Untuk ke sekian kalinya, aku
mengayuh sepeda menjelajah Salatiga Raya!!! Salatiga adalah kota kecil di Provinsi Jawa Tengah yang berslogan Kota Beriman yang terletak di antara Kota Semarang dan Surakarta, di kaki gunung Merbabu dan Telomoyo. Itu mengapa, hawa Salatiga sejuk mempesona.
Well, walaupun tidak menjelajah juga,
karena dari dulu sampai sekarang juga selalu ada di trek yang sama,
Jetis-Selasar Kartini-Pancasila-Selasar Kartini-Jetis atau pun Kemiri-Kota-Pancasila-Kemiri.
Kalau diidentifikasi, kelas sepeda aku ini bisa dibilang kelas abal abal. Dan
karena emang bisanya baru sampai segitu. Tapi, dulu pernah bersepeda sampai
Getasan, membelah hutan, dan berakhir pada padang rumput alias lapangan sangat
luas dan kelokan sungai indah yang kemudian aku bersama Mela, salah satu dosen
CCU, dan teman teman baru mainan kartu sambil beristirahat sebelum pulang. Dan
bagi aku, itu adalah bersepeda paling mengesankan sepanjang sejarah. Di SINI
kisahnya. Ini terjadi setahun yang lalu.
Tapi, bersepeda bersama
teman teman kampus pun tak kalah mengesankannya, sampai kita ujan ujanan,
seperti yang dilangsir di SINI.
1. BERSEPEDA
Dan sekarang, walau pun
mulai dari peminjaman sepeda sampai jalur tetap sama, hanya saja karena partner
aku kali ini berbeda, maka sensasi nya pun berbeda. Yap, Dany. Terakhir bertemu beberapa bulan lalu di Salatiga juga, ehm...di SINI tepatnya.
Yap, kali ini aku bersama
sahabat aku akan menyusuri jalan Jetis-Pancasila-Jetis sore hari setelah hujan
mereda, jadi suasananya segar segar dingin gimanaaa gitu.
“ Oke bu, jadi kita nyewa
mulai pukul 3 ya..”, ucap aku kepada ibu yang menyewakan sepeda.
Ini adalah kali pertama
Dany bersepeda di kota Salatiga yang adem ini.
“Wah, seneng banget ya
Mey sepedaan gini..”
Dan aku mengamininya.
Kita melewati jalan depan
SMA Negeri 3 yang rindang tak terperi karena rerumbyungan pohon berumur ratusan
berbaris rapi di sepanjang sisi jalan. Ditambah lagi dengan dibangunnya Selasar
Kartini di sisi kanan yang membuat Salatiga semakin menyenangkan, teduh, dan
ramai. Pun kita melewati bangunan baru, Perpustakaan Daerah Salatiga yang aku
bilang megah. Kapan kapan aku harus menyempatkan diri untuk bisa
menyambanginya.
Dan sampailah kita di
tujuan pertama kita, Lapangan Pancasila.
Setelah memutari 7
putaran searah jarum jam, akhirnya kita berhenti di salah satu tempat duduk
beton untuk sekedar melepas lelah. Di depan kita terhampar lapangan dengan
rumput minimalis tetapi apik. Jauh di sana, tenda tenda berwarna senada
berderet deret menjajakan jajanannya. Yang terkenal di Lapangan Pancasila ini
adalah es buahnya. Berharga senilai 5 ribu kalau biasa, dan 10ribu bila
ditambah duren yang super lezatnya. Aku pernah nyoba waktu bareng sahabat aku
yang lain, Uma, kisahnya di SINI. Makanan enak lainnya adalah siomay, batagor,
dan aneka es serupa es campur, dan juga nasi goreng dan teman temannya.
Hanya saja, kali ini kita
tidak memutuskan es buah sebagai pelepas dahaga kita. Kita melemparkan pilihan
pada sebuah cafe steak yang ada di dekat Lapangan Pancasila. Nanti dulu. Kita
masih ingin menikmati suasana sore sambil mengayuh sepeda mengelilingi Lapangan
Pancasila dan sekedar duduk duduk dan melihat keramaian Lapangan Pancasila di
Minggu sore. Ini kali pertama aku mengunjungi Lapangan Pancasila di Minggu sore.
Lumayan ramai bila
dibandingkan hari hari biasa.
Puas mencetak memori di
lapangan Pancasila sembari memanggil memori memori masa lalu yang berserakan di
setiap sudutnya, aku kumpulkan dan aku kukuti, disimpan rapi do kotak pandora, kini
saatnya move on.
Kita segera menuju ke
cafe steak yang ada di sekitar Lapangan.
Sebelumnya, kita bertemu
dengan seorang bapak tua yang sedang berjualan bunga kertas warna warni yang
sebatang bunga hanya dibandrol dengan harga 300 rupiah saja. Bahkan, bapak yang
sudah renta itu berdiri saja sudah tidak bisa tegap. Badannya gemetaran sambil
terus mendorong gerobak penuh bunga kertas.
Ini kali kedua aku
bertemu dengan Bapak Tua itu. Kasihan sekali, di usia yang sudah renta, di usia
yang seharusnya sudah leyeh leyeh di rumah dan menghabiskan hari tua ongkang
ongkang masih harus jalan sambil mendorong gerobak sebegitu jauhnya demi
lembaran rupiah walau pun untuk berdiri saja badannya sudah gemetaran begitu.
Alhamdulillahnya, banyak
sekali yang membeli bunga dari Bapaknya. Banyak pasangan muda mudi, atau pun
keluarga yang akan makan di cafe itu menyempatkan memilih milih bunga dan
memborong bunga dari Bapaknya. The power of Indonesian.
Karena perut semakin
keroncongan, aku dan Dany segera masuk dan memilih sudut paling strategis dengan
penerangan maksimal. Haha..
2. MAEM SORE DI STAR STEAK
Cafe ini memiliki
kapasitas cukup besar. Para penikmat steak juga bisa memilih lesehan atau
kursi. Berhubung di lesehan sudah cukup sesak, kita memilih spot paling pojok
depan sambil melihat pemandangan luar di sela sela dinding berkayu bambu.
Eksotis! Dan ini kali pertama aku makan steak di tempat itu, kayaknya masih
baru. Entah emang baru atau aku nya yang kurang up-to-date. Allohualam.
Karena aku terus memegang
teguh pola ‘bersenang senang sebahagia bahagianya dengan mengeluarkan rupiah
seminim minimnya’, Paket Hemat A seharga 11k kiranya cukup untuk mengisi perut aku.
Alhamdulillahnya, karena
Dany nggak mau nasinya, akhirnya aku bisa menghabiskan nasi dua kuncup mawar
yang kalau digabungkan bisa jadi seporsi.
Menikmati lapangan
Pancasila sambil mengayuh sepeda sudah, beli bunga mawar kertas pelangi sudah,
menikmati steak dengan ikhlas di tempat yang eksotis pun sudah.
Sejak aku interview bapak
bapak yang menyewakan sepatu roda di Selasar Kartini, aku pingin banget bisa
mencicipi sensasi main sepatu roda. Di SINI, aku juga bilang sama Bapaknya
kalau aku akan kembali lagi untuk mencoba sepatu rodanya, di tempat Bapak yang aku
wawancarai dan ramah tamah tiada tara itu, karena berkat bapaknya aku bisa mendapatkan hasil gemilang dan hasil artikel serupa INI.
Berkat Dany, keinginan aku
bisa katam.
Selesai membayar pengisi
perut, kita kembali mengayuh sepeda menuju Selasar Kartini. Selasar Kartini
adalah taman beralaskan lantai dengan banyak tempat duduk beton dan pepohonan
yang membentang sepanjang jalan Kartini di depan SMA Negeri 3, Salatiga. Belum,
perjalanan kita belum selesai. Setelah kita mengembalikan sepeda dan membayar
dengan ikhlas 5k saja untuk durasi menyewa 1,5 jam, kita kembali lagi ke
Selasar Kartini dengan satu misi.
3. MAIN SEPATU RODA
Main sepatu roda.
Emang bisa?
NGGAK.
Emang udah pernah nyoba?
BELUM.
Dan ini letak
keseruannya. Aku dan Dany selalu sehati dalam hal nekat menekat dan hasrat
mencoba hal yang baru.Dan memang urat malu kita minimalis! Ini adalah kali pertama aku beralaskan roda berjajar 4
biji kecil kecil di masing masing kanan dan kiri.
Dengan membayar dengan
ikhlas 10k selama sejam, aku dan Dany mobat mabit ke sana dan kemari.
Memang puncak keramaian
Selasar Kartini adalah Minggu sore, berdasarkan penuturan bapak yang menyewakan
sepatu roda dan scooter di sana. Sepatu roda dibandrol dengan harga 10k per
jam, sedangkan untuk scooter 15k per jam atau kalau mau 30 menit bisa membayar
10ribu.
Setelah membaca ayat
kursi sebanyak 7 kali, aku mulai mencoba berdiri dan menjaga keseimbangan. Aku
narik narik kaki aku yang sudah beroda ini sambil mencoba menjaga keseimbangan.
Melihat balita balita dan anak anak kecil ngebut ngebut merajai selasar Kartini
beralaskan roda begitu bikin batin aku teriris iris. Melihat keadaan aku yang
jalan beberapa meter sudah keringetan begini terlihat sangat miris. Lalu,
kawanan anak kecil berlenggak lenggok nyalipin aku dan Dany yang jalan aja kayak
balita 10 bulan. Mereka hanya berdiri di atas sepatu roda pun mereka udah
meluncur dengan luar biasaaaa, kitanya mau jalan aja susahnya luarrr
binasaaaa...
“Ini mbak, jalannya huruf
V, mbak..huruf V..” Bapak pemilik sepatu roda mencoba membantu.
Keringatku menganak pinak.
“Oke, Meykke huruf V...”
Dan walau pun otak aku
memperintahkan kaki aku untuk berjalan dengan pola guruf V, tetap saja miring
sana, miring sini, melengkuk dan akhirnya
“gedebug prang!”
Pantat aku dengan
bijaksana mencium lantai Selasar. Mbak mbak berusia 22 tahun, jatuh di antara
para balita yang mampu berlenggak lenggok dengan cantiknya.
Aku nya sok cool,
padahaaaal...malunya inalillaaaah...
Dany pun bernasib serupa.
Dan memang seperti halnya ‘berani mencintai berani terluka’, pun begitu dengan
bermain sepatu roda. ‘berani mengayuh sepatu beralaskan roda, berani terjatuh
dan menelan rasa malu’. Semakin tua
umurnya, semakin besar pula kadar malunya. Nggak papa... Berani jatuh itu baik, Aku mencoba menghibur diri sendiri sambil mencoba berdiri lagi. Ini bukan aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Bukan...
Dan walau pun terjatuh
dan menanggung malu sebagai wanita peroda yang gagal, aku dan Dany tetap
mencoba beberapa kali. Dany agaknya lebih tangguh daripada aku.
“Oh Mey, aku ngerti. Kayaknya
tangan kita harus terombang ambing ke udara dengan sedemikian rupa biar
membantu untuk bergerak maju, Mey...”
Aku nya mengangguk sambil
terus meneliti kaki para peroda satu per satu. Teori sudah di tangan, hanya
saja mengaplikasikannya itu...susaaaahnya masyaAlloh...
Aku dan Dany ini udah tua
sendiri, bodoh sendiri...hina sekali...
Dany nya ternyata lebih
fast learner daripada aku. Beberapa putaran, dia sudah bisa mulai berpola, V,
sreeet...sreeet...gedebug prank!
Nggak papa... Berani jatuh itu baik...
Karena pantang pulang
sebelum pas satu jam, Dany beberapa kali masih terus mencoba sementara aku
hanya bisa mendoakannya sambil duduk di tepi arena sambil kipas kipas pake
ujung jilbab.
Dan 5.45 memberi tanda
kalau kesenangan ini akan segera berakhir. Udah sejam. Dan sebagai penutupnya, aku
pinjem bebek bebekan kecil yang dikayuh itu satu kali dan Dany memutari selasar
sekali pakai scouter yang biar jalan, penaik nya harus menggoyangkan pinggul
dan bawahannya ke kanan dan ke kiri elok sekali.
Berkeringat sudah,
olahraga sudah, sehat sudah, membayar 10k sudah, kita pulang siap mengarungi 25
km mengantongi kenangan berolahraga riang gembira.
Dan pengalaman
menyenangkan aku bersama Dany ditutup dengan tidurnya Dany di rumah aku. Kita
naik bis yang ternyata melewati jalan yang tidak melewati depan rumah Dany,
lewat jalan lingkar Ambarawa dan melihat kerlipan lampu lampu di sepanjang kiri
dan kanan, serupa serumpun bintang jatuh. Baguuuuuuusss banget! Dulu sekali aku
juga pernah lewat sini dengan sensasi yang berbeda. Ya sudah nggak papa...
Dan Dany adalah satu
satunya temen aku yang pernah nginep di rumah aku, tidur bersamaku. Dan dengan
begini, berakhirlah hari Minggu tertanggal 16 Juni 2013.
Dan bila kita tidak
terlalu berprinsip, “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”, maka memang
indah nian hidup ini.
Alhamdulilah...
Loh si dany pulang to?
BalasHapusWaaah, salam buat dany yaaak.
Btw, Salatiga bukan kota beriman tapi hati beriman. :D
iya tapi cuman 3 hari doang sih waktu itu Ngga..huwaaa..mesti salah, terus mesti kamu jadi pembenarku Ngga..bahaha..maapin yaak, namanya jga lupaaa -___-
Hapussayngnya dicirebon gada taman macam itu. gue punya inline sakte . paling maenanya di balai desa doang. dan sendirian. hiks...
BalasHapuswah, ga ada komuitas gitu ya Ben??ngajakin sama calon ibunya anak anakmu gih Ben..behehe
Hapusbang ben dari cirebon yah?? salm udang bang
Hapusbner kata ben di cirebon ga ada taman macam itu adanya mall dan mall bosen, udah gitu panas. seru kayaknya yah spedaan :)
yaaah, kacian ik..sini sini ke Salatiga ajah :3
Hapuswih,,,senengnya mbak meyke jln2 :)
BalasHapussy bisa naek sepeda tp takut klo hrus mengendarai d jlnan...heheh
mbak meyke jg gak trlalu bsa sepatu roda? heheh...sm dong :)
weee...seru lo kalau di jalan gitu...iya nggak bisa, nggak pernah main n ga pernah belajar jga sih Mi..@.@
Hapusihhh enak bangetttt... banyak banget pertanyaan yang mau gue tanyain.
BalasHapuspertama itu kayaknya asik banget ya dilapangan pancasila, kalo di Samarinda yang begituan gak ada loh, kampret -__-
trus disana ada bunga kertas 3 bijij 1000. busett murah banget...
terusss itu makan yg paket itu cuman 11k itu apa aja isinya, waaaaa, gue mau tinggal disana dan hidup bahagia selamanyaaa *jomblo woyy jomblo*
waaah, aku juga pingin travelling ke Samarinda ada apaan kira kira San?? behehehe *ngarep
Hapuskasian ik, sini hidup di Salatiga aja, bahagia selamanya..aku padahal pingin banget pergi dari sini, biar bisa melanjutkan hidup. hahaha...
itu isinya steak ayam kebanyakan tepung, nasi satu kuncup mawar sama teh botol gitu... :3
wah asyik banget kayaknya perjalanannya, udah capek-capek olahraga langsung menuju tempat makan.
BalasHapuseh kayaknya tmpt main sepatu roda itu beneran khusus ya sampe" ada tmpt peminjamannya juga. Di kota saya sepatu roda itu kayak udah punah :')
iya asiiik..hehehe..
Hapusuhm...ya itu untungnya bisa buat mainan inline skating gitu sih Rizky..uhm, emg daerahnya dimana?
di Kota Pempek mey =))
Hapusitu jauh atau enggak dari kecamatan tingkir, mbak mey?
BalasHapusuhm..lumayan deket sih Mot..kenapa? tau??
Hapustapi tingkir itu kecamatan ato daerah ato apaan ya, kurang ngerti @.@
keren banget, meyyy -_______-''. gue seumur'' belom pernah naek sepeda jalan'' di jalanan gede, ujung''nya di depan rumah doangan.
BalasHapuslo nggak bisa maen sepatu roda, mey ??? hahahah, hari gini nggak bisa maen sepatu roda. sama dong -____-''
Wah asik banget mey ada penyewaan sepeda gituan, di tempat gue kayaknya gak ada deh, lagian mau sepeda-sepedaan kemana? Panas banget di semarang, sekalipun sore..
BalasHapusAbis sepeda2an gitu, terus berhenti makan, emang keteknya pada gak basah ya? :D
Mumpung masih muda, dinikmati aja ~(˘▾˘~) ~(˘▾˘)~ (~˘▾˘)~
iya i know Semarang panas bukan kepalang emang yaaa..cabal eaaa..sini kapan kapan ke Salatiga Dotz...sepedaan di Salatiga nggak bikin ketek basah! Sumprit!!!
Hapusyoilah Dotz, mumpung nih mumpuuung!!:3
di Padang jga ada penyewaan sepeda,keliling pantai sih.sayangnya,panasnya gak nahan.mkin eksotis kulit dibuatnya..hehe
BalasHapuspengen nyoba sepatu roda jga aah..tpi gak mau jatuh..#lha??
huwaaaa..aku mau bangeeet dari dulu mimpiku sepedaan di tepi pantai pake topi lebar sama rook merumbai rumbaiii..behehehe...
Hapusyaah, sama kayak mau mencinta tapiga mau terluka..haha
huaaa seru banget sepertinya.. jadi pengen olahraga kayak main sepeda & sepatu roda gitu..
BalasHapusudah Kuh ambil sepedamu dan rodamu :3
HapusWah, itu nggak sekalian naik ke Merbabu ya? Seger emang udara Salatiga. Masih asri. Sepatu rodaan di sana boleh dicoba tuh ntar kalau main ke rumah saudara di sana. Thanks ya:)
BalasHapusiyaaa Mbak Lina yang hobinya naik gunung khan entar bisa mendaki sambil pake sepatu roda @.@
Hapus