“Pulang Bedono, mbak?”
“Bukan Mbak,
Kelurahan..la mbaknya?”
“Tapak.”
Pertanyaan singkat itu
membuka percakapan panjang kita selama perjalanan.
23.04.2013
Seperti biasa, gue wifian
dan berkumpul bareng temen temen kuliah di ruang Access. Gue ngelesin dua jam
setelahnya. Pulang ke kost Mela untuk sholat Ashar, dan meneruskan langkah
menyambangi jarak 25 km, ke rumah.
Karena lapar, sesampainya
di Ambarawa, gue beli gorengan 2000 dapat 4, yaitu tempe goreng dua dan
gumpalan daun ketela diselimuti tepung dua. Kenapa nggak makan? Takut
kemalaman.
Sudah magrib, sudah
sampai di Ambarawa, dan gue dengan cekatan ndlosor di teras sebuah toko pakaian
bersama mbak mbak pabrik dan pekerja lainnya yang sedang menunggu jemputan atau
menunggu bis.
Dan dimulailah percakapan
itu. Hal yang paling menyenangkan buat gue ketika nunggu adalah ngobrol.
Mungkin emang dasarnya orang nya suka banyak omong. Dan emang sudah menjadi
kebiasaan suka ‘mencoba’ ngobrol dengan mbak mbak yang duduk di sebelah gue,
entah di bis, di emperan toko, di teras warung, mau laki mau perempuan. Gue
ajak ngobrol, tentu saja tanpa modus. Ngobrol dan berkenalan dan juga bercerita
membuat perjalanan menjadi lebih cepat, dan dari situ gue sering mendapat
pelajaran hidup yang luar biasa.
Ani. Ternyata itu namanya.
Dia bekerja di sebuah salon di Ambarawa, sudah dua tahun, dia bilang.
“Pulang dari SMK mbak?”,
tanya dia..
“Bukan, kuliah mbak..”
“Owh...udah berapa tahun
kuliah mbak?”
“Kira kira berapa
mbak??”, maksutnya gue mau tahu seberapa tua kah gue kelihatannya. Haha..
“Baru masuk ya mbak?”
“Owh, aku keliatan kayak
mahasiswa baru masuk ya mbak?”, gue girang bukan kepayang.
Gue semuda ituuuh?? Owh
Tuhan terimakasih...sorak sorai batin gue.
“Errr....2 tahun ya
mbak??”, dia menerka lagi.
Gue masih saja semuda
itu??Kyaaaak..sorak sorai percakapan batin gue mulai menggunakan majas
hiperbola.
“Aku keliatan semuda itu
ya?”
“La berapa mbak?”
“Aku sudah skripsi mbak,
sudah tahun terakhir..”
“Wah, malah tuaan mbaknya
ya? Tak pikir tuaan aku...” dia berujar.
It is amazing!! Dia, yang
ternyata kelahiran 1994 dengan gue yang kelahiran 1991, bahkan dia berpikir
kalau gue ini lebih muda. Subhanalloh, gue bahagia kalau begini caranya.
Lalu percakapan kita
mengalir sambil menunggu bis. Dan bis Kartika Sari datang. Tumben tumbenan ini
bis kosong mlompong, bahkan kursinya pun masih banyak yang single. Pas.
Biasanya, gue sampai
harus berjejalan dengan para pekerja pabrik sampai wajah gue pernah nempel di
kaca depannya. Itu ngeri tapi seru.
Dan sepanjang perjalanan,
sambil ngemil gorengan, dia mau gue kasih nggak mau sih, kita bercakap cakap.
Tanpa merasa diinvestigasi,
dia menceritakan bahwa sejak lulus dari SMP, dia pernah ikut orang berjualan di
pasar, dan karena tidak betah, akhirnya dia memutuskan untuk keluar dan
menganggur selama setahun. Lalu, tawaran datang dan akhirnya sudah dua tahun
ini dia bekerja sebagai pegawai salon di
Ambarawa.
Kita ngobrol mulai dari
jenis bis yang sering kita tumpangi,ada Sumeh, ada Tri Sakti yang kondekturnya
sering kasar kalau nyusuh penumpang buat geser dan berbagi tempat, sampai
pengalaman hampir jatuh saat turun dari bis karena didorong dorong. Kadang gue
ngerasa aneh. Kadang, gue sekali bertemu gitu, kita bisa berbicara banyak hal,
bahkan hal yang pribadi sekali pun seolah olah kita sudah mengenal lama.
Mungkin karena kultur orang Jawa yang ya...bisa dibilang ramah dan suka
bersosialisasi.
Berbagi cerita hidup
dengan orang lain, bahkan yang baru saja dikenal juga bukan hal yang tabu. Dan
pertemuan gue dengan Ani, membuat gue lebih bisa memaknai hidup. Nggak melulu
merasa susah atau berkeluh kesah. Atau bahkan merasa sial.
Nggak melulu menatap hal
yang menyilaukan mata tetapi juga perlu memandang hal yang meneduhkan hati.
Bahkan, itu si Ani, turun dari bis masih jalan menurun, menyeberangi jalan kereta
atau rel, lalu naik lagi sangat terjal, lalu memasuki sebuah gapura, dan di
gang paling akhir,dia harus berbelok dan baru sampailah. See? Banyak orang yang
berjuang dengan hidupnya. Orang semacam kita kalau masih mengeluh kurang ini
dan itu agaknya kita tergolong makhluk yang tidak mampu mengucap syukur, tidak
mau berterimakasih. Tinggi hati. Tinggi hati karena merasa tidak mujur. Miskin
sekali.
“Apa nggak takut ek nanti
jalannya?”
“Ya takut mbak, paling
takut itu kalau ada preman. Tapi ya gimana, kalau ngga gitu ya nggak pulang,
mbak...”
Itu poinnya menurut gue.
Rumah jauh dan harus berjalan sedemikian jauh adalah keadaannya, hal yang nggak
bisa dihindari. Dan reaksi yang tepat ya memang harus dihadapi. Because, well,
it is how life runs! The most important thing is not how the situation is,
instead, how we react toward it!!!
Dan Ani membuat semangat
gue semakin meletup. Dan gue doakan, Ani, semoga sukses!! Bisa mengasah
kemampuannya di salon karena gue pikir bekerja di salon adalah hal yang
menjanjikan karena dewasa ini salon bak jamur, ada dimana mana, beranak pinak.
Dan gue pikir semakin ke depan, bisnis salon akan semakin bak kacang godog,
merajalela.
Hari ini, gue belajar
lagi, semangat gue dicharge lagi. Dan akan menjadi betapa tidak beryukurnya gue
kalau dalam keadaan begini gue masih terselip rasa ‘kok aku nggak kayak dia?
Kok aku harus begini, sedangkan dia tidak? kok??Kok??Kok?? petok petok
petok...”
Nehi.
“Jangan menunggu bahagia
dulu baru bersyukur, tetapi bersyukur dulu maka kamu akan bahagia.”
“Jangan menunggu hari
yang indah dulu baru bersyukur, tetapi bersyukur dulu maka hari hari yang indah
akan datang padamu.”
“Jangan menunggu banyak
rejeki dulu baru bersyukur, tetapi bersyukur dulu maka Alloh akan membukakan
pintu rejeki yang lebar untukmu.”
Itu kata kata mutiara,
bukan kata kata gue. Gue nggak sebijak itu. Tapi, gue mencoba meresapi dan
menghidupi hidup gue di jalan yang nantinya akan berbuah keindahan. Asik
banget. Haha..
Terimakasih, Ani untuk
obrolan ringan yang menggetarkan. Semoga Alloh mempertemukan kita lagi suatu
hari lagi, dengan keadaan yang lebih baik. Kamu dan aku.
Semangat!!
23.04.2013
satu hal dari artikel ini yang baru gue ketahui (lagi) soal kamu, mey.
BalasHapusternyata kamu lebih narsis dari mbak mbak tukang salon. iya gitu mey! ehem *benerin kerah baju*
we??? kok bisaaa??hahahah
Hapussetuju sama yg ini
BalasHapus“Jangan menunggu banyak rejeki dulu baru bersyukur, tetapi bersyukur dulu maka Alloh akan membukakan pintu rejeki yang lebar untukmu.”
hehehe, :D
Hapus