Di cerita sebelumnya, di SINI aku menceritakan tentang betapa anak anak
menjadi sumber inspirasi, sumber kebahagiaan dan juga sumber pembelajaran dalam
hidupku yang panjangnya di puluhan dua dengan satuan yang senada.
Tapi, aku nggak hanya mengajari anak anak seumur mereka saudara saudara. Aku
juga mengajari anak anak seperti mereka.
Laura dan Nasya serius sekali |
Aqsha dan Grant memperlihatkan kue gabus enak sekali |
Jorel nggak mau kalah |
Canny, Zahara, dan Axel juga bikin... |
Nadja, Nichlous dan Elita ngerjain soal |
"duuuh, iki isine opo yo kiro kiro.." batin Aqsha |
Ammara dan Haidar sedang mengerjakan latihan. |
Mereka berusia sekitar 6 tahun hingga 13 tahun yang dibagi menjadi beberapa
kelas dengan buku yang berbeda beda tergantung dari English skill yang mereka
miliki. Lain anak anak kecil, lain juga anak anak yang sedang berkembang serupa
mereka.
Bila anak anak kecil, aku harus super duper ekstra sabar karena mereka
masih susah dikendalikan dan suka tidak fokus juga mainan sendiri, anak anak
seumur mereka sudah bisa diatasi dan diatur. Kalau pun yang umur 6 sampai 7
tahun masih suka mainan sendiri, hanya bermodalkan ‘eitsss...if you do it again
I will not give you stamp for today, and you will never get the toys you want
downstairs”, maka serta merta mereka akan
duduk dengan muka yang dibuat semanis mungkin, lalu aku akan tersenyum penuh
kemenangan.
Lain juga dengan anak anak seusia 9 sampai 11 tahun. Mereka adalah anak
anak yang sedang berkembang menuju kelabilan dan konspirasi hati. Cuman,
mengajar anak anak seusia mereka, yang aku pelajari dari sini, mereka harus
nyaman dulu sama aku. Mereka harus suka dulu sama aku, dan dengan begitu mereka
akan dengan mudah menyerap apa yang aku ajarkan.
Sebenarnya soal kenyamanan, semua murid memang harus nyaman dulu dengan
gurunya. Dan aku pikir kenyamanan adalah hal nomor 1 yang harus terpenuhi dalam
belajar mengajar.
Aku punya kelas dengan 11 siswa dengan rentang umur 9-11 tahun. Ini adalah
kelas terbesar di kursus ini karena emang satu kelas hanya menerima maksimal
10-11 siswa saja. Anak anak yang sedang menuju kelabilan pada awalnya aku nggak
yakin bisa mengajari mereka rupa rupa Bahasa Inggris seperti yang ada di buku. Aku
takut aku akan menjadi rempeyek di kelas saking garingnya. Aku takut aku nggak
asik.
But, sometimes you just need to force yourself to know where’s your limit,
and just go beyond the limit. Bahkan, mengajar mereka agaknya lebih sulit
daripada saat dulu aku mengajar anak anak kuliah saat aku kuliah juga. And, you
will never know until you try!
Sekarang, bahkan mengajar mereka walau pun penuh dengan tenaga dan effort
karena cowoknya suka teriak teriak nggak jelas dan kelasnya dimulai pukul 16.30
WIB, tapi bagi aku mereka adalah kumpulan anak anak yang menyenangkan. Di sini aku
dituntut tidak hanya duduk dan menyampaikan materi, tetapi juga ‘bermain sambil
belajar’. Dalam 1,5 jam, aku harus pake 30 menit untuk bermain game yang
berhubungan dengan bahasa Inggris atau pun membuat art and craft. Game bisa
jadi serupa eat bulaga, whispering game, akussing game, mimic game, treasure
game, corner game, dan setumpuk game yang tiap hari aku dan teman aku gali.
Mengajarnya pun sebisa mungkin full bahasa Inggris. Komunikasi dalam kelas pun
sama. Aku merasa beruntung bisa ‘tersesat’ di sini.
Banyak hal yang bisa aku resapi, pelajari, yang kemudian aku amalkan dari
sini.
Dan bagiku, guru bukanlah satu sosok yang harus ditakuti, lalu masuk kelas
kemudian ngoceh sana sini menjelaskan pelajaran, lalu it’s over. Dari sini aku
belajar, bahwa guru juga bisa menjadi teman mereka. Guru bisa bermain bersama
dan tertawa tergelak gelak berjamaah. Murid bisa memeluk dan menggandeng guru
mereka. Murid bisa bercanda dengan guru. Karena seseungguhnya guru bukanlah
sepenuhnya guru, dan murid tak sepenuhnya murid. Faktanya, aku banyak belajar
dari mereka, murid murid aku. Aku belajar banyak tentang mengerti karakter
anak, lalu belajar mendengarkan cerita mereka, belajar berteman dengan para
murid yang sedang menuju ke lingkaran keababilan, dan belajar banyak lagi.
Aku jatuh cinta dengan profesi ini dan bila Tuhan menghendaki aku akan
terus berbagi ilmu karena kalau berbagi uang aku belum mampu.
yihaaaaa aku juga guru lho, yang juga bergelut dengan dunia anak-anak, mereka lucu dan menggemaskan, tapi muridku keturunan Chinese semua :)
BalasHapusemang guru itu bukan sosok yg mesti ditakuti, tapi guru sejati adalah guru yg bisa menempatkan diri, bisa menjadi teman, bisa tegas saat bertugas dan bisa lembut di saat apapun... guru adalah aku, dan aku menyukai profesi itu
semoga aku dan kamu (beserta guru yg ada di dunia ini) bisa mengemban tugas dengan baik serta berbagi ilmu yg kita punya
semangaaaaaaaaaaaaaaat!
Ciee guru nih ye, Semangat semuanya, btw jadi guru in anak anaka seru ya bisa liat tingkah lucu nya..
BalasHapusWahhh bener bangett... aku ngerasain kayak gitu juga.. kebetulan aku ngajar sd juga meskipun sejujurnya aku ngerasa ga ada bakat dibidang pendidikan..
BalasHapusItu jadi hal yg nantangin bgt buat aku.. aku pikir gampang ngadepin anak sd ternyata ga juga.. aku lebih seneng mereka bukan jd muridku tapi jadi temen.. yg bikin bingung kalo harus nyiapin game buat mereka kalo udah ngerasa bosan.. kalo ga ada mentok mentok curhat bareng.. -_-
yang jadi masalah banyak murid saat ini adalah..ketika kewibaan guru berubah menjadi gengsi untuk menjadi kawan seorang murid...sedang murid menginginkan guru yang care dan dapat menjadi tempat berbagi.......
BalasHapusnah, mbak mey punya ide yang luar biasa..bahkan belajar dari murid mungkin dianggap sebagai sebuah hal yang tepat..banyak hal yang kita pelajari dari berbagai hal yang tidak kita duga....
"rezeki diberikan dari arah yang tidak pernah engkau sangka"
termasuk rezeki ilmu
kita memberikan ilmu untuk kehidupan mereka yang akan datang dan kita mendapatkan pelajaran hidup dari mereka. itu yang saya rasakan Bu Meykke..
BalasHapusenggak tahu kenapa ada sebagian murid yang ngerasa kalau guru itu galak, enggak bisa bedain galak dengan tegas.
padahal itu juga untuk kebaikan mereka, masih disalah artikan. padahal kan itu tugas kita sebagai pendidik.
dari dulu saya emang niat masuk di SD aja, enggak ada pikiran untuk ngajar di SMP atau SMA.
kayaknya enak aja ngajar anak-anak.
meykke...aku jadi gimana gitu tiap baca postingan tentang kamu yang menikmati banget profesi jadi guru...
BalasHapusenak ya ngurusin anak2 kecil..capek tapi nggak nyesek kalo kena omongan nggak enak dari anak2..beda sama ngurusi murid2 SMK yang bandelnya ga ketulungan...huft
but, sukses ya...barokah tuh pekerjaan kamu...soalnya bisa kamu lakuin dengan ikhlas...
selamatt..dan semangatttt... :D
Wahh... ini murid udah jago2 bahasa inggrisnya.. yah.. di omelin pake bahasa inggris paham... di nasehatin pake bahasa inggris udah paham juga,, wah sepertinya bu gulunya sukses nih.. eh di panggil bu atau kakak...ama muridnya hehe
BalasHapusYah..tetaplah mengajar generasi bangsa kita kakak... kakak akan bangga jika suatu saat mereka udah jadi org sukses :)
Wah, kayaknya kak Mey sangat menikmati pekerjaannya sebagai guru ya :D
BalasHapusSukses terus deh buat kak Mey! Teruslah berbagi ilmu pada mereka. Semangat!