MASIGNASUKAv102
1413081431726134975

MENGUNJUNGI STUDIO FOTO RAKSASA ALA KAWAH SI KIDANG - DIENG!

MENGUNJUNGI STUDIO FOTO RAKSASA ALA KAWAH SI KIDANG - DIENG!
Add Comments
Rabu, 16 Agustus 2017
"STUDIO FOTO RAKSASA!" 


Berfoto Berlatarbelakang bukit bersama para burung hantu seharga 25k saja. Tapi habis itu menyesal karena kasihan burungnya. Eksploitasi hewan :(

Itu adalah hal pertama begitu saya masuk ke dalam area Kawah Si Kidang. Mengitari sebuah kawah terbuka besar yang menyemburkan uap putih abadi begitu, di antara bebatuan kapur yang bergelombang landai,  pengunjung acak menyebar di banyak spot berfoto dengan setting yang berbeda beda cenderung saling bersaing. Ada yang menaruh jeep sedemikian rupa, lalu sebelahnya motor trail, lalu ada juga yang membuat spot dengan tema rumah pohon lengkap dengan orangutan raksasa jadi jadian di sampingnya. Bahkan, spot yang paling ngehits ; sarang burung dengan background pemandangan bukit di belakangnya, dan puluhan spot foto lainnya. 

"Mas, this is the power of instagram."

"Iyo dek, pancen.*1"

Orang dewasa ini berlomba lomba bukan hanya dalam hal kebaikan atau fastabiqul khairot saja tapi juga berlomba lomba dalam ngepost foto keren di instagram. Coba lihat saja perkembangan tempat wisata alam atau cafe/tempat makan yang ditawarkan akhir akhir ini. Semuanya berlabel "INSTAGRAMMABLE" Atau artinya "Bagus dipamerin diupload di instagram" Dan nggak ada yang salah dari itu. Bahkan, banyak masyarakat sekarang yang berbondong bondong membangun taman bunga dadakan, atau desa pelangi, bahkan spot foto yang keren lalu meraup untung segunung dari bisnis kreatif itu. 

Dan sekarang, saya bersama suami juga sedang ada di lautan orang yang antri mengular demi mendapatkan foto ciamik di instagram mereka. Here we are.

KAWAH SI KIDANG!!


Image result for kawah sikidang
Ekspektasi
Realita

-------

Hari ini, 30 Juni 2017 setelah mengitari 2 danau sekaligus di Telaga Warna dan Telaga Pengilon, kami bergegegas, berpacu dengan waktu untuk menuju ke destinasi selanjutnya.

Baca juga "Merasakan Sensasi Mengelilingi Dua Telaga, Telaga Pengilon dan Telaga Warna - Dieng!"

Tapi teman teman penasaran nggak sih kenapa kawah ini dinamakan kawah si Kidang? Apakah di sana sering bermunculan kidang kidang ghaib? Oh, jangan mistis dulu. Kawah si Kidang dinamakan demikian karena ternyata pada waktu tertentu, rata-rata sekali dalam 4 tahun, kolam kawah akan berpindah atau seolah-olah melompat dalam satu kawasan seperti karakter hewan kidang (kijang dalam bahasa Jawa kuno) yang suka melompat.

Dan sekarang saya di sini. Saya, bersama dengan suami dan adik (Nicken) beserta pacarnya (Farid) mulai menyelusuri jalan menuju ke bukit kecil yang tampak jauh di sana. Di sepanjang kanan kiri kami, masih terus berjejalan spot spot foto.






"Berapa harganya?"

"Ini jangan ditanya, teman. Kalian yang gila foto pasti mau mencoba semuanya. Cuma 5 ribu saja!!!!"

WOW WOW WOW!!



Hanya di satu tempat ini saja, kalian sudah bisa mendapatkan banyak foto dengan setting/background/tema yang berbeda beda. Padahal untuk bisa masuk ke Kawah Si Kidang ini, kita hanya 10ribu/15ribu per orang. (Duh, saya lupa harga pastinya.) Yang pasti masih sangat terjangkau dibandingkan nonton film di XX1 atau makan di Ichiban.

Secara ini di Dieng gitu lho!! Tepatnya di desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, walaupun masih banyak yang mengatakan letaknya di Wonosobo. Untuk mencapainya juga sangat mudah karena letaknya dekat dengan Kompleks Candi Arjuna dan Candi Bima. 

Kami terus menyusuri jalan dengan bau belerang yang hilir mudik mengintai hidung. Bahkan, kami juga harus beberapa kali memakai masker karena baunya yang menyengat. Maklum, kawah Sikidang terbentuk dari letusan gunung berapi di kawasan Dataran Tinggi Dieng bertahun-tahun lalu. Sampai kini kawah ini masih aktif  dan kalian juga bisa melihat aktivitas gunung berapi berupa lumpur vulkanik yang meletup-letup disertai gas beracun yang menepul berbentuk asap putih pekat.

Serupa ini.... 


bersama model

Bahkan, saking panasnya lumpur vulkanik yang dihasilkan, orang orang memanfaatkannya untuk merebus telur dan menjualnya. Kreatif banget emang!



Tapi walau pun nggak ada pepohonan dan hanya ada gundukan tanah berbelerang dengan kawah yang menganga di beberapa spot, tapi tempat ini sama sekali nggak panas. Lihat saja kami yang masih pake jaket dan bahkan suami juga memakai topi macam begitu. This is Dieng, guys. Dingin dingin enak begitu.

Jangan lupa pakai baju hangat, topi rajutan bertuliskan Dieng biar lebih terasa suasana Diengnya dan masker seperti kami ya, kak!

Di sini, selain berjalan jalan sambil menikmati kepulan asap yang membumbung begitu, orang orang juga bisa banget mencoba hal yang memacu adrenalin mereka, yaitu motor trail. Beberapa kali suami menawari saya untuk mencoba motor dan mencoba track naik turun meliuk liuk, dibonceng dia. Namun saya mengurungkan niat karena takut kotor. Padahal kotor itu baik. Buat kalian yang suka tantangan boleh banget lah mencoba motor jenis ini. Tapi hati hati ya, ada beberapa mas mas yang jatuh terjerebab di tengah tengah track karena medannya yang super ekstrem. Itu juga alasan saya nggak mau naik.

Area Motor Trail di sisi kanan bukit.

"Nak tibo loro Mas..." *2

Berhubung naik motor cross gagal, kami berempat memesan kentang goreng yang hanya dengan 20ribu saja bisa dapat kentang goreng sejibun!! Lihat saja muka penuh kepuasan si babang Al. Haha

menyantap kentang rebus penuh rasa yang endesss banget dibandrol seharga 10ribu saja sambil liat orang mainan Motor Trail.
Nah, kalau teman teman ke sana jangan lupa borong kentang khas Dieng. Dijamin endesss dan murah meriah, sekitar 12ribuan per kilo. Jajanan/oleh oleh di sana juga sangat sangat muraaaaaah...mulai dari 5ribu rupiah. 

Sebelum pulang jangan lupa mampir di kedai oleh oleh sepanjang jalan ini ya.
NAH, kalau kalian sudah menginjakkan kaki di Kawah Si Kidang tapi nggak naik ke atas bukitnya nan jauh di sana, rasa rasanya kurang lengkap. Selagi saya masih berfoto foto di ayunan macam ini, eh suami sudah mendaki duluan, lalu disusul saya.

ayuunan di bawang tanjakan bukit

Sayangnya, HP saya keburu mati untuk mengabadikan momen saya bersama suami di pucuk bukit kecil, plus perbincangan kami bersama turis asal Jerman.

pemandangan dari atas bukit

"Nah, this is my wife.."

"Hello..." 

"Ono opo iki?" ucap saya dalam hati. 

"Hello..."

"Where are you from?"

"Germany..."

"So you two are traveling to Indonesia? What's the next destination?"

"Well, yeah...we are going to Jogja tomorrow and spend some blah blah blah..."

 Ternyata ada suami istri asal Jerman yang sedang couple traveling ke Indonesia. Mereka juga akan menyambangi beberapa tempat di Indonesia, salah satunya adalah Jogjakarta dengan pantai pantainya yang mempesona. Bali mereka pasti tak lupa. Setelah beberapa saat ngobrol barang sebentar sambil diliatin orang orang, kami berdua mohon pamit.

"Jadi kapan kita traveling macam mereka pace?"

"Kita harus banyak berdoa mace."

"Siap...."

Kami pun menuruni bukit sambil bergandengan tangan. Banyak angan di depan yang siap untuk dijemput dengan usaha dan doa. Berdoa mulai..........................



----

Karena hari semakin sore, kami harus segera mengakhiri jalan jalan kami, teman. Jam 4.30 kami keluar dari areal Kawah Si Kidang yang macetnya makin nggak ketulungan. Kami harus meneruskan perjalanan menuju ke rumah, Ambarawa sana yang kira kira memakan waktu 3-4 jam. 

Dan tak pernah terbayangkan sebelumnya kalau ini akan menjadi perjalanan naik sepeda paling menegangkan seumur hidup kami berempat!!!

NAIK MOTOR PENUH KETEGANGAN

Waktu Ashar sebentar lagi akan habis. Kami segera mampir ke sebuah masjid di Dieng, lalu melanjutkan perjalanan menuruni Dieng. Eh, saat kami mulai perjalanan pulang, malah hujan. Kami buru buru memakai jas hujan. Khusus untuk saya, karena jas hujan kurang 1, saya harus beli dulu. Harga sepuluh ribu karena toh nggak niat beli juga. Lalu kami melanjutkan perjalanan.

"Duh, hapeku mati." Nicken setengah berteriak dari balik mantelnya.

"Waduh, sama. Hapeku juga udah mati dari tadi."

"Lah, hapeku juga mati Ken." Mas Al menimpali.

"Duh, sama juga." Farid melengkapi.

Hape kami mati semua dan kami nggak tahu arah jalan pulang, gaes. Bayangkan.

"Gimana ini Farid? Lewat mana kita??" Suami bertanya di tengah derai hujan yang makin deras.

"Kita lihat papan petunjuk jalan aja, Mas.."

"Tapi ini sudah malam."

"Sing penting YAQIN, Mas!!"

Oke. Pelajaran penting yang bisa saya ambil dari Farid hari ini adalah adalah,

"Saat kita bingung menentukan arah, tetaplah melaju.
Sing penting YAQIN."
                                                -Farid, 2017-


Dan kini Farid kembali memimpin di depan karena dia yang lebih tahu jalan. Dia AKASI ; Anak KAmpung SIni. Sedangkan suami adalah AKAME; Anak KAmpung MErauke. Beda jauh.

Dari Wonosobo, jalan terus menanjak dan meliuk liuk bak ular tangga. Bahkan, hujan semakin deras mengguyur dan hari makin gelap gulita, sedangkan kabut tebal mulai bersatu padu menutupi pandangan, hanya lampu lampu rumah warga yang berjejer di kanan dan kiri jalan yang sedikit membantu untuk penerangan. Nah, itu saat kami melewati perkampungan. Tapi, 'petualangan' sedang dimulai setelah kami mengisi bensin eceran di semacam belokan setelah kami menikuk ke atas. Setelah rumah yang disulap menjadi pertamini itu, jalanan menurun dan kini kami melewati kebun/ladang sayur!!

Image result for fog
Kabutnya semacam ini tapi malam hari dan dikelilingi oleh tebing dan kebun sayur berterasering, gaes. 

Bayangkan gaes, malam malam, habis maghrib, hujan lebat dan kabut di mana mana. Dan itu kami di tengah tengah kebun sayur!! Bahkan, saking kabutnya ni, gaes, jarak 2 meter pun udah nggak keliatan. Kami jalan beriringan pelan pelan banget karena jalan di depan kalau nggak deket banget nggak keliatan tuh jalan ke kanan apa ke kiri.. Kan serem banget kalau ternyata kanan kiri kami lereng atau tebing. Kanan, kiri, depan, belakang yang bisa kami lihat cuman gumpalan asap putih doang. Dan sakig dinginnya, saya hampir menggigil. Untung ada punggung empuk nan hangat.

Saya berasa kayak lagi syuting film horor!!

"Hati hati ya Pace.."

"Iya Mace.."

Saya dekap erat erat suami saya dari belakang sambil berdoa. Jalan makin menurun terjal dan kabut masih tebal menutupi sekeliling kami. Dan karena kami nggak ada GPS lagi, terpaksa kami hanya mengikuti petunjuk jalan. Dan karena kami mengambil jalan alternative, jadilah kami berputar putar jauuuuuuuh sekali. Dan karena nggak kuat, akhirnya kami makan malam sambil minum kopi untuk menghangatkan badan. Nicken malah demam!! Mukanya merah dan badannya panas. Kami harus membelikan dia obat penurun panas yang tidak menyebabkan kantuk. Jalan masih panjang karena kami baru akan sampai Temanggung.

Jalan semakin lebat, tapi kami tak punya pilihan selain meneruskan perjalanan, walau pelan pelan. Sesekali saya melongok ke arah Nicken, takut kalau kalau dia pingsan karena dia cuman bisa nunduk sambil berpangku pada pundak Farid saja. Pantat sudah mulai panas tapi ujung ujung jari mulai tak berasa. Dingin luar binasa!

Alhamdulillah, pukul 21.30 akhirnya kami tiba di rumah.

"Duh gila, seumur umur naik motor paling menengangkan baru kali ini."

"Iya Dek. Tapi jadi nggak terlupakan."

"Iya Mas, selagi bersama Mas medan apapun, InshaAlloh kita mampu hadapi bersama."

Lalu, kami berpelukan.

THE END

*1 : "Iya dek, emang"
*2 : "Kalau jatuh nanti sakit, Mas."




Meykke Santoso

I'm a passionate teacher, an excited blogger, a newbie traveler and a grateful wife. Nice to see you here! I write for fun. Please, enjoy!

Assalamualaikum wr wb,

Terimakasih sudah mampir ke sini ya... Yuk kita jalin silaturahmi dengan saling meninggalkan jejak di kolom komentar.

Terimakasih .... :)

  1. Pas ngejelasin artinya bahwa ngga mistis sempet tenang, pas bilang dia bisa lompat 4 tahun sekali, langsung merinding. Itu mistis tau. Aku takut~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bingung juga sih mau komen apa lagi, juga komenku belu di balas. Jadi, cuma mau bilang kalo tempat wisatanya keren. Sedikit mistis, tapi keren~

      Hapus
  2. Dieng oh dieng, di sana banyak bgt wisatanya...
    huhu tp satu pun blm pernah ku kunjungi :(

    wahaha.. di lumpur vulkanik bs buat rebus telur, rasanya msh sama ga yah?
    kabutnya wow, serem itu klo naik motor... tp syukurlah aman... Sing penting YAQIN xD

    BalasHapus
  3. Pas liat foto pertama aku langsung bisa nebak, This is DIENG !
    wooo tiba-tiba langsung flashback ke tahun 2016 pas aku keliling Dieng,
    Kawah Sikidang, Candi Arjuna, telaga warna dan lain-lain.

    Wisata Dieng emang komplit banget.
    Semuanya tersedai disana.
    haah, beruntung bagi mereka yang pernah ke negeri diatas awan ini :)

    Aku dulu pernah pengen foto-foto bareng hewan gitu di Kawah Sikidang,
    eh ternyata bayar, yaudah ga jadi wk :v

    BalasHapus
  4. Seneeng baca ulasan jalan2nya meyke tuh. Fotonya lengkap, gaya tulisannya luwes, dan sentuhan pribadi dlm tulisannya kerasa. Pake hati ya nulisnya? :D
    .
    Saya membayangkan n mendoakan ulasan2 jalan2 ini terus berlanjut lagi dan lagi. Kali ini ttg daerah2 wisata di Indonesia. Tau2 ulasan ttg daerah wisata di luar negeri sana. Kalian pasangan yg harmonis. Seru traveling berduanya :)

    BalasHapus
  5. Jadi suaminya kak Meyke orang Merauke?
    Sempet kaget dengan sebutan Pace dan Mace..
    Ekpektasi dan realita dari tempat2 wisata yg populer di instagram emang yah begitu.. Tapi dari pintar2nya orang jepret2 juga sih.. Hahaha
    Ah, nanti kalo saya ke jawa tengah, pengen ah ke dieng.. Keren..
    Adeknya kak meyke sampe demam, kasihan banget..
    Ah, kak meyke sama suaminya romantis banget.. Jadi pengen cepat2 punya suami jg.. Hahaha

    BalasHapus
  6. Ngakak eksploitasi hewan haha. Orang Indonesia itu emang jiwa berwirausahanya kuat ya. Buktinya aja foto sama burung bayar, terus ada spot foto bagus bayar juga wkwk.

    Perjalanan pulang kok ekstrem banget ya, kabut, hujan deras, terus jalannya ke kebun sayur. Untung nggak ada begal disana wkwk. Tapi alhamdulillah, berkat doa dan seorang akame yang lihai membawa motor, sampai juga ke rumah dengan selamat yuhuu.

    BalasHapus
  7. Halo mbak Meyke. Aku kemarin juga baru mengunjungi Dieng tapi nggak sempet ke Kawah Sikidang ini. Cuma ke obyek-obyek wisata yang bisa ditempuh dengan jalan kaki aja. Rame banget juga karena pas Dieng Culture Festival. Semoga kalo ke Dieng lagi bisa berkunjung ke Kawah Sikidang setelah baca cerita dari mbak Meyke sebagai tambahan informasi

    Jika berkenan bisa mampir juga ke blog saya hehe
    http://www.tepeel.com/2017/08/cooper-bangkok.html

    BalasHapus
  8. Adik, komenku balas dulu lah :D, jadi aku bisa sambung komen. Lebih asyik klo bs bgitu.

    BalasHapus