dalam. Dan hal yang paling mematikan dari jatuh cinta adalah
mengharapkan orang yang kita suka merasakan hal yang setara dengan kita.
Aku mulai berharap, dan aku mulai datang ke sekolah lebih
pagi. Bayangannya pun mulai tidak pernah absen memutari otakku. Aku mulai lebih
bahagia menyadari bahwa dia hanya berjarak satu meter saja dariku.
Bahkan, sekarang kita les bersama. Dan aku lebih lebih
bahagia, karena kita bisa bertemu dari pukul 7 pagi hingga pukul 5 sore. Dan
bila dihitung, bahagiaku lebih dari berkarung karung. Bersamanya tidak pernah
tidak tertawa. Dia mampu memancing tawa teman temannya, dan..... dia mampu
memancing hatiku.
Bagiku, dia adalah sosok orang yang sangat baik dan
meneduhkan. Kita sering berSMSan sekedar untuk curhat. Sebenarnya bukan kita,
tetapi aku. Aku yang curhat kepadanya tentang kehidupanku, dan dia adalah Mario
Teguhku. Dia memberiku banyak saran yang membuatku selalu merasa baikan setelah
membaca pesan singkatnya. Bagiku, dia memang... semenjak aku lahir sampai
usiaku menginjak angka 17 tahun, dia satu satunya laki laki yang rasanya aku
sudah mengenalnya bertahun tahun yang lalu, yang begitu mengerti diriku, yang
mempunya sense of humor yang setara, yang mempunyai perasaan yang senada.
Mungkin....
Dia tinggi, bergigi rapi. Dengan kegigihannya dia
berhasil masuk ke dalam anggota PASKIBRAKA. Ya, di SMA ku menjadi anggota
petugas upacara tidak boleh setengah setengah. Mereka dipilih dari bibit bibit
yang tahan banting dan mau bekerja keras. Bahkan, proses seleksinya pun sangat
ketat. Dan dia terpilih. He indeed deserves it.
Setiap kali dia berlatih baris berbaris di lapangan
sekolah di siang hari, aku seringkali mencuri pandang dari jendela.
“Sekarang kita berjarak 50 meter, Sat...”
Semakin hari, jarak begitu mempengaruhi degup jantungku.
Dan bahkan sekarang hanya melihatnya saja dari kejauhan, rima jantungku
melonjak drastis. Dan aku sadar, aku benar benar jatuh hati. Rasanya aku ingin
mengatakan ini padanya.
Pernah suatu ketika Ibu guru Bahasa Inggris memberi kita
tugas untuk membuat sebuah drama kolosal yang menggunakan bahasa Inggris. Dan
serta merta karena kita sudah akrab satu sama lain, jadilah aku, Satria,
bersama teman sebangku bernama April, Iqbal, Fidya, Novan, dan Titi
berkolaborasi bersama mengusung perjalanan cinta Ken Arok sebagai bahan
ceritanya.
Setiap hari kita berlatih peran dengan Fidya dan Novan
sebagai peran utama karena toh mereka sudah menautkan hati bahkan sejak awal
kita di kelas 1A.
“Nggak gitu kali, Mel...”
“Aduh, mana ekspresinya?”
“Seharusnya ini khan gini Mel...”
“Kamu jalannya tegapan dikit Mel...”
Dan segala tingkah polahku berlatih drama, ada saja yang
dia bahas. Setiap kali giliranku berlatih, dia selalu berdiri di depanku, dan
mengomentariku. Dan bahkan hari itu, jarak kita hanya 10cm saja. Jelas saja aku
tidak bisa mematik konsentrasi. Mengatur degup jantung pun aku kewalahan. Dan
sejak saat itu harapanku membumbung tinggi. Setiap hari aku jejali hatiku
dengan ‘andai....’
“Andai dia segera menembakku...”
“Andai apa yang dia lakukan adalah signal balasan...”
“Andai....”
Dan andaiku semakin meroket saat kala itu GARASI Band
hadir di sekolah sebagai guest star acara Pentas Seni yang diadakan oleh SMAku.
Aku dan teman temanku datang sejak sore hari. Aku bersama April yang kala itu
sudah menautkan hati pada siswa kelas tetangga menonton bersama. Karena terlalu
asyik, kita menonton sampai kelewat malam, dan sialnya teman teman satu mobil denganku
saat berangkat dengan kompaknya sudah pulang tanpa mengajakku. Dan di tengah
kebingunganku,
“Eh, Sat...baru mau pulang juga?”
“Iya nih, Mel...kamu juga? Khan rumahmu jauh? Pulang sama
siapa?”
“ itu masalahnya..aku nggak tau aku mau pulang sama siapa
soalnya aku udah ditinggal...”, jawabku nelangsa..
“Kalau April?”
“Yah April khan sama pacar barunya...”
“Owh kalau gitu aku anterin aja yuk...”
“Tapi khan rumahku jauh banget, 20 km lo Sat, dan
sekarang udah jam 10 malem...”
“Udah nggak papa...”. Dan dengan bertabur bunga, aku
langsung duduk di belakangnya.
“Bahkan kita sekarang berjarak hanya 3 cm saja, Sat...”
Andai jarak ke rumahku tidak hanya 20 km, tetapi 200
km...
----------
Dan andai ku tetap
menjadi andai saja. Sebagai anggota petugas upacara yang berbadan tegap dan
berlesung pipi dengan kawanan gigi yang rata, tentu banyak peminatnya. Begitu
dia berhasil menjadi anggota PASKI, namanya langsung melejit. Walau pun dia
tidak pernah menebar pesona, toh pesonanya sudah tercecer dimana mana.
“Dian, aku bener bener suka, Yan...”
“Ya udah Mel, ngomong aja....khan kamu nggak pernah tau
apa perasaannya kalau kamu nggak ngomong??”
“Duh, aku takut efek setelahnya Yan...kamu khan tau udah
hampir setahun ini kita akrab banget...bercanda bareng, ketawa bareng. Kayaknya
nggak mungkin...”
Hampir setahun aku dan Satria duduk di bangku dengan
jarak tidak lebih dari satu meter, melakoni hari demi hari bersama sama, menorehkan
kenangan yang bahkan tidak bisa menguap sampai kapanpun.
Dua bulanan sebelum kita naik kelas adalah bulan bulan
yang tidak terlupakan. Bukan, bukan karena semakin banyak kenangan yang
tertorehkan, bukan pula karena kita semakin akrab, dan bukan juga dia
mengirimkan signal balasan.
“Bal, itu kenapa kok rame banget temennya Satria kayak
ngeledekin Satria gitu? Apaan sih Bal?”, tanyaku ke Iqbal, teman sebangku
Satria.
“Masa nggak tau? Khan Satria naksir sama anak 1 G tuh,
sekarang lagi diledekin dia...”
“Sejak kapan emang?”
“Sejak SMP...”
Dan hal yang paling mematikan dari jatuh cinta adalah
harapan bahwa orang yang kita cintai akan mempunyai rasa yang senada dengan
kita. Dan matinya lagi, kalau ternyata.....tidak.
Dan siang itu, kata kata Iqbal adalah pukulan telak yang
harus aku terima. Ah, apa apaan aku ini. Dari pertama pun seharusnya aku sudah
tahu diri. Dibandingkan dengan Nisa, sosok yang dikagumi Satria bahkan sejak
SMP, aku ini apanya?
Ada satu hal bodoh yang pernah aku lakukan. Siang itu
kita selesai les matematika. Setelah percakapan dengan Iqbal, melihat wajah
Satria pun hatiku yang dulu bertabur bunga, sekarang rasanya seakan terajam
rajam. Tak peduli berapa pun jarak kita, toh hatimu dan hatiku dipisahkan ber
mil mil jauhnya.
Tiba tiba jariku sangat sibuk memencet mencet tut HP.
“Sat, ini nomor HP Nisa..good luck!”
Dan tidak ada satu menit kemudian, dia menjawabnya.
“Iya, aku udah punya kok Mel. Emangnya kenapa?”
Dan sampai sekarang aku masih mengingatnya. Satu hal yang
membuatku terlihat sangat tolol dan sangat ketara kalau aku menyukainya. Aku
juga tahu kalau dia tahu aku menyukainya. Tapi aku juga tahu, kalau dia pura
pura tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu.
Dan sejak itu, kita naik kelas dan menduduki kelas yang
berbeda. Dan sejak SMS tolol itu, jarakku dan jaraknya tak mungkin bisa lagi
dihitung, toh memang sudah tak terhitung. Dia semakin menjauh, bahkan tidak
pernah lagi berkirim pesan. Bertemu pun hanya tersenyum seadanya saja. Dan
bodohnya, setiap malam aku masih bisa melihat senyum dan tawanya di pelupuk
mata.
Ah, waktu begitu cepat berlalu. Sudah 7 tahun lamanya,
dan cintaku masih saja terpendam. Kini dia ada ber mil mil jauhnya, menjadi
seorang pembela negara. Dan aku pun pergi dari daerah asalku untuk bisa ikut
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan aku tidak tahu apakah nasib akan membawa
kita ke suatu titik lagi dimana kita bisa bertemu. Toh rasaku belum pernah
terdengar olehnya. Tapi aku yakin, suatu saat aku akan berdiri di depannya, dan
melantunkan lagu cintaku yang tertunda dari tujuh tahun yang lalu untuknya, dan
apapun efeknya.. kini aku sudah dewasa, dan akan aku tanggung semuanya.
Semoga... Dan cinta terpendamku belum usai... Karena masih ada hari esok,
bukan?
itu emang beneran nyesek banget.. udah nyimpan di relung hati terdalam, ternyata ya ternyata hanyalah.. aah sudahlah..
BalasHapusVina jadi menghayati ini, soalnya pernah mengalami ini dan ternyata jadi temanan ampe sekarang huahahaha :D but not bad, rasa itu hilang seiring waktu berjalan..
keren gilak cerpennya kak, pantesan menang :D hihihi kkeuren keuren keuren!!
eciee cinta terpendam
BalasHapusngaku aja nyet kalau ini kisah nyata,bukan fiksi :p
Bagus sekali cerita-nya kak, emang tulisan kk selalu bagus dari yang udah aku baca sebelum-nya ;D
BalasHapusCinta terpendam emang gitu ya, nyesek nyesek gimana gitu. Apali sampe 7 tahun terpendam, jarang-nya mungkin udah gak lagi bermil-mil, bisa bisa sampe jauh ngelilingin dunia, duh duh
Kak,, kenapa gak diungkapin lansung isi hatinya,, gak enak loh dipendam... kan jaraknya hanya 10 cm ,, hehehe...
BalasHapusaaaa cerpnnya inspiratif sekali kak.
BalasHapusdari segi cara penulisan keren banget. terstruktur dengan baik, plotnya runut, narasi dan dialognya seimbang. Mantap kak!
Dari segi isi cerita juga dalem banget, ngefeknya tuh di sini *tunjuk hati* :")
it is kinda first love never dies, isn't? haha
jadi inget lagunya tulus judulnya sepatu. persis kayak dua tokoh ini, "Kita adalah sepapsang sepatu, selalu bersama tak bisa bersatu." :)) diilhami dari kisah nyata ya kak ini sampai dalem banget gini hikss :"
tidaaaaakkk..keadaan benar-benar buruk...
BalasHapussaya tidak bisa membayangkan jika hal tersebut terjadi pada saya...dan pasti sangat pahit...ada sebuah celah yang kita harapkan bisa memasukinnya,,,ternyat ia sudah menutuonya dengan mengisikan orang lain....
sedikit banyak,,,pasti terilhami kisah nyata,,nggak usah bohong ya mbak...wkwkwkwkwk
bahasanya sederhana...tapi ngalir banget...
pembaca seolah "dipaksa" untuk membaca sampai tuntas...
ada aura baik dalam tulisannya mbak ike ...keren
cinta di pendam itu memang bikin nyesek,,,,kalau di baca dari ceritanya kayaknya ini cerita nyata deh bukan fiksi,, :)
BalasHapusKenapa sih pas BW di sini BW di situ, ceritanya tentang cinta terpendam. Bahkan blog sendiri pun tentang cinta terpendam. Ada apa dengan dunia ini Ya Tunaaaannn!!! :3
BalasHapusPadahal udah baca sampe kelar, tapi ujung-ujungnya cinta terpendam *pukpukin diri sendiri*
eh, tapi keren kak Meyke udah punya buku gitu, cieee....honornya lumayan tuh, Bagi-bagi dong kak! :p
yaelah ternyata eh ternyata satrianya malah suka sama orang lain,sabar aja,mungkin bukan jodohnya..
BalasHapus