Bila ini adalah Ramadhan
terakhir saya, apa yang akan saya lakukan?
Beberapa hari yang lalu,
karena sebuah keperluan saya mengunjungi kota Jakarta. Di remang remang malam,
saat saya melintasi jalan di lekak lekuk ibu kota, bak sebuah barisan, ibu ibu
dan bapak bapak paruh baya beserta anak anak mereka yang masih kecil kecil
duduk beralaskan tikar dengan gerobak di sisi mereka.
“Mereka malam malam di
sana ngapain?” tanya saya pada tante saya yang duduk di samping saya.
“Khan mereka nggak punya
rumah. Mereka ya tinggal di gerobak itu, dan setiap malam tidur di pinggir
jalan begitu.”
Kalau hujan bagaimana?
Kalau anak anak mereka
sakit gimana?
Kalau kebelet ke kamar
mandi gimana?
Dapat uang darimana?
Makan berapa kali sehari?
Banyak sekali pertanyaan
yang menggelitik nurani saya begitu melihat mereka duduk berjejeran. Tidak
hanya satu dua atau tiga keluarga, tetapi bahkan mungkin sampai 10 keluarga.
Itu baru di satu spot saja. Begitu kejamnya hidup bagi mereka. Di depan rumah
rumah mewah, ruko ruko dan swalayan megah yang terus berkembang pesat di kota
besar itu.
Dan sekarang bila saya
dihadapkan pada pengandaian, bila kali ini adalah Ramadhan terakhir bagi saya,
apa yang akan saya lakukan??
Saya akan membagi bagikan
menu berbuka puasa berisikan daging dan sayur untuk mereka. Lalu, saya akan
ikut konvoy sahur bersama anak anak jalanan dan para papa di penjuru jejalanan
sana. Saya akan melakukannya setiap hari bersama keluarga saya, teman teman
saya, dan para penderma yang berhati dermawan.
Lalu, saya akan membagikan seluruh harta milik saya sendiri sebagai zakat dan sedekah untuk mereka. Toh,
saat saya pergi yang saya bawa hanya amal, bukan uang. Toh saya masih single.
Akan saya bagi bagikan
daging yang sudah dimasak untuk mereka berbuka dan sahur. Lalu, akan saya beri
mereka uang yang cukup untuk bisa menikmati Ramadhan dengan secercah harapan. Tabungan
saya akan saya habiskan untuk mereka saja. Para pengais rejeki, para anak yatim piatu, para orang tak berada.
Mereka tidak perlu tidur
beralaskan aspal beratapkan langit kelam terbalut asap kendaraan. Bisa hidup
layak, bisa hidup bahagia karena berkecukupan.
Karena sekali dalam hidup
saya, saya belum pernah melakukan satu pun dari yang saya sebutkan. Saya belum
pernah berbuka bersama kaum dhuafa memakai uang saya sendiri, atau pun sahur di
jalanan bersama anak anak jalanan atau mereka yang lekat dengan jalanan setiap
malamnya.
Kenapa? Karena saya belum
punya uang yang cukup untuk bersedekah. Walau pun
“Bersedekahlah, maka
Alloh akan mencukupkan”, tetapi saya baru wisuda dua minggu yang lalu dan
sekarang sedang mencari pekerjaan. Jadi, kalau boleh, saya tambahkan menjadi,
“Andai ini adalah
Ramadhan terakhir dan Andai rejeki saya sudah berkecukupan.”
Tetapi, tidak perlu
menunggu sampai tiba Ramadhan terakhir, insyaAlloh bersama teman teman,
keluarga, dan orang orang peduli lainnya, saya akan melakukannya. Dengan uang
hasil jerih payah saya sendiri. Saya akan melakukannya. Aamiin...
Words : 447
amiiin, semoga kesampean ya kakak, niat mulia pasti ada jalannya
BalasHapusMudah-mudahan terwujud yah! Amin.
BalasHapusTuhan selalu kasih jalan kok, buat orang yang pengin ngebantu orang lain.