Cinta Monyet.
Begitu gue mendengar kata ini, ingatan gue langsung terbang ke banyak banyak tahun yang lalu saat gue kelas 3 SD. Cinta monyet gue kali ini juga merangkap sebagai cinta pertama. Dan gue udah terjangkit cinta sejak kelas 3 SD. Bayangkan, sedini itu.
Sebut saja namanya Budi. Gue lupa entah kenapa gue bisa suka sama dia. Tapi, setelah gue pikir pikir juga emang nggak ada alasan kenapa gue suka sama dia. Gue suka sama dia karena ya.....gue suka sama dia. Rasa suka emang harus ada alasannya? Anak kelas 3 SD lho. Sekarang tiap kali gue inget masa masa itu, gue geleng geleng kepala sendiri.
Gimana enggak geleng geleng kepala sendiri? Saking gue sukanya sama dia, gue sampai nekat TULIS SURAT CINTA. Mungkin, cewek paling berani seantero SD Isdiman tahun 2000 adalah gue.
Kenekatan gue ini bermula dari kesukaan gue ngeliat pose dia tiap kali dia beli soto seharga 300 perak di kantin sekolah, atau saat dia beli susu sapi hangat rasa coklat seharga 500 rupiah di samping kantin sekolah, karena yang jualan susu enak itu Ibu temen gue sendiri. Dan sumpah, susunya enak sekali. Manis. Semanis muka Budi yang walaupun dalam usia semuda itu dia udah gagal naik kelas sebanyak dua kali. Makanya apa gue bilang, sekarang pun gue bingung kenapa gue bisa suka sama dia. Tapi memang, suka tak butuh alasan. Hanya melihatnya makan soto dan minum susu, dia sudah mampu melumpuhkan hati gue. Cinta monyet gue sesederhana itu.
Dan karena dari dulu gue udah mulai nulis, tiba tiba suatu hari saat gue ngeliat kertas binder gambar barbie warna pink tergeletak di meja belajar gue, gue jadi langsung punya ide.
"Kenapa gue nggak mengungkapkan segala isi hati gue saja buat Budi?"
"Kenapa gue nggak nulis surat aja buat dia?"
Dan hanya butuh waktu semalam, gue bersemedi di kamar, masih kelas 3 SD. Gue bikin surat.
"Budi, kamu sekarang lagi apa? Kamu sudah buat PR Matematika atau belum? Kemarin ulangan Bahasa Indonesia bisa atau tidak?
Budi, aku mau mengomongkan sesuatu kepadamu. Tapi, kamu janji ya jangan marah. Aku tidak sengaja.
Budi, sebenarnya selama ini aku sering memperhatikanmu makan soto dan susu hangat rasa Coklat.
Aku juga sering bermimpi aku bisa jalan bersama pulang sekolah sama kamu. Tapi, kamu tidak pernah mengajakku.
Budi, aku sepertinya suka kepadamu.
Ya sudah ya Budi, aku pamit dulu.
Lemah lemah teles, sing Kuoso sing mbales.
I have an umbrella
Tertanda,
Meykke Alvia
Kurang lebihnya surat yang gue kirimkan kepada Budi seperti ini. Dan dulu kata dalam bahasa Inggris yang gue tahu adalah cuman This is a book, I have a pencil daaaaaan I have an umbrella, gue pikir I have an umbrella adalah kata yang paling keren.
Kalau gue pikir pikir lagi, gila banget ya gue dulu masih SD aja udah berani ngirimin surat ke si Budi.
Buat gue, cinta itu semacam penyakit kudis kurap. Susah disembuhkan. Dari jaman kecil gue emang nggak punya bakat move on, gaes. Walau pun akhirnya surat ini bisa ada di tangannya, tapi Budi nggak pernah ngomong sepatah kata pun sama gue tentang surat itu. Dan gue nunggu dan nunggu dan nunggu.
Eh, nggak kerasa udah kelas 1 SMP. Dan gue masih aja suka sama si Budi!! Pernah suatu ketika gue pulang bareng temannya Budi, saat itu gue udah kelas 1 SMP.
"Mey, nanti mau diajak ketemuan sama si Budi di pengkolan sana."
Dan tanpa ragu ragu, sore sore udah mau maghrib gue pergi ke sebuah persimpangan jalan di dekat rumah. Maklum, dulu rumah kita satu desa. Dan gue tungguin sampai adzan berkumandang, si Budi tak jua datang.
Pernah juga saat itu di desa kita ada pagelaran wayang semalam suntuk ya, gaes. Lalu, saat gue mau nonton gue ketemu dia di jalan. Eh, dia ngeliatin gue!
"Mau nonton juga Ke?"
"Iya."
Itu gue cuman disapa gitu aja rasanya kayak jantung gue mau copot dan paru paru gue kerendem air. Sampai rumah gue udah lompat lompat dan malamnya gue nggak bisa tidur terbayang bayang muka si Budi yang tumben banget nyapa gue.
"Alay!" Kata pertama yang langsung muncul di otak gue kalau gue inget masa masa itu, gaes.
Empat tahun gue suka sama di Budi, yang kemudian gue maknai rasa suka itu sebagai cinta tak berbalas karena toh si Budi sekalipun nggak pernah ngajak gue pulang sekolah bareng atau sekedar makan soto di kantin sekolah walau bayarnya sendiri sendiri.
Suatu saat gue ngaca dan akhirnya gue sadar tentang kemungkinan alasan kenapa Budi nggak pernah ngajak minum susu bareng. Dulu, kulit gue legam sempurna dengan rambut keriting. Muka di bawah standard nasional dan tubuh cenderung mirip pentol korek api.
"Bentuk mu Mey...Mey..."
--------
Sekarang gue sadar satu hal, gaes. Berangkat dari kisah cinta durjana gue bersama si Budi gue bisa mengambil pelajaran hidup bahwa ternyata gue adalah bentuk bentuk orang yang susah move on. Terbukti begitu gue suka sama seseorang, gue cenderung terus bersarang di rasa suka itu dan butuh waktu lama untuk bisa melaju kembali.
Dari kisah cinta monyet gue, sekarang gue sadar kalau gue adalah orang yang begitu gue jatuh cinta sama orang, gue akan cinta se cinta cintanya dan susah melepaskan diri dari jeratan rasa. Dan dari kisah monyet gue ini, gue nggak mau jatuh cinta lagi.
WHATTTTTT???!!!!!!
NGGAK MAU JATUH CINTA LAGIII???!!!!!
Iya. Tahun 2000 saat gue kelas 3 SD sudah berlalu 17 tahun yang lalu. Dan, gue nggak mau jatuh cinta lagi. Sekarang jatuh cinta udah nggak jaman, gaes. Sekarang yang lagi ngehits adalah bangun cinta. Maka, gue akan bangun cinta saja. Gue membangun cinta dengan seseorang yang akhirnya dengan lantang menyebut nama panjang gue berikut nama Ayah gue dengan kata sah yang berdebam di satu waktu tertentu, bertalu talu diiringi oleh doa doa yang berkepak kepak.
"Sakinnah, Mawaddah, Warrahmah.."
Dan sekarang gue bisa mencintai seseorang dengan halal tanpa perlu move on lagi, bukan?
my dream photo :)
Tulisan ini diikutsertakan dalam #NulisRandom2017 #NulisBukuCommunity #Haripertama
Hmmm... 👍
BalasHapusYup. Absolutly right. God has a big plan to all of us.So be a positive thinker.^ ^
BalasHapus