20.30 WIB
Sesampainya gue di depan
toko baju anak anak Pauline, tepat di pertigaan mengarah ke Bandungan,
puncaknya orang Ambarawa dan Semarang, gue langsung menempelkan pantat gue
dengan bijaksana ke teras toko.
Tas backpack gue yang
isinya subhanalloh cenderung inalillah gue daratkan dengan mulus ke samping
gue. Gue berbisik pada pundak gue,
“Pun, cabal eaa..kapan
kapan kamu aku service..”, gue pijat pelan pelan secara bergantian. -Dia
mengangguk pelan-
Gue menebarkan senyum ke
seorang wanita seumuran gue yang duduk tepat di kiri gue. Ini jumpa kita kali
kedua.
“Pulange jam segini terus
to?”, gue tidak sanggup diam saja.
“Iyo mbak..”, lesung
pipinya tercetak samar.
Kali pertama kita ketemu,
dia menyebutkan rumahnya di Banaran, Grabag. Dan kali kedua kita bertemu, hari
ini.
“Nak pulang jam segini
terus mbak?” kembali gue melemparkan tanya.
“Iya mbak...”
“Uhm...padal kalau pagi
harus berangkat jam berapa mbak?”
“Jam setengah enam,
mbak..”
“Waduoooh, padahal jam
segini baru sampe sini, trus nanti bisnya datangnya jam berapa Mbak?”
“Iya mbak, nggak tau ek
mbak, tak tunggu sedatangnya...”
“Waduoooh, berarti nanti
boboknya tiap malam jam berapa mbak?”
“Jam 11 mbak..”
“Wah, bobok jam 11 terus
jam 5.30 udah cus gitu mbak??” Otak gue penuh tanda tanya.
“Iya mbak,....”
“Waaah, keren mbak, tapi
itu sampai Jumat tok ya mbak?”
“Nggak mbak, sampai
Sabtu. Malah biasanya Minggu juga berangkat...”. Kalau gue punya 6 jempol,
langsung akan gue arahkan ke Mbaknya ini.
“Hah?? Apa nggak capek
mbak??”
“Lah..piye
mbak...rekasanya nggolek duek mbak...” Dia bilang, mau bagaimana lagi, emang
cari uang itu susah...
And, sometimes the only
choice someone has is no choice.
Hidup kadang tidak menyodorkan pilihan. Dan
mau tidak mau manusia menjalankan demi kehidupan yang lebih baik daripada tidak
berbuat apa apa dan tidak mendapatkan apa apa.
“Mbak, kita nak seumuran
mbak?”
“Aku 91 mbak, la
sampeyan?”
“Wah, sama mbak. Aku juga
91.”
“Bulan apa mbak?”
Alhamdulillah, dia balik bertanya.
“Mei mbak, la mbake?”
“Juni mbak, 10 Juni...
mbake?”
“Aku 22 Mei mbak, baru
aja mbak... wah berarti malah tuaan aku ya mbak...”
Di tengah pembicaraan
kita, akhirnya Ayah gue datang. Dan gue pamitan dengannya,
“Sek ya mbak, ati ati
ya..”
“Nggeh..”, dia mengamini.
Dan percakapan itu terus
berputar putar di otak gue. Betapa kokohnya mental Mbaknya, bekerja dari pagi
sampai malam. Dia harus mengangkatkan kaki pukul 5.30 pagi hari dan pulang pukul
6 malam hari. Masih harus pulang sendirian, menggantungkan nasib pada bis yang
entah berapa jam sekali lewat. Sampai rumah harus tidur pukul 11, dan besoknya
harus bangun subuh buta dan kembali melakukan hal yang sama. Berapa hari dalam
seminggu? 6 hari. Kalau ‘beruntung’, Minggu pun harus berangkat, saudara
saudara.
Dan lo tau apa yang dia
lakukan??
“Lha di sana kerjaannya
apa mbak?”
“Nglebokke benik mbak, ki
sampe drijiku buyutan,” Dia bilang kalau pekerjaannya adalah memasukkan kancing
ke celana sembari memperlihatkan jari telunjuknya yang bergerak gerak sendiri,
seperti gemetar.
Guenya ngeri.
“Sehari bisa sampe seribu
mbak..” Seribu celana, saudara saudara. Dari pagi sampai magrib, dia hanya
duduk sambil memasukkan kancing. Dan bila dia betah, maka dia akan melakukannya
over the years. Ya, bertahun tahun memasukkan kancing.
Dan melihat perjuangan
orang lain se luar biasa itu gue Cuma bisa gigit jari. Batin gue serasa
tertampar tampar. Batin yang dikit dikit ngeluh. Dikit dikit ngerasa,
“Tuhaaaan, kenapa harus
aku Tuhaaaaaan, kenapaaaaa???” ngesot ngesot tak berdaya.
Dan dibandingkan sama
pekerjaan mbaknya, pekerjaan gue susahnya hanya sebatas jari telunjuknya yang
terus gemetaran.
Dan lo tahu berapa
kilometer jarak yang dia tempuh? Ungaran sampai Ambarawa, kata Ayah gue sekitar
27 kilometer. Sedangkan, Ambarawa-Grabag memanjang serupa 10 kilometer, sekitar
dua kali jarak Ambarawa-rumah gue. Setiap hari dia harus bolak balik mengarungi
jarak 37 kilometer!!!! Dan dia hanya mengandalkan bis, dirinya sendiri, dan
Tuhan.
Gue nya lagi lagi merasa
tertampar. Gue yang 25 kilometer aja udah koar koar serupa,
“Liat! Gue kasiaaaan. 25
kilometer harus gue rengkuh untuk bisa menggali ilmu.”
Toh gue menggali ilmu
yang bisa gue gunain untuk mencapai masa depan shine bright like a diamond.
Udah gitu juga gue masih bisa leha leha ngulet indah sambil buka jendela dan
bilang “Good Morning, duniah fanaaah!” di pagi hari karena paling awal gue berangkat
pukul 8. Dan juga, malamnya gue punya Ayah yang alhamdulillah bisa jemput gue.
Tinggal naik, merem, sampai rumah turun, dan bersua dengan kamar gue. Sesimpel
itu.
Dibandingin sama mbaknya?
Meniti panjang jalan 37 km sejak subuh dan bersua dengan kamarnya mendekati
dini hari. Dan terus berporos pada satu siklus. Memasukkan kancing.
Dan bila gue kayak gini
masih berkeluh kesah rasanya sangat sangat nggak tau diri. Dulu gue juga waktu
banyak tugas, gue mengeluh.
Gue update status,
“Tuhaaaan, kenapa Engkau
menerpakan hamba dengan berbagai tugas, Tuhaaaan...”
“Tugas ini membunuhkuuu...
T.T”
“Aaaaak, besok test belum
belajarrrr...otakku mbledossss..”
“Kenapa skripsi susah
sekali Tuhaaaan,revisi nggak jadi jadi Tuhaaaan...”
“Tuhaaaaaan, susah move
on Tuhaaaaaaaan.” Seolah olah gue orang terfana yang pernah tercipta.
“Plak!!!”, harusnya itu
yang gue terima.
Alloh mengucurkan berkah
berlimpah ruah. Dan bila masih saja berkeluh kesah, ckckckckckckc...
Banyak tugas ngeluh,
nggak ada kerjaan ngeluh. Ujan , ngeluh payungnya bocor. Panas, ngeluh wajahnya
entar makin matang serupa sawo.
And for me, she is such a
motivator. Tidak harus Merry Riana, atau Bong Chandra, atau Maria Teguh.
Motivator ternyata bisa
datang dari banyak sisi, dapat dari teras toko pakaian, atau kursi bis Sari.
Membuka lebar lebar mata kita, dan tidak mendangkalkan pikiran kita.
And everywhere you can
gain the life-lesson.
“Don’t either complain
too easily or be satisfied easily!”
Jangan terlalu banyak
mengeluh. Hidup sehat wal’afiat pun harus disyukuri luar bisa dari orang orang
yang terjangkit berbagai macam penyakit. Juga, tidak mudah puas karena hidup
harus terus di-upgrade serupa Android atau pun anti-virus. Cuma sekali gini..
And started from here,
LET’S GO!!!
Setelah kita berbicara
panjang kali lebar serupa luas persegi panjang, ada satu hal yang gue lupa
tanyain.
NAMANYA.
Gue doain, semoga mbaknya
selalu sehat.... suatu saat bisa berleha leha bangun pagi buka jendela dan
berkata, “Good Morning duniyaaaaaah..”
Lalu, bangun dan menyeduh
kopi. Indaaaah sekali.
Mbaknya, fighting!!!!!
Wah, jadi inget cerita teman ku lainnya yang juga dipertemukan oleh emperan ini, ceritanyaa....ehm...INI
----------------------
27.05.2013 22 :07
Siph markusiph banget dek , memang kita harus senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang di berikan Allah kepada kita ,ALhamdulillah ,
BalasHapustitip salam ya untuk mbaknya semisal ketemu lagi ma mbak tersebut, heheh =)
oke mbaaak..iya superb sekali mbak chan yak..hihihihi...
Hapuskayaknya bakal ketemu lagi nih mbaaak :D