It's a BOY!
“ Nih Bun, babynya laki laki ya,
itu ada monasnya...”
Dokter Rima; salah satu dokter
kandungan di Rumah Sakit Permata, Cibubur menjelaskan tiap tiap organ baby
sambil menggerakkan kursor dan berhenti pada bentuk macam pucuk monas kecil nan
gagah yang menghadap ke kanan.
“Pucuk itu ya Dok?”
Saya meyakinkan diri dan menerima
kejutan selanjutnya. Saya tidak menduga si baby akan menampakkan rahasianya
secepat ini.
Perasaan haru dan bahagia
seketika merangsek dan menjalar masuk. Ini adalah bulan ke-empat buntelan cinta
bertumbuh, dikandung badan. Dan tidak disangka, tanpa malu malu begitu disorot
transducer, si baby langsung menyibakkan kaki dan menunjukkan dengan gagah
berani, seolah berkata :
“Nih, Ibu.”
Tercyduk! Pucuk monas mencuat.
Setelah berkonsultasi, saya
segera keluar dari ruang Dokter Rima dan menuju ke meja kasir. Sembari menunggu
antrian, seperti biasa saya segera membuka fitur WA.
“Pace, aku udah tahu baby kita
cowok apa cewek.”
“Iya? Apa mace?”
“Tebak dulu. Cowok apa cewek
coba?”
Biar pace senapsaran alias
penasaran, saya mau main tebak tebakan dulu.
“Cewek ya?”
Memang, sebelum pemeriksaan yang
ke-empat ini saya pernah mengatakan keinginan saya untuk mempunyai anak
perempuan. Saya suka gemas syekali begitu melihat bayi bayi cewek dengan rok
tutu bermekaran atau jumper indah dengan warna pink atau biru muda, plus bandana
berukir bunga yang terlilit cantik di kepalanya. Percakapan rutin saya dan Pace
tidak jauh jauh dari gender calon anak kami.
“Pace, Pace pingin anaknya cowok
apa cewek?”
“Apa aja, sedikasihnya sama
Alloh. Yang penting sehat.”
“Ya kalau harus milih gitu. Milih
apa?”
“Apa aja, mace...”
“Lah, kok gitu. Coba pilih aja
cowok apa cewek.. Kalau aku cewek. Kalau pace?”
“Sedikasihnya aja sama Alloh..”
“Pilihlah. Masa nggak ada
keinginan gitu. Cowok ya? Biasanya kan bapak bapak pilihnya cowok.”
“Ya apa aja, cowok boleh cewek
boleh, Mace.”
“Ah, nggak seru. Ngambek nih aku
nih...”
Walaupun percakapan terjadi
sangat alot, tapi Pace tetap bersikukuh dengan pilihannya; apa saja yang
penting sehat.
Dan kali ini Alloh akan
menitipkan seorang anak manusia berjenis kelamin laki laki kepada kami. Alhamdulillah.
“Cewek ya?” Beberapa menit
kemudian Pace mengetik pesan balasan.
“Bukan, pace. Cowok,
Alhamdulillah..”
Saya segera mengirim hasil USG
dan melingkari pucuk monas dengan mengeditnya terlebih dahulu. Rasa syukur
memuncah di dada dan babak baru dari kehidupan rumah tangga kami segera
dimulai. Tak ada rasa sesal karena benar kata Pace; apa saja yang penting
sehat. Alloh Maha Mengetahui pilihan terbaik untuk kami berdua; Allah adalah
sebaik baiknya perencana.
Sindrom Semester Kedua ; Tak bisa tidur seorang diri!
Berbeda dengan semester pertama
yang harus saya lalui dengan airmata bercucuran dan usaha untuk bisa kuat
menghadapi Long Distance Marriage Situation yang menyesakkan dada,
trimester kedua ini keadaan fisik dan hati saya semakin stabil. Rasa mual dan ingin
muntah berangsur hilang dibarengi dengan nafsu makan yang justru membumbung.
Mood swing yang sering melanda hati juga semakin bisa diminimalisir dengan
menyibukkan diri plus memanjakan diri, entah dengan makan di Mall, nonton film
favorit, jalan jalan atau spa di salon. Bahkan, saya sampai menyambangi tiga
salon yang berbeda tiga bulan berturut turut plus menulis reviewnya segala.
Bahkan, di trimester kedua ini
energi saya kembali seperti saat saya masih berbadan satu. Saya tidak mudah
lelah, nafsu makan bertambah dan rontok rambut saya jauh berkurang. Biasanya
rambut saya tumbang sekitar 10 helai tiap kali saya menyisir, nah sekarang
hanya rontok satu helai saja! Jerawat yang mengepung dagu saya juga semakin
berkurang, hanya tersisa satu atau dua saja.
Tapi, ada satu hal yang tidak
bisa saya lakukan. Saya tidak bisa tidur sendiri, saudara saudara. Entah kenapa
tiap kali saya masuk ke kamar kost di lantai dua, yang saya tinggali beberapa
bulan bersama Pace, bawaannya gundah gulana dan berakhir dengan menangis
tersedu sedu macam film “Critical Eleven” scene saat Anya ditinggal Ale kerja luar kota saat Anya hamil dan harus tinggal di apartemen seorang diri, di luar negeri sana.
Melihat kasur single bed
yang berasa king sized bed saat bersama pace, lalu meja belajar berikut
kursinya yang sering pace gunakan untuk belajar IELTS dan membaca jurnal,
sampai melihat tali jemuran yang kelihatan dari jendela kamar, saya jadi
kehilangan arah. Sedih mulu. Saya memang terlalu visual dan imajinatif begitu.
Kalau saya sering di kamar sendirian pas malam tiba lalu mengantongi kegalauan
seorang diri, akibatnya bisa gaswat.
Untungnya ada dua sosok pahlawan ddala hidup saya sembari mengembara dan berbedan dua di jakarta. Orang yang paling berjasa adalah Bulek. Saya sering sekali tidur di rumah Bulek yang memang dekat dengan kost. Saya tidak perlu memikirkan hari ini mau makan apa karena semuanya juga sudah tersedia. Kalau belum tersedia juga tinggal lihat menu di layar HP, pencet beberapa kali dan abang gojek siap mengantar pesanan. Kami juga sering memanjakan lidah dengan makan sesuai keinginan di mall atau di luar; Recheese dan Fat Bubble misalnya. Tiap weekend kami bertamasya menjelajahi mall kayak Mall Gandaria City, MOI, Artha Gading Mall, sampai staycation di hotel sekitar Jakarta. Bersyukur sekali punya dua sosok pahlawan ini di Jakarta, sodara sodara. Hidup saya yang sebatang kara jadi terasa jauh lebih mudah. Terlebih Bulek yang sering ngajakin kemana mana bikin hidup jadi lebih fresh dan menyenangkan. Jasamu tak terlupakan, Bulek!
Untungnya ada dua sosok pahlawan ddala hidup saya sembari mengembara dan berbedan dua di jakarta. Orang yang paling berjasa adalah Bulek. Saya sering sekali tidur di rumah Bulek yang memang dekat dengan kost. Saya tidak perlu memikirkan hari ini mau makan apa karena semuanya juga sudah tersedia. Kalau belum tersedia juga tinggal lihat menu di layar HP, pencet beberapa kali dan abang gojek siap mengantar pesanan. Kami juga sering memanjakan lidah dengan makan sesuai keinginan di mall atau di luar; Recheese dan Fat Bubble misalnya. Tiap weekend kami bertamasya menjelajahi mall kayak Mall Gandaria City, MOI, Artha Gading Mall, sampai staycation di hotel sekitar Jakarta. Bersyukur sekali punya dua sosok pahlawan ini di Jakarta, sodara sodara. Hidup saya yang sebatang kara jadi terasa jauh lebih mudah. Terlebih Bulek yang sering ngajakin kemana mana bikin hidup jadi lebih fresh dan menyenangkan. Jasamu tak terlupakan, Bulek!
Kebersamaan bersama Bulek dan Lita! |
Pahlawan kedua adalah teman kost
sekaligus teman kerja saya yang baik hatinya dan mau menerima kehadiran saya
dengan tangan terbuka dan hati lapang dada. Missipi namanya. Kamarnya ada di
lantai bawah dan dia punya king sized bed beneran. Jadilah setelah Pace pergi
dan sindrom ‘tak bisa tidur sendiri” menerpa, saya rajin tidur di sana. Sampai
saya bawa bekal baju baju dan seperangkat alat sholat dan alat mandi supaya
tidak hilir mudik ke lantai dua.
Tak hanya tidur bersama, kita
juga punya jadwal masak dan makan malam bersama. Misipi yang gemar dan pintar
memasak dipadu padankan dengan saya yang gelap akan dunia masak memasak menjadi
kami partner yang luar binasa. Meski begitu, Misipi menerima saya dengan hati
terbuka. Kita biasanya memasak daging atau ayam yang dipotong macam fillet dan
dipanggang lalu berteman sayur sayuran yang juga hanya direbus atau dipanggang
sebentar, tak ketinggalan sambal khas Manado yang menggugah selera plus buah
buahan. Bersama Misipi, saya menjadi bumil sehat. Misipi macam pengganti pace
Alfrets yang dulu juga selalu bikinin smoothie dan masakin makanan sehat dari
sup jagung, bubur Tinutuan, tumis beraneka ragam sayuran hijau, rawon sampai
puding dan kue kukus. Selain partner tidur, Misipi juga menjadi partner jalan
ke Plasa Cibubur, nonton, belanja, sampai nyobain salon Muslimah satu per satu.
Terimakasih Misipi, jasamu tak akan terlupakan!
Kebersamaan saya bersama Misipi dan teman teman |
Komunikasi dengan pace juga
lancar jaya walau masih ada sedikit drama yang tersisa. Pace tak bosan
mengingatkan,
“Jadi orang harus sabar ya.. Khan
bentar lagi udah mau jadi Ibu. Harus bahagia....”
“Iya Pace...” Saya mengamini.
Hidup berpisah dari suami saat hamil memang menyesakkan dada. Tak ada yang
ngelus elus, support secara langsung dari suami melalui tatapan mata per mata,
menjalani hari dalam satu frame dan banyak hal lain yang jelas tidak bisa
dikerjakan berdua. Tapi, banyak hal yang akhirnya saya pelajari untuk bisa naik
tingkat menjadi orang dengan level kesabaran yang lebih tinggi; kayak pace ini.
Trimester kedua akhirnya lulus
dan masuklah trimester ketiga. Buat saya ini adalah trimester paling sulit dan
super berat sepanjang kehamilan. Di bulan ketujuh saya harus pulang kampung dan
meninggalkan semua yang saya lakukan selama lima tahun tinggal di Jakarta. Saya
mengalami perubahan aktivitas hidup dari bekerja menjadi pengangguran, dari
gemerlap dunia Jakarta menjadi heningnya pedesaan. Dari yang biasanya sibuk
sejak pagi sampai malam menjadi nggak ngapa ngapain selama 24 jam. Lalu, pelajaran hidup macam apa yang bisa saya petik di trimester ketiga nanti?
Setelah bertahun-tahun ngilang, baru ku tau kalo kak Meykke udah nikah, dan sudah hamil. B4 ngomenin tulisan, izinkan saya selaku anak kemaren sore ini ngucapin "Selamat ya kaaak. Selamat untuk pernikahannya (yang udah lama pastinya) dan untuk kehamilannya. Semoga lancar dan dihindari dari dilema ibu-ibu hamil pada umumnya. Kalo bisa sih kakak nya yang anti mainstream"
BalasHapusBisa gitu ya ada dilema kehamilan yang "gak bisa tidur sendirian" gitu. Untungnya ada pahlawan di kala sang suami jauh. Allhamdullilah. Nikmat Allah yang nggak mempersulit hamba-Nya (lah ini jadi sok agamis).
Untuk trimester ketiga, semoga nggak sesulit pertama dan kedua dan bisa dilalui.
Sehat terus yaaa buat cadebay nyaaaa.
Salam kenal bumil, semoga sehat selalu ya 😍
BalasHapusUdah ngikutin sejak ditinggal suami pergi ke luar negeri. Tetap semangat terus kak Meyke dan dedeknya. Aku tunggu terus kabar dari sang lelaki gagahnya. Ea...
BalasHapusBtw soal Anya di Critical Eleven, aduh aku jadi ikut ngebayangin juga astaga... itu salah satu bagian tersedih dari film selain pas awal tau Anya keguguran. Sedih banget astaga Critical Eleven :((
Sehat selalu ya mba.
BalasHapusSelalu seru baca cerita mba Meykke. Dari mulai jalan2 sama suaminya, sampai harus ditinggal kerja dan mengandung seorang anak laki-laki. Respect mba Meykke!
BalasHapusWoah congrats dapet anak cowo.
BalasHapusAku pun kalo disuruh pilih ga muluk muluk, ga peduli mau cowo atau cewe.
Apapun ku mau sing penting sehat :)
Masya Allah.. selamat beruntung mbak Mey,, In syaa Allah sebentar lagi menjadi sosok mulia yang mana syurga dibawah telapak kakinya.. Nikmatilah nikmat mengandung dr ALLAH yg tidak semua wanita bs merasakannya.. semangat yaa Bumil ketjehh :*
BalasHapus