"I will do everything in my power to make you happy."
Itu adalah penggalan kalimat sakti (buat saya) yang dikatakan Ale pada Anya. Walau, pada kenyataannya ego masing masing seringkali membungkam apa yang sudah diucapkan oleh mulut. Itu.
Perjumpaan singkat di antara mereka berdua di atas pesawat telah membawa mereka ke cerita yang sama sekali tidak singkat. Film ini bukan tentang cerita bagaimana dua orang saling mendekat, lalu menemui banyak rintangan namun tidak menggoyahkan hati masing masing hingga cerita berhenti pada pertalian dua hati di depan penghulu atau pun di tumpuan altar.
Cerita di Critical Eleven dimulai dengan dimulainya rumah tangga kedua karakter fiksi bernama Ale dan Anya yang sangat apik dan terlihat begitu 'hidup' dimainkan oleh Reza Rahardian dan Adinia Wirasti. Setelah perjumpaan singkat, akhirnya mereka menikah dan memulai hidup yang baru di New York!! Cobaan pertama di rumah tangga mereka yang masih seumur jagung adalah saat Ale harus meninggalkan Anya karena dia harus bekerja di perkilangan minyak lepas pantai selama berminggu minggu. Dan dari situ saya mulai baper karena saya juga akan mengalami hal yang sama. Bahkan, nantinya bukan hanya berhitung minggu. Duh, saya jadi sedih.
Tidak seperti film film berkiblat romance Indonesia lainnya yang terlihat 'cupu' dengan target penonton anak anak labil remaja beranjak dewasa, film ini kalau bisa saya setarakan, dia setara dengan film serupa Vow, The Notebook, One Day, A Walk to Remember, Dear John dan film film romance 'dewasa' lainnya. Kisahnya bukan lagi di level 'pacaran' tapi lebih dari itu dengan masalah masalah yang lebih meruncing. Walau model modelnya tetap sama, diawali dengan keromantisan dan tingkah tingkah lucu yang sooo sweet, dan makin ke tengah makin pediiiiih.
Dan pada akhirnya, ada satu tragedy yang mengoyak ngoyak rumah tangga mereka berdua, yang saya rasa menjadi fokus masalah di film ini. Lalu, apa yang sebenarnya membuat saya jatuh cinta dengan film ini?
1. ALUR CERITA
Kebanyakan cerita romance yang pernah saya lihat, alurnya mudah ditebak. Malah yang susah ditebak itu adalah drama Korea (beberapa). Tapi, cerita ini selain susah ditebak, cerita dan tokoh yang ada di dalamnya juga berkembang. Yang saya lihat, baik Ale dan Anya mengalami perkembangan karakter, dari yang tadinya romantis dan mengerti satu sama lain menjadi dingin dan saling menyalahkan. Alurnya pun fluktuatif. Ada di beberapa bagian dari film yang sudah saya duga akan berakhir begini, eh ternyata malah sebaliknya. Ah, pokoknya saya suka model model cerita yang bikin saya menebak nebak dan ternyata tebakan saya salah. Film yang disadur dari novel milik Ika Natassa ini memang benar benar beda dari yang lain!
Saya jadi berpikir, ini sebenarnya alur cerita apa bursa saham? Kok fluktuatif dan susah ditebak.
2. SCENE DRAMATIS
Atau kejadian kejadiannya. Ada kejadian yang benar benar manis di awal, dan ada kejadian yang benar benar menguras air mata di pertengahan film. Film ini dibungkus dengan begitu elegan mulai dari scene scene super romantis yang disodorkan di awal saat mereka berdua bulan madu di New York sampai kangen kangenan sepulangnya Ale dari Meksiko. Kebahagiaan mereka memuncak saat akhirnya Anya mengandung buah hati mereka dan menamainya Aidan.
"Suami, nanti dikasih nama siapa?"
Saya juga jadi ikut terbawa suasana.
Sampai akhirnya scene scene yang isinya tu pokoknya sedih maksimal saat Anya keguguran. Eksplorasi kesedihan yang dilakukan oleh para pemerannya juga sangat mengena; dari settingnya, soundtrack yang dipilih, akting pemainnya dan alur ceritanya. Kesedihan yang nendang, menurut saya.
3. AKTING PEMAINNYA
Kalau ini tidak perlu diragukan lagi. Secara Reza Rahardia gitu lho. Dia mau main film komedi, romance atau sangar sangar pun dia bisa menghidupkan karakter dengan sempurna. Apalagi kali ini dijodohkan dengan Adinia Wirasti yang sangat natural dan flawless membawakan tokoh Anya. Dia digambarkan sebagai perempuan yang pekerja keras, ulet, dan kuat. Sangat apik bersanding dengan Reza Rahardian.
Selain kemampuan masing masing untuk masuk dalam tokoh, chemistry mereka juga sangat sangat kuat. Kedekatan dan kemesraan yang terlihat di depan layar berjalan sangat natural dan tidak dibuat buat' dari pandangan mata, cara memeluk dan melempar senyum satu sama lain. Duh, kalau masalah begini saya merasa detail sekali. Apalagi cara mereka mengungkapkan dan mengeksplorasi kesedihan, duh.... saya dan suami sebagai penonton juga ikut tercabik cabik, seakan akan kita sendiri yang sedang berperan di dalamnya dan membayangkan betapa tersayat sayatnya hati kita bila ada di situasi yang sama.
So, the point is... Akting mereka yang menjanjikan bisa seolah olah menyedot kita masuk ke dalam cerita dan ikut merasakan tiap tiap kesedihan yang digambarkan.
4. SETTING
Yang saya suka dari film ini juga penentuan setting/tempatnya. New York, bo!! Juga pas Ale ada di lepas pantai begitu. Keliatan banget kalau film ini digarap dengan serius tidak main main. Tempat tempat yang dipakai di film ini jadi bikin saya pingin menyambanginya juga. Semoga suatu hari bisa ya, gaes. Doakeun ya.
Dari setting yang disuguhkan, saya yakin sekali film ini dibuat dengan sepenuh hati. Tidak heran bila semua penikmat film mempunyai ekspektasi yang super tinggi untuk film ini.
5. LIFE-LESSON
another favorite quotes |
"Dari sini kita bisa mengambil banyak pelajaran. Bahkan, sebenarnya justru wanita itu yang berpikir dengan lebih banyak menggunakan logika, sedangkan laki laki lebih menggunakan perasaan." ucap suami.
Dari sejak menikah, ini adalah kali pertama kami berdua menonton film romance berdua. Biasanya kita nonton film komedi karena akhir akhir ini film komedi bak jamur dan paling laris di pasaran. Dan begitu film ini muncul, kami berdua sepakat menonton. And really, it's worth-watching!
Banyak sekali pelajaran hidup yang bisa kita ambil tanpa kita harus mengalaminya.
"Bahwa, memang benar cinta itu tidak selalu indah bak banyak kuntum bunga Edelweis di puncak gunung, atau pun semanis permen Sugus. Kadang, sifat manusia yang membuat cinta yang diawali dengan manis menjadi ternodai. Tapi, bukan berarti cinta harus berakhir begitu saja. Justru cinta yang kuat harus melalui banyak proses, baik proses yang menyenangkan, menyedihkan, pahit dan getir. Tapi, yang terpenting adalah bagaimana proses yang dihadapi bukan melemahkan ikatan cinta, tapi justru membumbungkan cinta yang baru, yang lebih tinggi. ITU."
Critical Eleven mengajarkan saya bahwa nobody is perfect. Pasangan adalah manusia, dan rawan berbuat salah. Itu mengapa, kata orang rumah tangga adalah seni sabar dan mengalah. Dan pastinya, saling memaafkan dan melupakan. Bukan, bukan melupakan orangnya, tetapi melupakan kesalahannya. Karena dari kesalahan itu kita bisa sama sama belajar untuk tidak jatuh di lubang yang sama.
"Orang yang paling kita cintai adalah orang yang mempunyai kemungkin paling besar untuk menyakiti kita." Di salah satu scene, Anya berkata demikian. Dan saya yakin setiap pasangan pasti mengiyakan, termasuk saya. Well, it indeed is.
Film ini juga mengajarkan saya bahwa meniti tangga yang berumah alias rumah tangga itu tidak mudah. Apalagi untuk saya dan suami yang masih sangat 'pemula' dan cupu. Masih buanyak kerikil kerikil yang walau kecil tapi membuat saya khususnya, limbung.
Ah, dari sebuah film saya benar benar bisa berkaca tentang arti sebuah pernikahan lho, mbak mas. Walau pun itu hanya fiksi belaka, tapi kejadian demi kejadiannya sangat dekat dalam kehidupan kita, apalagi kita kita yang sudah dewasa ini.
Yang tertancap di benak saya saat kata kata yang dibisikkan Ale di permulaan review ini terdengar hanya angin lalu yang terus terngiang ngiang di telinga Anya saat mereka berdua ada di titik terendah.
"I will do everything in my power to make you happy....."
Ngiiiiiiiiingg.........
Tapi, apakah cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi kehilangan? Lalu, apakah kehilangan yang teramat sangat itu akan menngantarkan mereka pada kehilangan satu sama lain, atau sebaliknya??
Lalu, bagaimana akhir dari kisah Ale dan Anya??
YOU MUST WATCH IT! (Apalagi untuk mbak mbak yang mudah dilanda baper dan para pasangan yang masih menyamakan langkah untuk bisa mendayung bersama.)
Gara gara liat film ini saya jadi merasa lebih dewasa. Tapi, semoga benar benar bisa diaplikasikan. Doakeun ya, gaes. Aamiin.
Dan terimakasih untuk suami yang mau diajakin nonton. :)
Dan terimakasih untuk suami yang mau diajakin nonton. :)
Ayo, cepat cepat ke cinema dan rasakan sensasinya ya!! Dijamin nggak nyesel!
Belum sempet nontoooon. Mudah-mudahan masih bisa kesampaian dan belum turun dari bioskop. Suka sih sama bukunya dan caranya Ika Natassa nulis, jadi agak berekspektasi gimana gitu sama filmnya. Hohoho.
BalasHapusAsli, jadi tambah penasaran.. Sampai saat ini cuma nonton trailernya aja dari youtube.. Tapi emang liat trailernya aja udah keren banget..
BalasHapusAh, so sweet.. Senengnya yg nonton bareng suami.. 😍
"Orang yang paling kita cintai adalah orang yang mempunyai kemungkin paling besar untuk menyakiti kita."
Ini kaliat buat saya berfikur berkali-kali.. Dan, iya emang bener..
Ah, keren lah buat Ika Natassa sang penulis novel ini.. 😊
Baca ini rasanya jadi mau nonton film ini, deh. Mau sih, tapi belum ada waktu buat nonton. :D Seminggu lagi nonton kira-kira masih ada gak, ya, di bioskop? :D
BalasHapusCast atau pemainnya di film ini juga bagus-bagus kayak Reza Rahardian. Duh, gak sabar mau nonton jadinya. Btw, quote-nya bagus juga, ya, dari film itu. :)
Pengin nonton filmnya ke XXI, tapi gaada aja kesempatan.
BalasHapusKarya ika natassa ini bener-bener ajib. Udah baca novelnya sih, klimaks saat anya keguguran itu emang dahsyat banget rasanya. Ya wajar aja mereka berdua bergejolak karena ini masalah yang enggak sepele. Critical Eleven karya ika natassa pertama yang gue baca dan langsung kepincut dengan karya ika yang laiinya, like The Arcitecture of Love. Keren!
Emang dah Reza Rahardian. Udah bisa dibilang aktor terbaik indonesia sepanjang masa.
Wedeh, ternyata bener udah difilmin, soalnya gue pernah baca beberapa bab bukunya, dan itu keren. Haduh gimana filmnya yah, pasti lebih keren lagi ini.
BalasHapusJadi penasaran deh ini, siapa tau bisa jadi lebih dewas, hehehe.