MASIGNASUKAv102
1413081431726134975

3 Manfaat Tersembunyi LDM (Long Distance Marriage)

3 Manfaat Tersembunyi LDM (Long Distance Marriage)
Add Comments
Minggu, 01 Oktober 2017


Menikah tapi Berjauhan.

Suatu pernyataan yang pasti bikin bergidik bagi para pasangan. Pertanyaan dan komentar sering bermunculan.

"Loh, emang suaminya kemana?'

"Waduh, nggak kangen?"

"Sudah isi belum? Oh iya, tapi khan kalau isi juga susah ya kalau suaminya jauh, gimana?"

"Sampai kapan berjauhan begini?"

Lalu, dengan memasang wajah semanis mungkin saya akan menjawab pertanyaan itu satu per satu. Sudah hampir tiga bulan saya tinggal macam single lagi begitu. Kami menikah hampir enam bulan dan hampir tiga bulan saya dan suami tinggal berjauhan, beda propinsi. 

Dan saya baru tahu kalau Long Distance Relationship dan Long Distance Marriage itu aduhh perbedaannya jauh sekali. Dulu saat saya pacaran jaman kuliah mau nggak ketemu sebulan juga biasa aja karena intensitas bertemu kita hanya dalam hitungan jam, paling cuma makan bareng, nonton bareng, jalan jalan bareng. Lah, kalau udah menikah?? Tinggal bareng! Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi juga ada, bahkan pas tidur terus kebangun juga masih ada.

Lalu, tiba tiba nggak ada. Coba, gimana perasaannya? 

Tapi, hidup selama dua puluh enam tahun dan menyaksikan banyak kejadian, lalu mengalami fase fase tidak mudah dalam hidup membuat saya belajar akan satu hal, pelajaran hidup nomor 4!


Hidup itu nggak selalu mudah. Akan banyak kerikil, batu sandungan sampai batu batu pecahan meteor bergelimpangan. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Tumbuh menjadi kuat adalah satu satunya jalan.  Toh tumbuh menjadi pribadi yang rapuh tidak akan membawamu ke mana mana, kawan.

Berasa sok kuat begitu ya. Padahal, hatinya mudah berantakan. 

Saya juga suka mendapati banyak orang pasang status penuh kegalauan macam,

  • "Hubby, I miss you so much!..."
  • "Biasanya, setiap bangun tidur ada suami tercinta. Tapi, sekarang hanya guling saja." Lengkap dengan smiley yang wajah berlinangan air mata. 
  • "Sayang, aku butuh kamu di sini.." Lalu, menge-post foto mereka berdua di instagram atau di Facebook. Ada lagi yang sampai screenshoot percakapan suami-istri seolah mengatakan pada dunia betapa mereka saling menginginkan satu sama lain diiringi dengen tulisan
  • "I Miss You. T.T"


Tapi, pernahkah teman teman berpikir bahwa semua kejadian pasti ada hikmahnya?? Saya juga baru kepikiran akhir akhir ini. Saya percaya benar kalau tiap tiap kejadian yang terjadi dalam hidup saya sudah diatur dan diskenario sebaik baiknya oleh Allah, Sang Perancang dan Sutradara Terbaik. Tinggal bagaimana kita bisa mengambil hikmah dari tiap tiap kejadian itu. Termasuk Long Distance Marriage atau Menikah Tapi Berjauhan ini.

TIGA MANFAAT TERSEMBUNYI LDM 



Dari semua manfaat yang saya rasakan, ini adalah manfaat yang menurut saya paling mengena. 

Kata orang, tahun pertama dalam pernikahan adalah tahun ter-buruk, tahun dimana akan banyak gesekan di antara suami istri, tahun dimana kita harus berusaha melebur menjadi satu untuk bisa nantinya macam ada di satu frekuensi (padahal kita adalah dua manusia dengan latar belakang berbeda, cara pengasuhan yang pasti berbeda, pola pikir tak sama, bahkan suku pun berbeda), tahun penuh goncangan dan drama. Dan dari pengalaman, itu benar adanya. 

Lalu, begitu kami tinggal berjauhan, setiap kali saya mikirin suami, saya teringat kembali ke-egoisan ke-egoisan saya saat bersama, lalu masalah masalah yang timbul akibat ke-egoisan itu, bagaimana tanpa sengaja saya melukai hati orang yang sesungguhnya adalah sosok terdekat tanpa sekat di dunia ini.

Coba, sekarang siapa lagi orang terdekat kita kalau bukan suami/istri kita? Dan siapa orang yang sering tersakiti karena ulah kita? 

Dari situ saya mulai galau, lalu saya buka Youtube dan search..

"Suami Istri.."


Bermuncullanlah itu tausyi'ah dari Ustadz Khalid Basalamah yang bisa bikin kita sebagai suami/istri newbie banyak belajar. Semakin saya nonton dan merenungi tiap tiap ucapan dari Ustadz itu saya makin sadar kalau ilmu ke-rumahtanggaan- saya ternyata cuma seujung kuku cacing. Padahal cacing nggak punya tangan. Terus saya harus gimana?

Saat awal awal saya ditinggal dan mengalami kegalauan yang bertubi tubi, saya sering banget pantengin ceramah ustadz Khalid. Saya jadi mengerti hak dan kewajiban istri, bagaimana istri menempatkan diri di hadapan suami, betapa saya harusnya menyadari kalau saya adalah makmum dan harus merendahkan ego, dan banyak lainnya. Kadang saya nonton sambil air mata bercucuran begitu karena menyesali perbuatan perbuatan yang lalu. Nah, dari rasa rindu dan rasa ingin menjadi lebih baik nantinya saat bersama, saya jadi terpacu untuk menggali ilmu tentang pernikahan. 

Lalu, saya menceritakan semuanya kepada suami, dan ternyata suami juga suka nonton ceramah Ustadz Khalid. Kami jadi sama sama belajar dan saling berbagi ide dan gagasan. Macam pelajaran Bahasa Indonesia saja.

Tak hanya ceramah Ustadz Khalidd dan Ustadz Hanan Attaki, para idola saya, saya juga banyak membeli buku tentang pernikahan. Mulai dari buku "Psikologi Pernikahan", "Membangun Pernikahan Sakinnah Mawaddah Warrahmah", dan banyak lainnya. Bahkan beberapa juga masih tertutup plastik karena belum sempat dibaca, cuma beli aja semangat.

Instropeksi diri di sini juga bisa dimaknai secara lebih luas. Saya jadi semakin sadar kalau seorang muslimah itu harus berpenampilan seperti ini, harus berperilaku seperti itu. Saya jadi berusaha semakin dekat dengan Allah. Karena kepada siapa lagi kita nak curhat dan minta pertolongan kalau bukan kepada Allah??

"Ya Allah, segerakanlah bulan Oktober ya Allah..." Begitu saya berdoa.

Khan, hidup berjauhan bisa banget menjadi ajang instropeksi diri. Galau pasti, sedih manusiawi, tapi kita juga harus bisa memacu diri menjadi pasangan yang lebih baik lagi. InshaAllah..

Ngomong gini kayaknya gampang gitu ya.... semoga prakteknya juga dipermudah ya...


Digambarkan nilai dari sesuatu barang yang sangat kita inginkan tapi kita belum bisa memilikinya itu sangat tinggi,  bisa mencapai nilai 10. Nah, begitu kita memilikinya, maka nilai barang itu akan menurun, bisa sampai 5 saja. Tapi, begitu kita kehilangan barang itu, nilai barang akan melonjak drastis bisa sampai 11 atau 12.

Macam dulu pacaran, waktu masih PDKT nilai calon pacar itu 10. Kita ingin selalu membuatnya bahagia biar dia makin suka sama kita, dll. Begitu pacaran lalu lama kelamaan karena terlalu lama bersama, nilai pacar menjadi 5 saja; mulai uring uringan, boong, dll. Eh, habis itu putus dan apa yang terjadi? Dari segala rasa kehilangan dan penyesalan, nilai pacar kita yang sudah menjadi mantan bisa melonjak menjadi 15. Bisa jadi...

Dari sini kehilangan itu membuat kita menjadi mengerti arti sebuah kehadiran. Walau pun dalam hal ini kehilangan bukan serupa kehilangan pacar, tapi lebih kepada kehilangan momen bersama karena harus hidup terpisah. Yang biasa masak bareng dan  makan sambil ngobrol apapun, eh sekarang melaluinya sendiri. Yang dulu nonton film berdua, sekarang hanya seorang diri sambil galau. Yang dulu sebelum tidur main tebak tebakan, eh sekarang cuman bisa nebak si pasangan sedang apa di sana. 

Nah, dari rasa kehilangan itu saya jadi menyadari bahwa suami itu membawa peranan penting dalam hidup saya. And I will NEVER take him for granted!! 

Saya jadi menarik kesimpulan tentang pelajaran hidup ke-32

Saat Allah berkata "Kun Fayakun", semuanya bisa saja terjadi, termasuk "memisahkan" siapapun yang ada di hidup kita, entah dalam artian berpisah dalam hitungan jarak, berpisah dalam perbedaan status, atau pun berpisah dalam dimensi dunia. Selagi bisa dan mampu bersama, apa salahnya selalu melakukan dan menjadi yang terbaik yang kita bisa?

Oke sip. Bismillah. Teory memang lebih mudah.


Hidup selalu menyimpan banyak kejutan, Kawan. Allah gemar memberi kejutan. 

Dulu saat saya masih single dan membayangkan tentang pernikahan setahun yang lalu, hal yang saya takutkan adalah kebebasan saya dikekang. Saya terbiasa hidup macam burung merpati bebas atau ikan nemo di lautan luas. 

Di kemudian hari saya menikah dan apa yang terjadi? Allah memberikan saya cara agar saya bisa mencicipi kembali hidup ala single episode ke-2. Saya bisa jalan kemana aja, saya masih tetap sendiri, dan saya bebas berkreasi. Hanya saja, bedanya kalau dulu saya adalah merpati bebas sekarang adalah merpati bebas bertali. Jadi, saya bebas bersyarat dan bebas yang mengantongi ijin. Ingat, kata Ustadz Khalid Basalamah,

Janganlah seorang istri keluar dari rumah, selain mendapat ijin suami.

Alhamdulillahnya, suami bukan tipe orang yang main larang melarang.

"Suami, aku besok Minggu diajak pergi liat Festival Korea di Jakarta sana. Bagaimana menurut pace?'

"Ya nggak papa kalau ada manfaatnya buat istri."

Lalu, saya mikir berjam jam begitu. Apa ya manfaatnya pergi ke festival korea? Suka juga enggak. Suka drama Korea juga karena ceritanya saja yang mengharu biru macam romantis sekali. Dan manfaatnya yang lainnya pun nihil.

"Nggak ada manfaatnya sih, Mas. Ya sudah aku mending di rumah saja kali ya. Menyetrika baju lalu menulis agaknya lebih berfaedah."

"Oke sip."

Semua dilihat dari segi manfaat dan faedah, bukan karena 

"Nggak boleh ya karena aku suami kamu. Kalau suami bilang nggak boleh ya artinya nggak boleh. Kamu di rumah. Titik!!"

Suami selalu mendukung dan memberikan masukan tentang kegiatan kegiatan positif yang saya lakukan, termasuk menulis blog ini. Alhamdulillah

Jadi begitu, kawan...

Kalau bisa setelah menikah sih ya hidup bersama, susah payah dan senang gembira dilalui bersama sama. Mau di mana saja, seberat atau serendah apapun fase yang dilalui, saling bergenggaman, berjalan beriringan dan memanjatkan doa berdampingan.

Hanya saja, kadang hidup menawarkan sesuatu yang lain. Dan dari sanalah justru kita bisa memperkaya hidup kita, mengubah pikiran pikiran sempit kita akan sesuatu hal, dan memberikan kita sesuatu yang bernama 'seni kehidupan'.

Bagi saya, menikah adalah sebuah social experiment. Eksperimen tentang sikap kita. Kalau kita bersikap A misalnya, apa respon suami kita dan apa pengaruhnya untuk rumah tangga kita? Sama halnya juga kalau kita bersikap B, lalu apa yang akan terjadi dengan rumah tangga kita? Macam hubungan sebab akibat begitu.

Jadi, tiga bulan hidup berjauhan ini menyodorkan banyak pelajaran hidup untuk kami berdua, saya khususnya. Kita bisa saling instropeksi diri untuk bisa menjadi versi terbaik dari diri kita, bisa menyadari kalau kehadiran pasangan di dekat kita itu adalah hal yang benar benar harus disyukuri dan tidak boleh disia siakan dan bonusnya adalah kita bisa mencicipi kembali masa masa single walau pun sesungguhnya kalau boleh memilih pun saya memilih tidak usah mencicipi kembali tidak apa apa. Tapi, ini namanya Penghiburan Diri Sendiri. 

Daripada memikirkan betapa tersiksanya hidup berjauhan, kenapa kita nggak memikirkan apa manfaatnya untuk perkembangan diri masing masing?

Semoga di masa mendatang, kita semua bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang seru dan walau pun mengharu biru tapi semoga kita bisa selalu menemukan titik temu dan menarik pelajaran daripadanya. Karena toh kita semua sedang beribadah.

Dan ibadah apa yang paling lama dan mampu mengeruk pahala paling banyak?










Meykke Santoso

I'm a passionate teacher, an excited blogger, a newbie traveler and a grateful wife. Nice to see you here! I write for fun. Please, enjoy!

Assalamualaikum wr wb,

Terimakasih sudah mampir ke sini ya... Yuk kita jalin silaturahmi dengan saling meninggalkan jejak di kolom komentar.

Terimakasih .... :)

  1. paling lama dan seumur hidup, semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah ya mbak :)

    BalasHapus
  2. Siapapun kita ketika berumah tangga pasti tidak ingin membuat pilihan semacam ini, LDM. Saya berusaha untuk berpikir positif kepada suami. Dan karena banyak teman, tetangga yang LDM, kami saling menguatkan.

    BalasHapus
  3. Beda manusia beda kondisi, jalani dengan ikhlas dan sabar, semoga berkah 😊

    BalasHapus
  4. Poin nomor 2 nih diulang-ulang terus sama dosen alias diingetin. Noted, walaupun belum menikah. Hehe

    BalasHapus
  5. LDM ga enak mbak
    banyak kangennya, hehe
    dulu LDM karena pengen fokus kuliah biar cepet lulus
    tapi itu ternyata persepsi yang salah
    justru LDM bikin kuliahku makin kacau, susah fokus :D
    malah pas udah ga LDM, akhirnya bisa selesaiin kuliah

    BalasHapus
  6. terima kasih tulisannya. salah satu hikmah LDM juga, ketika lagi berjauhan, istri bisa fokus ngurusin urusan ummat :)

    BalasHapus
  7. wah begitu ya, salut deh yang bisa LDM, kl suamiku sih gak mau. Jadi akhirnya aku ikut suami dan bekerja gak sesuai dg keahlianku tp akhirnya jadi suka dg pekerjaan itu malah mencintainya

    BalasHapus
  8. Sempat LDM nyaris sebulan penuh sama suam, sepuluh hri setelah menikah dan itu rasanya... gimanaaa gituu, berat banget apalagi wkt ut belum genap dua pekan jdi pengantin baru hah setelah tinggal bersama masih hrus LDM sehari dua hari dan itu juga rasanya gimana gituu.. hehe.. berat tapi ngangenin haha, intinya juga harus banyak sabar yang mbak Meyk, kalau jalani rumah tangga jarah jauh gt, yang penting komunikasi harus lancar selaluuu

    BalasHapus
  9. Semangat mba, dulu juga saya sempat LDM

    BalasHapus
  10. Seminggu setelah nikah udah langsung ditinggal, jadilah menjalani LDM. Eh biarpun ketemu cuma 3 bulan sekali, bisa menghasilkan 2 anak lho pas LDM itu hehehe...

    BalasHapus