Ini tentang sebuah ruangan. Namun, ruangan ini bukan
sembarang ruangan. Setiap kali aku masuk ke dalamnya, maka sekejab aku akan menjelajahi
lorong waktu yang kami ciptakan sendiri. Setiap kali aku memasukinya, saat itu
juga aku merasuki kembali potongan potongan masa yang setiap saat kami susun
demi mozaik penuh yang akan kami selami lagi selagi masih ada waktu walau mata
tak lagi sejeli masa masa lalu.
“Nurma, tiga tahun lagi kita akan bangun rumah ini dengan
satu ruangan album raksasa.”
Masih berdengung dengung setiap patah katanya yang
sekonyong konyongnya meletupkan semangatku yang setiap kali berada di dekatnya
sudah bergejolak sedemikian rupa. Aku menyungging senyum. Tiga detik berikutnya
air mataku meruah dengan bibir bergetar. Aku merangsek ke dalam dadanya dengan
lenganku yang saling berkaitan di balik punggungnya. Tiga detik berikutnya dia
menyambut tubuhku dan kami larut dalam derai tawa dan isakan penuh bahagia.
---
Sore ini aku kembali mencari kunci ruangan itu. Dengan
agak menyeret langkahku yang sudah semakin renta aku memasuki sebuah bilik
dengan taburan kenangan manis di seisi dinding, dari pojok satu ke pojok
berikutnya. Aku mengulum senyum. Kenanganku bergulung gulung.
“Nurma, hari ini kita belajar berhitung. Bu Tutik akan
terus mencubitmu kalau perkalian saja kamu tidak bisa. Kita harus belajar
bersama.” Ucapnya sembari memasukkan
buku bukunya ke dalam tas. Aku mengangguk pasrah. Matematika memang pelajaran
yang susah sekali. Setiap rumus seolah datang dan pergi, mampir sebentar dan
lenyap lagi, terlupakan. Siang itu kami belajar bersama di rumahku.
“Kalian rajin sekali. Nanti nak Budi ikut kita makan
malam bersama sekalian pulang kita antar ya...” Ibu tiba tiba datang sembari
membawa singkong keju yang masing mengepul. Ah, ini adalah salah satu masakan
kesukaan Budi. Begitu Ibu lenyap di balik pintu, Budi yang entak doyan entah
lapar langsung mencomot singkong terbesar. Dia akan makan singkong keju itu
dengan menggoyang goyangkan kepalanya persis seperti anak kecil yang asyik
makan permen. Bahkan aku sudah sangat kenyang hanya dengan memandang Budi asyik
mengunyah singkong keju.
“Udah belajar, kita ke warung langganan Ibu yuk...” Diam
diam bahagia menyusup ke relung hati tatkala aku bisa duduk tepat di sampingnya
saat di mobil juga saat makan. Kami kadang tertawa terbahak bahak, tak jarang
aku mendaratkan pukulan ringan ke bahunya karena dia terlampau menjengkelkan.
“Sini kalian berdua Ibu foto dulu. Siapa tahu saat kalian
sudah gede nanti kalian bisa lihat wajah masa SMP kalian.” Aku langsung
melesatkan senyum termanis sejagad raya. Potret hitam putih segera keluar dari
mulut kamera Ibu. Wajah kami tampak nyata begitu Ibu mengibas ibaskan lembaran
foto itu beberapa kali. Adalah Budi, sahabat ku sedari SD, tutor pribadiku yang
rela mengajariku Matematika, teman sebangku, pelawak tanpa bayaranku,
motivatorku setiap Matematika membuat otakku cenat cenut, juga seseorang yang
membuatku ingin menjadi anak SMP selamanya.
Kembali aku mengulum senyum yang sama walau dengan banyak
kerutan yang mulai menyemburat di sepanjang lekuk wajahku. Kepingan masa
berikutnya tergantung rapi dengan frame kayu warna coklat dengan lekukan serupa
batik di sekujur badannya. Kini pikiranku melesat jauh, melampaui banyak tahun
dan berhenti di sepasang pelajar dengan balutan putih dengan bawahan abu abu.
Coretan coretan bolpen tampak tergambar begitu random di sekujur kemejanya.
Seorang murid perempuan tampak mengapit lengan murid laki laki dengan manik
manik mata yang berbinar. Ah, lihat sang laki laki. Dia berdiri begitu gagah,
melampaui si perempuan yang hanya sepundaknya saja. Sepasang lesung pipi
menyembul di balik pipinya yang tampak mekar.
“Bi, kita telah tumbuh besar bersama....” Seolah olah
Budi berdiri di sampingku serupa foto itu, aku mulai bercakap cakap dengannya.
Mataku yang sudah mulai rabun mulai makin berbayang tertutup buliran air yang
pelan tapi pasti mulai mengumpul di sudut mata. Tetapi bibirku mengapit sebuah
senyum.
Bagiku, Budi adalah laki laki pertama, terakhir dan satu satunya yang
terus ada di sisiku dan mengisi penuh hari hariku bahkan sejak aku mulai
mengerti kalau tujuh dikalikan tujuh akan berakhir pada angka empat puluh
sembilan. Mataku kembali beralih ke sisi tembok berikutnya. Banyak sekali foto
foto kecil yang menggelayut mesra di sebuah kepangan kayu dengan jepit berwarna
senada.
“Lihat Nurma, aku punya kamera baru. Nanti, begitu
gulungan foto negatif ini dicetak, maka apapun yang kita lakukan bersama akan
terabadikan!” Aku benar benar tidak mengerti jalan pikirannya. Tidak seperti
laki laki lainnya, dia gemar sekali difoto. Bahkan, dia selalu mengajak kamera
barunya itu kemana pun kami pergi. Begitu ada kesempatan, dia akan merajuk
untuk berfoto bersama. Anehnya, dia tak pernah mau foto sendiri.
“Apa serunya Nurma kalau Cuma foto sendiri saja? Aku
ingin suatu saat nanti kita bisa bikin album foto raksasa. Ibu kamu masih
menyimpan foto foto kita sejak SMP khan?”
“Memangnya untuk apa album foto raksasa?” Aku
memborbardirnya dengan pertanyaan.
“Nanti kamu juga akan tahu, Nurma.”
Aku tak bisa membendung mataku yang semakin meruah begitu
melihat bidikan masa selanjutnya.
“Nurma, tiga tahun lagi kita akan bangun rumah ini dengan
satu ruangan album raksasa.”
Sebulan setelah dia mengutarakan mimpinya, kami berdiri
berdua di panggung kecil dengan banyak sunduk
mentul yang bersarang di rambutku yang aku gelung sedemikian rupa dengan lukisan
lengkungan hitam yang mengitari sepanjang dahiku. Melati panjang menjuntai
sampai sebatas pinggang dengan balutan kebaya berwarna hitam. Esok hari sebelum
itu dia dengan mantap menyambut jabat tangan penghulu.
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Nurma Rosalinda binti
Sucipto dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.” Sekejab saja
sah berkumandang seantero ruangan dengan linangan air mata penuh haru berkubang
di pelupuk mata. Kami membangun rumah tangga tanpa banyak drama. Semua mengalir
sempurna. Pun dia tak pernah berseloroh cinta. Aku bisa melihat betapa cintanya
nyata dari semua tindakan dan perilakunya. Tiga tahun berselang dan mimpi kami
di awal pernikahan terbayar tunai.
“Nurma, ini akan menjadi album raksasa kita.” Dengan
penuh semangat dia mengecat sebuah ruangan dengan nuansa warna biru langit.
Alasannya simpel, karena dia begitu menyukai warna biru. Hari bagai berlari dan
tahun menjelang dengan sekejab mata. Di batas senja ini hanya dengan satu
kayuhan saja aku bisa mencicipi kembali masa masa indah yang telah lalu. Aku
mendesah pelan. Rasanya seperti ada bongkahan besar yang menjangkiti dada.
Bongkahan besar yang melesat naik dan ingin menyembul dari balik mata. Namun,
seketika bongkahan itu melebur di udara. Aku mengulum senyum seperti saat aku
tertidur di lengannya yang panjang, atau saat aku mengaitkan lengan lenganku di
dadanya yang bidang, atau saat aku menggenggam tangannya, melalui bersama masa
demi masa.
“Aku mencintaimu, Nurma...” Dia menatap lurus ke arah
mataku, menelusup ke dalam relung hati dan setelah itu aku yakin penuh tentang
satu hal. Kita tak terpisahkan walau setelah itu dia tertidur nyenyak sekali.
--
“Umi??? Umiiiii...”
“Iya, sebentar....”
“Umi lagi apa...Ayo kita berangkat...”
“Iya, sebentar lagi...”
Ah, itu Mela. Anak kelimaku dan juga anak terakhir.
Keempat kakak kakaknya sudah melalang buana dengan keluarga masing masing.
Beberapa hari lagi Lebaran datang, dan rumah ini akan segera diserbu oleh anak
dan cucu cucuku, generasi penerusku bersama laki laki luar biasa bernama Budi
yang berubah menjadi Abi begitu anak pertama kami terlahir. Mela duduk di
belakang dengan wajah berbinar, persis seperti wajahku empat puluh lima tahun
lampau. Duduk di kursi kemudi seorang laki laki gagah yang telah menambatkan
hatinya pada anakku.
“Bi, apa kabarmu di sana? Kamu benar tentang album raksasa kita. Setiap hari aku seakan meniti kembali kisah kita. Ingat khan saat kita naik motor hujan hujan begitu selesai bekerja? Sebelum kita pulang, kameramu sempat mengabadikan wajah lusuh kita berdua. Ah, waktu begitu cepat berlalu, Bi..rasanya baru kemarin rokku melambai lambai saat kita pergi bersama ke pantai, kini keriputku sudah merata di sekujur wajah. Kamu pasti akan terkejut begitu melihatnya. Bi, aku punya kabar gembira untukmu. Setelah Lebaran, anak bungsu kita akan segera membangun album raksasa milik mereka berdua. Katanya, mereka juga ingin mengikuti jejak kita, membangun sebuah ruangan dengan banyak jejak berceceran. Rasanya sudah tuntas tugasku, kapan kita bisa bertemu?”
Aku membuka mata dan melihat Abi berdiri di depanku,
hanya berjarak tiga puluh centimeter terpisahkan oleh tanah menggunung dengan
sepasang nisan berukiran ayat Al-Qur’an.
“Nurma, aku segera menjemputmu...”
Aku mengulum senyum, sama seperti Nurma berpuluh tahun
yang lalu saat seorang Budi berujar,
“Nurma, tiga tahun lagi kita akan bangun rumah ini dengan
satu ruangan album raksasa.”
Hanya saja kini aku sebatas memeluknya dalam damai
hatiku, indah cintaku, dan mimpi malamku.
Aduuuhh... ini teh romantis pisan... gaya bahasanya juga saya suka. Jadi pengen suatu saat bikin juga ruangan album raksasa, tinggal nunggu orang yang mau buatin aja...
BalasHapustapi kisah ini sad ending :(
Ini teh erni bava beginian jadi baper kan hahahaha
HapusGue suka sama alurnya yang bikin gie menebak-nebak gimana selanjutnya ini cerita. Bakal kemana alurnya..
Mey maaf ya headernya blm jadi hehehe
Romantis banget. Bahasanya jadi buat gue mudah untuk mengerti dan memahami makna yang ada dalam cerpen ini.
BalasHapusromantis banget nih, saya rasanya gk bisa buat cerita yang seperti ini.
BalasHapuspemilihan kata sama alur ceritanya juga mengalir, gk bikin bingung dan pas banget. ah ya, mungkin hanya di awal saja saya yg bingung ini sudut pandang siapa tapi keseluruhannya bagus.
judulnya aja terasa panjang
Anjayyyy...sempet mikir bentar baca cerpen ini, ternyata endingnya keren.. romantissss abis
BalasHapusRomantis nya kerasa ampe di hati,
BalasHapusUdah lagi asiknya menikmati keromantisan di ceritanya, eh ending nya bikin speechless :')
Baca cerita ini sekilas jadi inget ama nobita dan sizuka. Berteman dari SD dan kemudian menikah :)
Sweet nyaaaaaa ....
BalasHapusAh, ini cerita menginspirasi banget pengen bikin album raksasa sama si doi. Tapi ntar dikira nyontek lagi. Gak ah. Gak nolak... 😃
BalasHapusAh, ini cerita menginspirasi banget pengen bikin album raksasa sama si doi. Tapi ntar dikira nyontek lagi. Gak ah. Gak nolak... 😃
BalasHapusceritanya keren dan sedih. Jadi ceritanya si Budi dan Nurma ini sepasang kekasih, dan diakhirnya si Nurma udah meninggal ya? Soalnya si Budi bilang akan menyusulnya. Berarti..
BalasHapusWah dalem juga ya, Mey.
BalasHapusKeren cerpennya, bikin baper wkwk.
BalasHapusTidak banyak kata cinta yang mereka ucapkan, tapi sudah tergambar jelas kalau mereka saling mencintai dari hal-hal yang dilakukan si Budi. Cerita yang bagus banget. Endingnya seperti yang aku harapkan. Di tengah baca tadi sempet mikir kalau ntar ada salah satu yang ninggalin, ternyata enggak. Ini happy ending yang sedih menurutku. Bagian terakhir bikin sedih sekaligus bahagia. Keren lah pokoknya.
BalasHapusuggs outlet, longchamp outlet, ray ban sunglasses, oakley sunglasses wholesale, ray ban sunglasses, louis vuitton outlet, christian louboutin outlet, nike air max, ugg boots, burberry handbags, michael kors outlet, uggs on sale, burberry outlet, oakley sunglasses, christian louboutin uk, oakley sunglasses, tiffany jewelry, polo outlet, jordan shoes, replica watches, louis vuitton outlet, longchamp outlet, christian louboutin, prada outlet, nike outlet, prada handbags, replica watches, nike air max, louis vuitton, kate spade outlet, uggs outlet, christian louboutin shoes, michael kors outlet online, oakley sunglasses, cheap oakley sunglasses, tory burch outlet, michael kors outlet store, michael kors outlet online, nike free, ugg boots, tiffany and co, longchamp outlet, chanel handbags, ray ban sunglasses
BalasHapustrue religion outlet, michael kors, air max, polo ralph lauren, nike roshe run uk, michael kors, sac vanessa bruno, converse pas cher, coach outlet, coach outlet store online, burberry pas cher, true religion outlet, nike tn, nike roshe, michael kors outlet, nike air max uk, true religion outlet, polo lacoste, nike blazer pas cher, nike air max uk, nike air force, coach purses, north face, nike free uk, north face uk, new balance, hollister pas cher, louboutin pas cher, mulberry uk, ralph lauren uk, ray ban pas cher, true religion jeans, nike free run, oakley pas cher, vans pas cher, kate spade, sac hermes, coach outlet, longchamp pas cher, michael kors pas cher, ray ban uk, hogan outlet, sac longchamp pas cher, nike air max, jordan pas cher, timberland pas cher, guess pas cher, hollister uk, lululemon canada, abercrombie and fitch uk
BalasHapus