Sambungan dari INI.
Nah, itu cerita betapa gue merasa untuk bisa ke kampus, lari lari adalah kegiatan rutinitas di semester semester tengah kemarin.
Jarak 25 meter yang terbentang di antara kita (gue dan kampus,red) membuat tenaga gue terkuras di jalan.
Lari lari sebenarnya sudah tidak asing lagi dalam hidup gue. Bila gue flashback satu strip fase hidup gue, saat gue masih memakai seragam putih abu abu dengan tingkat kelabilan yang diperkirakan mencapai titik nadir, gue sudah akrab dengan lari lari.
Oke. Jadi gini, Dulu, gue juga sekolah di salah satu SMA di Salatiga. Kota yang sama. Gue juga bolak balik dari Ambarawa-Salatiga setiap harinya. 25 kilometer. Bedanya, dulu gue sama temen temen seperantauan, sekarang mereka merantau sendiri sendiri. Dan gue, masih setia dengan ini semua. Gue belum move on. Jadi, sejak sekitar 7 tahun yang lalu, gue setia naik bis ESTO atau pun SARI, atau pun SUKSES, gue setia meniti jalan demi jalan di sepanjang jalur Ambarawa-Salatiga, dan bahkan muara kaki gue tetap di spot yang sama, di depan gang besar bernama Kemiri. Kalau SMA, gue masuk gang itu lalu belok kiri, kalau kuliah, gue lurus nggak pake masuk gang, terus melewati Diponegoro internet cafe and game center, melewati pos polisi, lalu SD Al-Azhar, diteruskan dengan deretan penjual makanan di pinggir jalan. Dan, belok kiri.
Bisa disimpulkan, SMA dan universitas gue itu tetanggaan.
Nah, maka rutinitas pulang dan pergi pun nggak jauh beda. Dan proses pelarian pun hampir serupa. Bedanya, dulu gue kalau lagi apes nggak bisa naik bis di jam yang pas, gue harus lari lari mulai dari gang itu, bersama teman teman senasib lainnya.
Ayo pertama, gue jalan cepat, Ayo kedua gue setengah lari, Ayo ketiga gue lari tak terkendali.

Itu gerbangnya sudah Cuma menganga tidak lebih dari 50 centimeter doang. Tinggal satu hempasan, tidak ada jalan bagimu.
Itu gerbangnya sudah Cuma menganga tidak lebih dari 50 centimeter doang. Tinggal satu hempasan, tidak ada jalan bagimu.
Dan tak jarang pula walau sudah berlari sedemikian hingga, sampai depan sekolah, celah gerbang sudah 0 cm alias tertutup rapat.
“Pak...buka paaaak...” 
kita pasang wajah ‘tolong beri aku satu kesempatan lagi, aku nggak akan ngecewain kamu’, kita tempelin wajah ke pagar yang lubangnya bermotive, bibir melengkung ke atas serupa U dibalik, dengan hidung kembang kempis. 15 menit kemudian, pintu akan dibuka, dan kita masuk kelas.
kita pasang wajah ‘tolong beri aku satu kesempatan lagi, aku nggak akan ngecewain kamu’, kita tempelin wajah ke pagar yang lubangnya bermotive, bibir melengkung ke atas serupa U dibalik, dengan hidung kembang kempis. 15 menit kemudian, pintu akan dibuka, dan kita masuk kelas.
Wooo...tidak dong, hidup tidak semudah itu....ndak..
Kita baris, kita mendapatkan petuah petuah di pagi hari, dan kita melangkah ke kantor. Mencatat nama beserta alasan mengapa bisa terlambat. Gue bingung, mau gue tulis,
“bisnya jalannya lambat” sangat tidak etis karena emang bisnya nggak pernah jalan cepat.
“tersesat”, sangat tidak manusiawi karena gue bukan Arai yang harus nunggu buaya lewat dulu lalu membelah bebukitan, mengayuh sepeda tuanya, dan mengarungi berbagai medan untuk bisa mengenyam gizi otak demi masa depan secerah mentari di pagi hari.
“jembatannya roboh separo.” NEHI.
Dan hampir tiap hari juga di sepanjang kelas dua semester akhir sampai kelas tiga siklus gue seperti itu.
Tapi, gue bangga tak terperi pernah menorehkan kenangan bersama sahabat sahabat gue selama tiga tahun. Itu adalah tiga tahun yang luar biasa di sekolah yang tidak hanya mengisi otak, tetapi hati, akhlak, dan iman. Hehehe...

--------------------------------------
Dan bila melangkah mundur dua strip lagi, bisa gue bilang gue benci LARI. Dan pelajaran yang gue paling benci adalah OLAHRAGA. Why???
Simply karena gue nggak bisa. Dan apesnya adalah pelajaran favorite guru Penjaskes SD gue adalah nyuruh siswanya lari. Kalau nggak lari muterin desa gue dua kali, ya lari ke Brongkol melewati satu jalan alternative, melewati sepanjang persawahan, kebun kebun, nanjak, turun berlipat lipat, lewat kandang ayam. Intinya jauuuuuuuuuuuuuuuuuh banget!
Temen gue santayyy kayak di pantayyyy tiap disuruh lari, gue nya galau. Mereka bisa dengan mudah nyalip gue, dan gue pakai tenaga dalam pun tetap lari dalam ambang kehancuran. 
Bahkan, gue belum sampai titik beloknya, gue masih setengah perjalanan, temen temen gue udah puter balik dan papasan karena rutenya emang Cuma satu jalan. Dan apesnya, nggak ada yang mau nungguin gue kecuali Lia. Kenapa Lia mau nunggu gue? Karena kita bernasib senada.
Bahkan, gue belum sampai titik beloknya, gue masih setengah perjalanan, temen temen gue udah puter balik dan papasan karena rutenya emang Cuma satu jalan. Dan apesnya, nggak ada yang mau nungguin gue kecuali Lia. Kenapa Lia mau nunggu gue? Karena kita bernasib senada.
“Aduh, Lia...capekkk..”
“Iya Ke, apa yang harus kita lakukaan??”
“Lia, aku butuh air Liaaa...”
“Sebentar lagi Ke..”
“Kita harus melakukan sesuatu, Lia..”
“Bagaimana kalau pura pura pingsan?”
“Aspalnya kotor Lia..”
Dengan tertatih tatih kita lari, kalau gurunya lewat dengan naik sepeda motor, kita larinya ngebut, kalau gurunya sudah pergi, kita ngesot. 
Waktu test, gue berjanji gue harus BISA. Gue harus menemukan solusi cerdas atas masalah yang gue sedang hadapi ini. Setelah mewawancarai atlit lari di kelas gue bernama Fitri dan Nur, gue mendapat informasi kalau biar cepet lari itu harus makan kelapa sama gula jawa sambil lari.
Gue tidak mau seperti ini terus, Alloh tidak akan mengubah nasib suatu kaum bila manusia itu tidak mau mengubahnya nasib mereka sendiri. Gue harus bertindak. Maka, hari itu juga gue bawa segepok gula jawa dan setengah tempurung kelapa. Ternyata benar, Nur dan Fitri juga membawa alat tempur yang sama.
Sebelum lari, gue udah ngemil kelapa sama gula jawa. Gue bagi bagiin ke temen gue, khan gue dermawan.
1...2...3...Priiiiiiiiiit....
Teman teman gue berhamburan, bahkan gue sampai ke posisi kedua di tingkat perempuan selama lima detik! 5 menit kemudian, hidung gue udah kembang kempis dan gue ketinggalan jauh. Gue depresi. Gue makan semua kelapa dan gula jawa. Bukannya larinya tambah cepet, beberapa hari kemudian, gue didiagnosa kalau gue...cacingan. dan itu perih...hati gue....terluka. Sudah gue lakukan segala cara, dan tetap bermuara di akhir yang sama itu....perih. Larinya. 
Hidup ini nggak adil! Kaki gue panjang, tubuh gue kelewat langsing, kaki gue ukuran 40. Seharusnya dengan berat sebegitu ringan yang berarti gaya gravitasinya kecil, disokong dengan kaki yang panjang yang berarti jangkauan lebar dan diperkaya dengan kaki ukuran 40 yang artinya permukaan dasarnya lebar dan bisa menumpu badan dengan begitu kuatnya, gue harusnya bisa lari cepat dong. Di kelas, gue paling tinggi nomor dua setelah Lia. Tetapi kenapa gue dan Lia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa kita nggak bisa lari.
Kenapaaaa?????
Kenapaaaa?????
Senada juga dengan KASTI. Ya, setiap main kasti, guru akan memilih dua anak paling berbakat, biasanya Fitri sama Nur. Yang pasti bukan gue. Dan mereka akan ‘ping sut’, lalu yang menang akan memilih anggota. Dan bisa diduga, gue pasti dipilih paling akhir.
Kalau mereka sudah nggak punya pilihan, maka dengan wajah ‘wah, kalah ki..’, mereka menyebut nama gue, pelaaaaan sekali. “ike”
Selain gue nggak bisa lari cepat, gue juga nggak bisa mukul bola. Ini sebangsa kolaborasi yang sangat hebat, tentu dengan majas ironi. Setiap pulang, kaos olahraga bagian punggung gue akan dihiasi dengan bulatan berwarna coklat, banyaaak sekali.
Ibu Cuma geleng geleng, mungkin Ibu nyuci sambil berdoa,
“Ya Alloh...tuntunlah Ike ke jalan yang engkau ridhoi, Aamiin.. Seperti halnya dia tidak bisa lari, semoga dia juga tidak akan pernah melakukan lari jenis lain, lari dari kenyataan dan kawin lari..Aamiin..”
----------------------------
See?? Lari itu sarat makna buat gue, bahkan sejak gue SD.
Lalu, apa essential dari ini semua? Mana hidayahnya???
Dari Lari ini akhirnya gue bisa menangkap bahwa betapa Alloh adalah life-designer Maha Sempurna.
Akan dikupas di episode ketiga, episode terakhir.
Wassalam..
09.04.2013
22:53
wahh wahh wahh..
BalasHapusOnion head jadi mainstream..
wkkwkwk
ahahaha, emotnya banyak dan bagus bagus sih:3
Hapushahahaa .. nasibku sama denganmu apa nasibmu sama denganku ya? wakakakkakakak
BalasHapusya intinya adalah, kita senasib seeeph!! hahaha
Hapussuka sama doa ibu mu yang ini :“Ya Alloh...tuntunlah Ike ke jalan yang engkau ridhoi, Aamiin.. Seperti halnya dia tidak bisa lari, semoga dia juga tidak akan pernah melakukan lari jenis lain, lari dari kenyataan dan kawin lari..Aamiin..”
BalasHapusaku juga suka :3 hahaha
Hapuslari dari kenyataa n itu gak enak lho... iya sih bisa menghilang sesaat. tapi kan nambah masalah lagi. :)
BalasHapusiya Javas benaaarrr...hehehehe
HapusSemoga larimu dari SD sampai kini mendapat banyak poin dari Tuhan. Setiap langkah untuk belajar kan dapat pahal *iyaNggakSih:D
BalasHapusDitunggu part terakhirnya yah :D
Aamiin ya Alloh semoga do'a teman hamba ini terkabuuul..hehehehe
Hapusiya, baca terus yah:D
lhoh kok sama ya, sama kek aku ga bisa lari... ga bisa lari dari hatimu maksudnya #eh
BalasHapushahaha, komenmu penuh modus, Zim :p
Hapusmaaf maaf wkwkwkw
Hapusbuakakak ngakak di tengah malam aku mey! toss kita sama! cuma aku masih bisa kasti dong. :p
BalasHapussee ya on saturday. :D
waduuuh, jangan terlalu ngakak nanti dikira apaan Ngga. hahaha,,,tos lah lari emang sesuatuuuk!
HapusOKe see you Saturday yak, mari mendakiiiiiiii:D
Waaah atlit lari ya :D
BalasHapusTiap hari kerjaannya lari2 mulu biar gak telat, sampe ngemut gula jawa segala :D
Gpp maen kasti dipilih terakhiran, yang penting diberi kesempatan main :D
wekwekwek atlit dari hongkong Dotz?? -________-
Hapuswah, kalo seandainya aku boleh memilih, tolong pliss ga usah kasih aku kesempatan main kasti. hahaha
Aku ngga suka lari, kak :D
BalasHapustidak dibiasakan untuk lari mendapatkan sesuatu atau lari dari sesuatu..
hanya menerima yang datang saja.. #jadicurhat
yaaaah, jangan dong...jadinya pasrah pasif nanti...mulai sekarng dibiasakan berlari mengejar impian Pita...tapi jangan lari dari kenyataan..hehehe
HapusSemangat yaaaaaaah:D
wakakakaka kenapa gak jadi atlet aja mey kayak edo bilang???
BalasHapusanyway lari itu emang penting. kalo semangat berlari kayak kamu maka kamu juga akan semangat lari mengejar gebetan eh impian. #Lho apa hubungannya?
yuk lari lagi.
itu tidak mungkin terjadi Mbak Inaaa..hehehehe
Hapuswahahaha, iya berlari mengejar impian, kalau gebetan menunggu Tuhan mendaratkan kita di halaman yang sama sajaaa..nggak perlu dikejar, dengan radar neptunus dia akan menemukankuuu... *nguomonguopo hehehehe
Wah jadilah ini kebiasaan yang bersejarah... Biar gak aneh, kamu harus terus lari, biar jadi ciri khas... wkwk
BalasHapuswalah....piye lari kok ciri khasss..hehehe..ayo lari bareng sama kamu cc Erny :p
HapusKalo kak agnes lari-lari buat ngejar gebrang sekolah bocil lari-lari dari masa lalu muahahaha. Panjang bgt post nya wkwkwk, ampun ada yg bocil potong bacanya:p
BalasHapusGokil ceritanya.. LOL
BalasHapushttp://travellingaddict.blogspot.com/