Hari Sabtu. Weekend.
Tetapi sabtu kemarin bukan weekend gue. Ehm, nehi. Itu weekend gue, hanya saja
weekend yang gue isi dengan bekerja. Boleh khan pake term ‘bekerja’? Toh
bekerja khan melakukan suatu aktifitas yang bisa menghasilkan sesuatu dan juga
mendapatkan imbalan.
Pukul 8 Gue sudah siap
siap mandi.
2 jam kemudian, gue sudah
katam menyelusuri jalan Ambarawa-Salatiga dilanjutkan dengan fotokopi materi,
lalu kembali naik angkot nomor 2. Sesampainya di jalan Pramuka, gue jalan
sekitar ehm..ya...300 meter.
Yak, gue semangat hari
itu. Karena gue ada tantangan baru. Gue akhirnya punya kesempatan ngajar anak
SMA, dan itu kelas 3 yang sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti test
Poltekkes. Tugas gue adalah mengantarkan ilmu yang gue punya untuk mereka.
Memang benar, kalau untuk
bisa sampai ke level yang kita inginkan, kita harus meniti sedikit demi
sedikit. Setapak demi setapak. Selangkah demi selangkah.
Kalau gue melompat
kembali ke masa lalu, sekitar setahun yang lalu, saat gue masih menjadi tutor baru
di sana, dengan label tutor Inggris, siapa yang pertama gue ajar coba?
ANAK SD.
Bahasa Inggris? Bukan.
IPS.
Sangat awal dulu gue
nggak pernah ngajar bahasa Inggris, tetapi ngajar anak SD. Dari mulai kelas 1
belajar baca dan tulis, kelas 2 dengan topik yang serupa, lalu naik kelas 3
bahasa inggris tentang benda benda di dalam kelas, SMP masih bisa dihitung
dengan jari. Bahkan sangat jarang. Gue juga ngajar private anak SD yang
berkebutuhan khusus.
Lambat laun, gue
dipercaya untuk memegang anak SMP. Ada yang suka sama gue ada yang
berkebalikan.
Gue anggap, ‘well, it is
how life runs. You cannot please everyone. NO matter how hard you try, there
will must be people who dislike you.’
Dan selang beberapa waktu, yang dulu nggak suka guru macam gue, sekarang mereka mau diajar gue.
Dan semakin gue menikmati
mengajar bahasa Inggris, kelas SMA pun gue pegang.
Yap. Seperti hari ini.
Ada dua anak yang booking kelas bahasa Inggris selama dua jam. Dan karena tutor
lainnya berhalangan, gue yang menggantikannya. Ini kali pertama gue ngajar anak
kelas 3 SMA. Sewaktu gue ditawari, gue takut. Takut nggak mampu. Dan setelah
gue pikir pikir, gue udah mau lulus. Nilai Grammar gue pun bisa dibilang bagus,
speaking gue juga kata dosen Public Relation gue, “kalau dipoles sedikit dengan
sedikit gesture, you will be excellent speaker!”. Lalu ketakutan macam apa yang
sebenarnya gue idap?
Dan gue sanggup. Selama
dua jam itu gue dengan sepenuh hati ngajar mereka, dengan penuh antusias.
Nggak Cuma dua jam itu. Dari
kesepakatan dua jam itu, Miss nya bilang mau nambah kelas gue dua jam lagi
yaitu anak SMP dan anak SMA kelas 2. Oke.
Dan setelah selesai dua
kelas anak SMA kelas 3 tadi, Missnya minta tambah satu kelas lagi karena yang
seharusnya pelajaran Fisika, tutornya berhalangan hadir.
“Miss, kalau nambah satu
lagi tetapi ada jeda sejam lagi nanti jam 4 sampai 5 gimana Miss? Anak SMA
kelas 1 Miss?”
“Wah, gimana ya Miss..
kalau digabung sama Senin aja gimana Miss?”
“Oh ya udah berarti nanti
sampai jam 3 ya Miss?”
Gue sambil jalan ke kost
temen gue buat nitip sholat Duhur sambil mikir keras. Ini keras banget.
Kata Merry Riana dalam
bukunya, sabet semua kesempatan yang ada. Jangan sampai melewatkan kesempatan
yang datang begitu saja. Bahkan kalau tidak ada kesempatan, ciptakan kesempatan
itu.
Gue jadi menganalogikan
antara bis sama motor. Jangan kayak motor yang kalau nyebrang nunggu kesempatan
kosong dulu, tapi jadilah seperti bis. Dia tidak pernah nunggu kesempatan sepi
dulu baru nyebrang, tetapi dia ciptakan kesempatan itu dengan memajukan moncong
bisnya dan otomatis mobil lainnya akan mengalah.
Lalu, gue kirim SMS
“Miss yang anak SMA nanti
sore sekalian nggak papa Miss.”
“Oke Miss, jadi habis ini
jam 1 SMP kelas 2, lalu jeda lagi sejam. Jam 3 anak SMA kelas 2, lalu terakhir
anak SMA kelas 1 ya Miss..”
Tebas semua kesempatan,
pikir gue. Selagi gue yakin gue bisa, gue lakuin. Dan kalau gue nggak yakin,
berbekal ‘You will never know before you try’, akan gue dorong tubuh gue untuk
menghadapinya dan rasakan sensasinya. Mengingat nanti dunia kerja itu juga
kejam. Katanya.
Singkat cerita hari itu
gue ngelesi 5 jam. Dan membayangkan tanggal muda semakin dekat, gue jadi makin
semangat.
Di tempat les, gue juga
dapat banyak pengalaman, banyak pelajaran.
Murid gue, Nabila. Dia
kelas 2 SMP. Sambil ngelesi, kita berbincang bincang. Dari percakapan itu gue
tahu kalau dia ternyata atlet lari.
“Duh, Miss maaf agak
nggak connect Miss. Lagi capek..”
Kemarin kita belajar
tentang tag question serupa ‘Kamu cinta aku, khan?’ dalam bahasa Inggris, “You
love me, don’t you?”, Atau kalau kalimat sebelumnya negatif seumpama ‘Kamu
nggak benci aku, khan?’ menjadi ‘You don’t hate me, do you?”.
Kalimat positif
akan menampilkan tag question negatif dan itu terjadi sebaliknya.
“Kenapa capek?”
“Habis jogging sejam, kan
sabtu pulang awal..”
“Siang siang jogging??”
“Iya, soalnya Mei Juni
ini banyak even, Miss. Jadi jam 4.30 aku bangun lalu jogging sampai jam 6. Siap
siap sekolah, jam 6.20 berangkat sekolah. Nah nanti sore jogging lagi jam 4
sampai 5.30. Khan kalau senin sama sabtu itu pulang gasik, jadi setiap senin
sama sabtu ditambah latihan lari siang jam 11 sampai jam 12.”
Dan otak gue melakukan
kalkulasi. Pagi 1,5 jam. Bila senin dan sabtu, maka siang selama 1 jam. Dan sore
harinya selama 1,5 jam juga. Total latihan lari dalam sehari 4 jam. Gue jogging
10 menit di pagi hari saja peluh sudah berceceran di jalan dengan hidung yang mekar mekar. Ini 4 jam.
“Eman eman Miss kalau
nggak gitu, rencananya Mei mau ke event di Gorontalo, terus juga mau ke Cina,
tapi nggak tau bulan apa.”
Dan dengan motivasi dan
dorongan atas mimpi nya itu, dia teguh berlari, setiap hari, 4 jam.
Nabila saja mampu bekerja
keras untuk mewujudkan mimpinya sebagai atlit lari, gue pun harus sanggup. Mimpi
itu memang menghidupkan hidup!!!
Di hari kemarin gue juga
mendapat salah satu poin penting.
Dia yang menginginkan
lebih memang harus mengerjakan lebih.
Life, here we GO!!
Kemarin, akhirnya jam 7
gue sampai rumah. Gue nggak harus jalan lagi buat nyegat angkot karena murid
gue, Anggit nganterin gue sampai Ramayana, dan gue tinggal naik angkot nomor 2
sampai ke Kemiri. Dilanjutkan naik angkot Salatiga- Ungaran, menempuh kemacetan
beberapa saat dan sampailah di Terminal Bawen. Lalu, gue naik angkot
Semarang-Ambarawa dan turun di sebuah toko baju bernama Pauline, dilanjutkan
naik angkot bercat kuning, sampai selamat di rumah.
28.04.2013
14:09
pertamax wkwkwkw
BalasHapusjangan2 mantan supir bisa ya wkwkwk... analogi nyari kesempatan itu lho, ato jangan2 mantan keneknya :P
Hapuskeren, dari mulai anak sd sampe ngelesi anak sma. ntar pada akhir kisah ngelesi anaknya sendiri *eh
wekekekeke, karena gue pengamatnya Zim, setiap harinya ngamatin bis gede dan kisah para kendaraan kecil..haha
Hapustapi g pernah ngamatin motor gua ... motor gua juga kendaraan kecil lho
Hapushahahaha, piye to Zim piyeeee....:p
Hapusmeyke toopppp.. kalo saya, sampai hari ini, belom berani mey ngasih les pelajaran lain selain bahasa inggris semata wayang.. hehehe
BalasHapuscoba dicoba mbak..you never know before you tryyyy....
Hapushihihi..makasih mbak :D