“Meykke!! Malam ini aku
datang membawa satu hadiah untukmu. Aku akan membawamu ke dalam satu serpihan
masa yang paling ingin kamu jejaki kembali. Maka, serpihan masa mana yang ingin
kamu datangi untuk kedua kalinya?”
Gue kaget bukan kepayang,
lalu gue pikir mumpung ada kesempatan, buru buru gue berpikir.
“Wahai siapa saja kau
yang menyampaikan kabar gembira ini aku sudah memutuskan serpihan masa mana
yang bilamana bisa ingin sekali lagi aku kecap sensasinya. Aku ingin kembali ke
masa dimana aku Cuma memikirkan dua perkara dalam hidup ini ; besok ada PR apa,
pulang sekolah mau main apa.”
Iyess, gue buru buru
menjawab kalau gue ingin kembali ke masa kecil gue!! Gue sebenarnya pingin
mengecap kembali masa keemasan dimana hati merekah dengan putik dan benang sari
yang saling berlekatan tatkala dia membawa hati gue bersenandung di tepian
danau dengan mentari yang berkerjapan di beningnya permukaan air, tapi setelah
gue pikir pikir begitu gue kembali ke masa sekarang, semua itu toh nggak ada
gunanya karena hanyalah ilusi masa lalu penghambat masa depan, jadi gue nggak
jadi kembali ke masa masa pacaran dulu. Bagi gue, masa masa penuh keindahan
adalah masa masa kecil, saat langkah dengan riang gembira berikut tangan yang
berayunan lemah gemulai bersinergi menjadi satu.
* “IKE, INGAT!!! ROTI ITU
BIKINNYA JUGA DARI ES!! KAMU MAKAN AJA ROTI YANG BANYAK ITU SAMA AJA MAKAN ES
YANG BANYAK!!”
Suara Ayah gue
menggelegar se penjuru ruang tamu, disaksikan oleh seluruh penghuni, yaitu ;
kakek, nenek, Ibu, dan tante gue. Mereka semua mengerubungi gue yang duduk di
salah satu kursi yang ditempatkan di tengah sebagai pesakitan a.k.a tersangka!
Hari itu gue kedapatan melakukan tindakan kriminal, yaitu kriminalitas terhadap
diri sendiri.
--
Siang itu sepulang
sekolah dengan masih berbalut seragam bak bendera Indonesia gue berwajah riang
gembira. Uang saku gue masih sisa 100!! Setiap hari Ibu gue memberi uang saku
200, dimana 100 untuk ditabung dan 100 nya lagi untuk jajan sesuka hati. Hari
itu gue bahagia sekali pasalnya gue belum jajan dari pagi dan jadilah uang 100
berkerlingan di genggaman tangan gue, terpantul cahaya ceritanya.
“Aha!! Ike, apa yang
harus kamu nak beli???”
Bersamaan dengan itu,
temen gue melewati gue dengan sebongkah es lilin yang bahkan masih berasap.
Dia dengan binal menjilat jilat es lilin warna merah itu sampai tetesannya
mengaliri tangan tangannya. Rambutnya terurai liar terkena angin, kayak iklan shampo.
“Cegluk!!”
Kini dengan uang 100rupiah,
4 bongkah es berwarna warni berkerlipan kayak lampu natal ada di tangan gue dengan
empat warna, merah untuk strawberry, kuning untuk pisang, putih untuk leci, dan
coklat untuk coklat. Gue makan tuh empat empatnya kayak anak kesurupan. Bahkan,
gue makan es lilin sendirian di belakang sekolah biar nggak ada yang ganggu.
Dengan tetesan merah, kuning, putih dan coklat yang memenuhi pipi dan bibir gue
yang kini mulai mengering itu gue jalan dengan begitu gagah menuju rumah. Hari
itu adalah hari dimana gue bisa menuntaskan segala hasrat terpendam. Mumpung!!!
--
Malamnya, gue demam.
Esoknya, gue digantikan sepucuk surat. Gue cuman bisa tergolek di tempat tidur
dengan beberapa butir obat yang juga warna warni kayak es lilin yang gue beli
kemarin. Gue jadi pingin es lilin lagi. Plakkk!! Gue menampar wajah gue
sendiri.
“Woyyyy, lagi sakit lu
woyyyy!!!”
Beberapa malam
berikutnya, Ayah gue menggelar persidangan ini. Setelah dibuka dengan salam dan
segenap puja dan puji syukur kami haturkan kepada Alloh SWT, Ayah mulai
mengintrogasi gue. Muka gue, gue buat semenyesal mungkin. Gue tekuk bibir atas
dengan bibir bawah sedemikian rupa dengan mata yang satu ngelirik ke kanan dan
yang satu ngelirik ke kiri. Pokoknya gue nyesel abis.
“Ike, kamu tahu apa
salahmu???”
Gue menunjukkan muka ‘Ayah,
apa yang terjadi denganku’ alias tak tahu apa apa dengan semeyakinkan mungkin.
“Nggak tahu, Yah...”
“Kamu tuh emang nggak
peka ya!!”
“Emang salah aku apa,
Ayah?”
“Pikir aja sendiri!”
“Kenapa Yah?? Kenapa
malam ini tak ada bintang dan tampaknya langit begitu kelam?”
“Ah!! Semua anak memang
sama sajaa!!!”
Setelah percakapan yang
cukup pelik itu, akhirnya gue tahu. Saat gue menyedot es lilin dengan sepenuh
hati itu ternyata Mbak Nina, tetangga gue yang gue rasa satu badan bibir semua
itu telah mengikrarkan diri menjadi badan intelejen Ayah. Gue jelas tak bisa
berkutit. Ayah telah menguasai semua bukti buktinya. Semua yang ada di ruangan juga ikut ikutan merajam gue dengan
pandangan pandangan sinisnya. Bahkan, nenek gue melirik dengan lirik tiga jari.
Seram sekali!!
Tapi, memang larangan ini
bukannya tanpa musabab. Konon katanya, saat gue berumur 2 tahun, gue terserang
flek paru paru. Suatu ketika gue pernah sesak napas akut di malam buta dan
harus segera dilarikan ke dokter terdekat. Selama berbulan bulan bahkan dalam
hitungan tahun gue harus berteman dengan obat yang beraneka rupa bentuknya. Ada
yang sirup, serbuk, tablet, dan pil yang bentuknya juga macam macam, ada yang
bulat sempurna, elips, jajar genjang, segitiga sama kaki, dan macam macam
lainnya.
Karena itulah, Ayah gue
bilang gue boleh makan apa saja, asalkan itu bukan ES. ES adalah barang terkutuk buat gue, dan kalau gue berani beraninya makan es, gue akan dilaknat dan diturunkan ke bumi.Padahal, di usia itu
anak anak cenderung menyukai es lebih dari segalanya, termasuk gue.
Jadilah gue sering
disidang oleh Ayah gue karena gue tetep saja beli es diam diam. Bahkan sampai
sekarang gue masih inget bingit perkataan Ayah gue di sidang malam itu. Bahkan,
kata katanya masih terukir jelas di ingatan gue karena gue jelas percaya apa
kata Ayah,
“IKE, INGAT!!! ROTI ITU
BIKINNYA JUGA DARI ES!! KAMU MAKAN AJA ROTI YANG BANYAK ITU SAMA AJA MAKAN ES
YANG BANYAK!!”
Bahkan, Ayah gue kemudian
berpesan kepada Mbak Dah, kantin satu satunya di sekolah gue untuk melarang gue
membeli es.
“Mbak, kalo Ike mau beli
es, bilang ya, Ike nggak boleh makan es krim sama Ayahnya.”
Tapi Ayah lupa satu hal.
Dia lupa kalau anaknya selalu ranking satu selama kelas 1 SD ini.
“Tiwi, kamu mau beli es
ya??”
“Iya, kok tahu??”
“Tuh bulu hidungmu
melambai lambai pertanda kamu kebelet makan es lilin. Aku titip satu ya nih, 50
rupiah. Yang 25 rupiah buat kamu aja, ntar makan bareng bareng. Tapi, jangan
bilang siapa siapa ya???”
“Iya.”
“Janji???”
“Janji..”
Lalu kita menautkan jari
kelingking kita sebagai pertanda kalau kita akan setia dalam makan es lilin diam diam bersama sama. Syahdu sekali...
Lalu, gue dan Tiwi makan
es krim dan hidup bahagia.
“Ayah, walo roti terbuat
dari es krim, tapi Ayah lagi lagi lupa satu hal. Aku nggak suka roti,
ayah...Aku suka es lilin Mbak Dah!”
* PIYE?? MEH DOLANAN
OPO?? SUNDAMANDA? BEKELAN? SETRENGAN? TONG MOK? JRUMPET? KASTI? TELETUBISAN?
KARAMBOL? SETINAN?
Gue yang baru aja ganti
baju sambil makan nasi campur sup udah nggak sabar pingin ke rumah Erwin, si
bandar. Di lapangannya yang lumayan lapang, gue dan teman teman bisa bermain
beraneka rupa!!
Bahkan, gue pingin
bikinin “JADWAL DOLANAN” berikut bersama jam dan harinya, terinspirasi oleh
jadwal imsakiyah yang rame di dinding mushola setiap bulan Ramadhan.
“Ike!!! Itu kenapa dengan
kaos putihmu??? Kenapa sekarang jadi banyak bulat bulat coklat???”
“Biasa Ibu, Ike habis
main kasti bareng sama teman teman. Itu seru sekali, Ibu...”
“Seru apanya?? Pasti kamu
yang paling banyak kena bolanya?? Lihat, udah Ibu hitung ada 58 buletan!! Eh
busyeeeeeetttt!”
“Ibu, ini politik
Ibu...aku hari ini main kalah dulu, besok mereka akan terperangah oleh semua
aji aji dan jurus aku...”
“Aji aji apa?? Kemarin
dapet 37, kamu bilangnya kayak gitu. Kok sekarang malah nambah??”
“Ibu, aku mules.” Gue lari ke kamar mandi dan nangis sambil gayungan.
Andai tahun 1999 sudah
ada iklan sabun cuci baju itu pasti gue akan sangat terbantu.
“Ibu, berani kotor itu
baik!”
Saking banyaknya
alternative mainan yang bisa kita mainkan, bahkan kita bisa main 2-3 permainan
dalam satu waktu. Maka gue bilang, dulu gue cuman mikir 2 perkara dalam kehidupan
yang fana ini; besok ada PR apa dan besok abis sekolah mau main apa.
Dalam segala permainan
itu, bisa dikatakan gue jago hampir semuanya. Saat setinan, gue
bisa dengan tepat sasaran menggempur segitiga lawan dan menabrak semua
serdadunya. Bahkan, gue punya satu toples penuh setinan yang beberapa di antaranya hasil 'judi' di tanah perang. Saat sundamanda, gue bisa engkling nggak habis habisnya karena gue
bisa dengan jitu melempar ‘gacuk’ yang tepat dalam segiempat segiempat
berbentuk salib. Saat bekelan pun tangan gue yang lentiknya nggak ketulungan
mampu mendribble bola bekel dan mengeruk pion ato apalah itu namanya dengan
begitu gemulai. Lalu dalam setrengan pun gue dengan mudah menghentak hentakkan
kaki gue mengikuti interval tali karet yang terus menerus mengitari tubuh gue
yang ceking menjurus ke cekung. Karambol pun gue masih bisa mengikuti walau
beberapa kali temen gue sempat bingung mau memulaskan bedak Mars di bagian muka
gue mana lagi saking sudah meratanya. Tiap gue pulang, Ibu gue shocked.
“Ike, kenapa dengan
wajahmu??? Bedakan nggak gitu gitu amat, Ike....”
“Ibu, aku mules.”
Gue dan teman teman gue
akan memancarkan wajah berbinar begitu pak Bon, kepanjangan dari Pak Kebun Sekolah sudah memukul kepingan logam emas bertalu talu, pertanda pulang telah tiba. Karena
apa?? Karena kita akan menghabiskan waktu siang hingga menjelang magrib bersama
sama.
Pernah suatu ketika
bersepeda telah menjadi trend di desa gue. Gue yang notabenenya nggak mau
ketinggalan melonjak kegirangan saat Ayah gue mengajak gue ke toko sepeda dan
menyuruh gue memilih sepeda kesukaan gue. Akhirnya, gue membawa pulang sepeda
cewek yang besi depannya melengkung dengan keranjang yang cantik supawan
melekat erat di depan dashbord sepeda, pun sebilah boncengan berbusa menghiasi
sepeda gue tepat di belakang seat sopir. Sepeda gue bahkan bisa distandar dua!!
Bahagia merasuki seisi dada tatkala gue tahu sepeda gue ada 2 rem, depan dan
belakang!! Jangan salah, teman teman laki laki gue yang juga punya sepeda
selalu harus melemparkan kakinya ke belakang demi menginjak sekencang
kencangnya ban sepeda bagian belakang.
“Gini dooong, Keee...ini
namanya rem alami!!” Mereka memang tampak begitu gagah dan tampan saat dengan
sekali injakan, seet!!! Sepeda mereka berhenti seketika. Mereka sudah pro!!
Mereka teman teman gue!! Maka, di sore hari anak RT 1 sampai anak RT 6 akan
berbondong bondong ke garis mulai yang ada di ujung desa sana, RT 1!! Begitu
peluit mulut 'suit suiiiiiiiiiiiiittt!!' dikumandangkan, kita akan mulai melajukan sepeda kita, melewati
rumah rumah warga di jalan desa yang kerikilnya bersahabat, ditemani angin
sepoi sepoi yang membelai belai wajah, beratapkan langit jingga yang sedang
akan mengulum diri di ufuk barat.
Kami, anak anak desa Ambarawa sedang menguntai bait
demi bait cerita masa kecil yang begitu penuh dengan kebersamaan, penuh cinta,
penuh tawa dan lelucon yang sampai membuat perut gue terasa padat. Setiap malam bahkan Ibu gue sering mendapati gue ngomong di sela sela tidur, "Yesss, menang!!", "Aduuuh, kalo nembak bola kasti ke gue jangan keras keras dong, orang pelan juga pasti kena!", "Viiiit, ayoooo cepet cepetan sampai RT enaaaaaaaaaaammmm..."
Kini, hari ini, menulis
semua ini membuat gue sekali lagi mengulum senyum penuh kemenangan. Gue
memenangkan masa kecil gue yang gue jalani dengan penuh suka cita. Gue
memenangkan masa kecil gue yang walau dulu jauh dari bidang datar bisa diusap
tapi gue mengusap peluh gue sehabis bermain kasti, strengan, dan sundamanda
dengan kebahagiaan yang membumbung sampai di langit langit hati gue.
Lalu, masa mana lagi yang
lebih indah dari masa kecil bergelimang keriangan???
22 Mei 1992, tepat setahun gue ulang tahun |
di ruang tamu ini juga saat SD kelas satu, gue disidang!! |
Gue dulu suka pake topi biar kayak Susan |
Ulang tahun gue yang ke 5, gue udah mulai pose di depan kamera. Liat tuh, cantik khan. |
wajah close up gue sewaktu mau masuk SD |
Gue sebelum sekolah juga disuruh pose dulu, lengkap dengan topi rambut kepang dan tas punggung rajutan, kesayangan gue. |
Dan meskipun kita berbeda generasi, meskipun aku jauh lebih muda, tetapi rasa-rasanya tahun kelahiran kita hanya berbeda berbilang satuan tetapi tetap di puluhan yang sama! Masa kecilku juga belum terkontaminasi dengan kecanggihan yang mengalahkan permainan tawaran lapangan, lantai beranda rumah, atau yang memanfaatkan tali atau angin di udara. Masa kecil, ehm, masa-masa di mana bersih dengan teknologi, masa-masa di mana burung bisa terbang tanpa harus bantuan sentuhan tangan kita di layar-layar datar, adalah kesenangan yang harusnya direngeki anak-anak kecil jaman sekarang!
BalasHapusiya bener Huda.. masa kecil Vina juga belum ada yang namanya gadget..
Hapusenggg... roti terbuat dari Es :| bisa jadi isa jadi mbak mey..
ahahaha berani kotor itu baik.. berasa diiklan Rinso :3
tapi emang sih, masa kecil kita dulu itu beda dengan zaman anak kecil sekarang.
mereka tahunya gadget.
permainan seperti petak umpet, statak, dan lain-lain vina rasa ga banyak yang tahu..
Tapi mbak mei keecilnya aja udah gitu yaa :D kerennnn
hallo kak Meyke.
BalasHapusseneng rasanya bisa ngeblogwalking blognya kak Meyke lagi^^
Masa kecil itu emang menyenangkan bgt kak Mey. Untuk dikenang dan sekedar obat penawar rindu dengan masa-masa itu. Masa dimana kita hanya memikirkan pr, beramain, makan, tidur, dan kegembiraan lainnya. Dulu waktu kecil aku juga suka banget sama es lilin. tapi kalau di jaman aku dulu satuanya 500. sekarang udah 1500san.
masa kecil....oh..masa kecil...
BalasHapusiya.,,,,emang kalau seumuran gitu lagi seneng-senengnya...
soal harga es....dulu harga es disini juga masih 50-100 rupiah....ah, serasa ingin kembali ke masa itu...ketika sekolah dengan saku 300
anak kecil sulit banget dikendalikan ya....bahkan untuk nggak makan es aja sulitnya minta ampunn.......#sama
jadi terinspirasi buat nulis kebodohan-kebodohan waktu kecil yang lucu sih...ahahahaha
inspiring mbak tulisannya...bahasannya kayak fiksi...tapi pas...
Masa kecil emang masa yang paling indah yah kak. pas kecil engga terlalu memikirkan apa-apa, let it flow aja. mau cengengesan tiap hari, keluar engga pake celana juga enjoy ajah.
BalasHapustapi ngomong-ngomong, ceritanya lucu ih, ngegemesin.
ah masa kecil emang masa yang paling indah, disaat masih kecil yang dikenal cuma warna-warni pelangi tanpa ada campur tangan patah hati.
BalasHapusaak, itu fotonya kak meyke lucu bingiit aaak gemes. tapi btw, setinan itu apa ya kak?._.
Inget Mey, makan roti yang banyak, hahaha...namanya juga anak kecil, makin dilarang makin dilakuin, itu udah biasa, coba aja kalo nanti kamu jadi ibu, :D
BalasHapusmba ini ternyata nakal juga yah...
BalasHapusfoto jadulnya seperti film warkop DKI mba .. hhehe