Bulir hijau melambai
lambai. Aku masih bergeming. Bulir hijau melambai episode kedua. Aku mulai
menggerakkan kursor menghampirinya. Dengan satu jentikan saja, kotakan biru
siap menyambung lidah. Tapi tetap tak mampu sambungkan hati. Hati? Hahaha...aku
terpingkal.
“Ardiiiiiiiiiiiii...”
what the hell, jemariku lepas kendali. Dia bahkan tak sempat meminta ijin dan
bergerak liar di tut laptopku.
“Apa kabar?”
“Baik seperti biasa..”
Tak sampai 10 detik balasan mendarat menghalau ratusan jarak yang terbentang.
Iya, jarak yang terbentang antara kakiku dan kakinya, tak terhitung lagi jarak
yang terbentang antara relungku dan relungnya.
“Kamu?” Ini serupa
menyodorkan tangan nak bertepuk dan dia menyambut dengan sebilah tangannya.
“Alhamdulillah baik
bangeeeet...”
“Wah, udah lama nggak
ketemu yaaaa...” Tanganku mulai kurang ajar! Sudah akan aku tutup box kebiruan
itu, hanya saja tangan malah sibuk menari nari tak terkendali.
“Iya...” Dia menjawab
berkadar ala, ala kadarnya ditambah saja. Ala kadarnya saja.
“Gimana kegiatanmu akhir
akhir ini?”
“Aku sudah akan berangkat
ke Amerika seminggu lagi. Doakan lancar ya...”
Tiba tiba ada gumpalan
merangsek masuk dan mendadak membesar menganak pinak berjejalan di dada. Sesak,
tak bisa bergerak. Serasa ada yang menjalar hebat di serat serat relung, perih.
“Ah, iyaaaaa...aku doakan
lah pasti...akhirnya dapat juga beasiswa ke Amrik..keren banget!!” Aku
menyambar topeng di tepi kasur dan dengan sekali hentakan wajahku berganti
rupa.
“Iya, ini juga berkat
dukunganmu, May...” Bahkan aku lupa kapan aku mendukungnya. Walau aku terus
menyeret tubuhku mengayuh langkah begitu jauh, tak sekali pun aku mendukungmu
bergerak menjauh.
“Hehehe, tapi kamu keren...”
Kembali aku mengulang kata tak bermakna. Alangkah kerennya dia bila sekarang tinggal di sisiku, melangkah bersamaku, menjalin erat jariku, menua
bersamaku. Kembali aku terkekeh.
“Kamu juga keren bisa
langsung memutuskan merantau gitu, mana sendiri..”
“Habisnya if I stay in
that town I cannot breath. You are everywhere..hahaha” Aku menulis ‘hahaha’
bukan berarti aku benar benar ‘hahaha’. Canggih sekali teknologi masa kini.
“I am not everywhere..”
“Your trace is
everywhere. Hahaha...” Kembali aku menambahkan hahaha sebagai penghujungnya.
Seolah hal itu adalah lucu. Padahal nyatanya sekali. Sama sekali. Tidak lucu. Nyatanya dulu dia ada di sepanjang jalan raya. Aku melihatnya membonceng seorang wanita dalam guyuran hujan. Nyatanya aku melihatnya tepat di serambi rumah, bercakap penuh gelak dengan seorang wanita yang sama. Sial!! Bahkan dia dengan mahfumnya berdiri di dalam kamarku berikut seorang wanita yang mengikuti geraknya dalam balutan mukena penuh takhzim. Dia ada dimana mana mengikuti gerak ujung mataku, pisau hatiku, bersamaku.
“Ya sudah
Ardiiiii...semoga sukses di Amerika yaaaa....” Bila tidak segera kututup perbincangan
ini maka mataku yang besok seharian akan berat terkatub, bergelembung. Bah,
hatiku pun bahkan sudah mlembung.
“Kamu juga ya....semoga
bisa bernafas yang baik di sana...”
“hahaha..yesss, I wiil
for sureeeee....” Untuk memberikan keyakinan pasti aku bubuhkan emoticon smile
yang paling lebar. Lihat saja hatiku melebar, berserakan.
Lalu, aku tutup cepat
cepat layar laptopku. Dadaku meronta, gumpalan raksasa kini menghambur keluar,
dan aku terpingkal. Kenanganku berterbangan di banyak tahun yang lalu selama
bertahun tahun. Aku menutup mata untuk meresap setiap rasa di setiap kenangan
yang berdenyutan.
Tak ada lagi ‘kamu lagi
apa?’, ‘sudah makan atau belum?’, ‘gimana harimu?’ dan ‘udah malem cepetan
tidur’. Aku menggigil di ruangan sepetak ini di deru udara Jakarta yang
mendidih.
Ini kegilaan nomor 45.
Aku kini sudah menapak di tanah nan jauh di mato, menghisap udara yang tak lagi
senada. Lihat dong perjuanganku memotong lingkaran masa bernama lalu dan
mengayuhkan langkah sejauh mata memandang.
Aku mengatur nafas.
Mencoba menerima bahwa ini nyata adanya. Aku mengatur nafas yang menderu.
Seiring menderunya rindu. Semalaman aku mengatur nafas.
“Tidak papa...besok coba
lagi...” Aku berkata pada karbondioksida yang membumbung dari celah hidung.
“Tidak papa...besok pasti
bisa..” Aku berjanji pada jemari yang bergetar semu.
“Tidak papa...kamu sudah
keren tauuuk..” Aku menghibur gigi yang bergemeretak.
“Alaaaah, santay aja
kayak di pantay...” Aku mengelus mesra hati yang lebam.
Aku mengatur nafas
semalaman sembari menyusun lagi hati yang berceceran. Lihat aku sekarang, di
kota ini aku bisa bernafas dengan lega setengah mati...ini jelas lega sekali.
Lega. Aku terpingkal dengan mata meruah. Haruskah aku menyeberang samudera saja
besok? Atau aku bisa jadi melintasi negara? Ehm, atau mungkin aku menyeberang
lautan dan menginjak benua lain? Ah, gimana kalau aku urbanisasi saja ke sana,
katanya di sisi Tuhan adalah yang terbaik. Toh nanti orang orang akan mendukungku
penuh,
“Semoga ditempatkan di
tempat terbaik di sisi Tuhan...”
----
Syukurlah sejak malam itu aku tak lagi merasa sesak, apalagi berdetak.
bagaimana caranya agar tak lagi merasa sesak dan berdetak mey? bisakah ajarkan aku?
BalasHapussudah ku coba untuk memberi spirit pada hati tapi tetap tak bergeming. kegalauan itu ternyata terlalu betah.
tambah galau baca cerita mu mey. ini nyatakah?
sepertinya ini percakapan lewat chatting ya?
sangat jauh, amerika-indonesia. sangat nyesek ketika dia membalas hanya sekedarnya saja. pasti.
ketika sesuatu bernama masa lalu masih yang masih melekat dihati ternyata telah pergi bersama masa depannya, sialnya ketika masih memiliki rasa untuknya.
pantesan dibilangnya flash story tertragis.
Yaah kakak salah sangka dek...yg q maksut apalagi berdetal artinya nggak berdetak alias taamaaat. Hehe ini fiksi kakaaakk jdi q ga tau klo dsuruh ajarin cra mup on. Hehehe...
HapusIni baru mau ke amrik ceritanya kakak @.@
huaa..kamu jago banget main kata2nya meyk... kosakata b,ind kamu luas ya...
BalasHapuseh ini ceritanya si "aku" itu akhirnya meninggal ya...ato gimana eh..aku selalu bingung kalo memahami flashfiction... ahaha
Makasih miiiif ini pas kmrin ada ide aja gtu trus nulis hehehe...
HapusIyaaaak betul. Hahaha..
keren ceritanya. kok kayak pengalaman pribadi ya?
BalasHapusdichat gebetan ya? ehehee
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrgggg..merasuk banget mbak ....asli....mantab...
BalasHapusmungkin terlalu menghayati
Kakmeeeeyyy kemana aja baru nongol lagi? Kangen berkunjung ke blogmu tauukk.
BalasHapusKayaknya ini menyisipkan kisah pribadi ya? *eh sok tau. Tapi keren keren. Twist-nya ternyata si tokohnya meninggal. Hmm.. Itu meninggalnya karena apa kak? Aku kok mikirnya dia meninggal bunuh diri karena terlalu sakit hatinya. Dengan bunuh diri dia nggak akan lagi sakit hati.
Eh iya nggak ya? Kok malah berkesan negatif sih aku haha maaf maaf kak...
baca tulisan begini harus pelan-pelan, dicerna tiap katanya. intinya ini kegalauan ditinggal jauh ya :D
BalasHapusDiksinya keren kakak... ajarinn dong... aku tak pandai merangkai kata seperti itu... eehh... fiksi tapi kayaknya terisnpirasi dari kisah pribadi yahh *sok tau... aku malah tidak menangkap kalau tokoh "aku"nya meninggal..maksud dari tdak lagi merasa sesak apalagi berdetak... itu artinya si tokoh aku sudah bisa muv on... sdh bisa bernapas lega di kota jakarta... benar gak tuh???
BalasHapusKeren..
BalasHapusAku suka sama kata-katamu, nilai bahasa Indonesiamu berapa sih? pasti tinggi ya haha. Aku baca komen-komen yang diatas, 'Aku'nya mati kah ya? masih nggak nemu endingnya eh hehe.
BalasHapusceritanya muantapp banget, diksinya juga keren tapi entahlah mungkin akunya yang lemot mikir atau apa aku cuma nggeh dan paham saat cerita akan berakhir atau ada lanjutannya :(
BalasHapushemm, bagus cerita nya. cuma, pasti ada kelanjutannya :)
BalasHapusKata2nya megang banget nih. Tjakep !
BalasHapusIni aku udah baca.... ternyata belum komentar. Asli aku suka diksinya kak Meyk, unik, menggelitik, dan agak sedikit shocking yak. Terus ceritanya ngalir, sukak, cuma meskipun udah dibaca-baca lagi tetep agak bingung sama endingnya... keren
BalasHapus