MASIGNASUKAv102
1413081431726134975

Tragedi Umbul Ponggok Episode 1 (Awal Dari Segala Malapetaka)

Tragedi Umbul Ponggok Episode 1 (Awal Dari Segala Malapetaka)
Add Comments
Rabu, 30 Maret 2016


Udah gue bilang kan, kalau piknik ke Umbul Ponggok adalah piknik yang nggak akan pernah gue lupain seumur hidup gue. Ini adalah piknik dengan ujung terpanjang sepanjang sejarah hidup gue. Piknik yang menyisakan jahitan di kaki yang proses penyembuhannya kayak sinetron Tersanjung. Lama, berliku liku, berbelit belit, bersambung.

Kedalaman kolam di Umbul Ponggok itu tak sama gaes, karena memang semuaaa tak samaaa...tak pernah samaaaa. Semakin ke tengah maka kedalamannya akan semakin meningkat. Bersama dengan adek, teman gue beserta pacarnya dan mas fotografer, kita mulai berenang ke tengah. Sebelumnya gue cuman nyewa goggle/kacamata snorkle aja tanpa selang pernapasan yang udah dikecup oleh puluhan bibir lainnya. Emangnya gue cewek apaan? 

"Kita ke tengah ya.." ajak mas fotografer, sebut saja Mas Ari Wibowo. Mereka pun langsung berenang ke tengah, dan kemudian gue menyusul. Lima detik, sepuluh detik gue masih santai santai ngeliat ikan ikan berwarna oranye hilir mudik di bawah gue. Emang bagus banget gaes!! Ikannya beraneka ragam dan beneran jerih bangett. Bebatuan dan pasir di dasarnya bikin gue berasa kayak lagi renang di laut. 

Nah, saat gue mau ambil nafas, gue tiba tiba inget saat gue di Senggigi. Gue tiba tiba inget saat gue tersedak karena selangnya bocor. Lalu, gue inget saat gue bingung mau napas lewat mana, hidung gue ketutup google, sedangkan mulut gue tiap kali gue ambil napas yang ada gue minum air asin gilak. Lalu gue inget pas di Senggigi gue sadar kalau ternyata gue terlalu asyik ngeliat air, gue jadi nggak ngeh kalau gue udah ke tengah dan kaki gue cuman bisa menjejak air. Lalu, gue ingat saat gue panik dan akan melepas snorkle tetapi terlalu kencang di kepala gue. Dan tiba tiba di saat itu gue lupa cara bernafas!!! Gue langsung nyungsep dan kaki gue menapak ke dasar sampai badan gue tenggelam sepenuhnya.


"Gue nggak mau tenggelam lagi! Gue bisa berenang!!!" Gue berontak.

Akhirnya gue menjejakkan kaki dari dasar dan balik arah ke pinggir.

"SREEEEEETTTTT!!"  Gue berasa ada yang narik kaki gue, tapi nggak gue hiraukan.

"Ahh, paling cuman perasaan gue aja."

1,5 jam kemudian.......

Sesi foto foto sudah selesai, gaes. Gue mendarat. Gue lihat kaki gue. Di sela sela antara jari kaki ke dua dan ke tiga, memerah. Penasaran dong gue.

"Kenapa ini?"

Begitu gue buka di antara dua jari itu, ehhh ternyata kebuka sampai level daging! Gue bahkan bisa melihat daging putih di dalamnya dengan sobekan agak panjang dari telapak kaki menuju ke kulit kaki bagian atas/vertikal. Sobekannya kira kira 4 sampai 5 cm. Bener bener sobek! Mungkin kalau diukur pakai hati, sobekan ini setara dengan sobekan luka akibat tahu kalau mantan pacar mau nikah. Bahkan, saking lamanya gue ada di dalam air, daging di dalamnya sudah berwarna putih pasi tanpa darah sedikitpun.

"Wah, ini terluka Mbak...harus segera dijahit."

"Anu, hati saya juga Mas.."

"Kenapa?"

"Terluka."

Akhirnya gue dibawa ke klinik. Jari gue harus dijahit.

"Iya mbak, ini harus dijahit.." Gue yang awalnya agak santay sekarang jadi nggak santay banget. Seumur umur baru kali ini dijahit. Dan ini juga luka fisik paling parah yang pernah gue rasakan. Kalau hati jangan ditanya.

Gue yang masih basah kuyup cuman bisa tiduran di atas kasur klinik sambil nutupin wajah saking tegangnya. Gue sampai belum sempat ganti baju! 

"Astaghfirulloh...ampuni hambamu ini ya Alloh.." Kalau pas susah aja gue jadi inget Alloh, tadi sebelum nyelup aja nggak mengucap basmallah.

"Mau dijahit berapa mbak?" Gue bingung ini nawarin jahitan apa nawarin baju pake nanya segala. Untung nggak sampai nanyain model segala.

"Mau jelujur, tikam jejak, apa jeruji mbak?"

"DIOBRAS AJA DOK BIAR KELAR URUSAN!"
--

Akhirnya kita berempat pulang. Rencana semula gue yang boncengin adek gue pulang. Tapi kayaknya Nicken nggak tega ngeliat jari kakak satu satunya berubah bentuk jadi segede ketela rambat. Mana jalan jadi pincang. Muka jadi item. Badan jadi kurus.  

Akhirnya Nicken lah yang boncengin gue Ambarawa-Klaten bolak balik. Sebenarnya kita masih punya destinasi lain selain Umbul Ponggok. Tapi, akibat cidera yang gue alami, rencana digagalkan. Kita cuman makan soto dilanjutkan pulang yang memakan durasi selama sekitar 1 jam.

"Ken, nggak usah bilang Bapak sama Ibu ya kalau aku dijahit.."

"Lah, terus gimana mbak?"

"Bilang aja aku abis jatuh dikit."

"Kalau jatuh dikit nggak mungkin tuh jari kaki jadi segede singkong bakar mbak.."

"Ah, ya udah bilang aja yang merban orangnya lebay.."

"Kalau nggak terus terang nanti malah jadi susah sembuhnya lo mbak. Ingat, keberhasilan kita ada di restu orang tua." Adek gue tiba tiba berubah jadi Nicken Teguh. 

"Kalau kamu bilang, sotonya bayar sendiri nih!!" Nicken Teguh menciut.

--

"Pak, Mbak Ike kakinya dijahit." Walaupun udah gue bayarin soto semangkuk plus bakwan dua, sate telur puyuh satu, dan es teh manis segelas, Nicken berkhianat.

Lalu Bapak gue dengan serta merta melirik ke subalan jari gue.

"Kenapa?"

"Kena pancing..." Nicken tiba tiba jadi jubir gue.

"Kok bisa?"

"Iya, latihan jadi putri duyung." Nicken tiba tiba jadi jubir stress.

"Aku juga nggak tau wong tadi tiba tiba abis renang aku lihat, eeeeeh....sobek." Akhirya gue buka suara.

"Udah dijahit?"

"Udah..."

"Khan dua hari lagi kamu pulang ke Jakarta. Gimana?"

"NAH!! ITU DIA MASALAHNYA!!"

Kejadian itu terjadi pada tanggal 2 Januari dan gue harus berangkat ke Jakarta demi masa depan yang lebih baik tanggal 4 Januari. Parahnya lagi gue harus naik bis seorang diri mana harus bawa tas gunung gue yang segede rudal Rusia itu. 

"Iya, aku yakin aku bisa melakukannya, Pak. Janganlah kau khawatirkan aku..." Gue mencoba menjawab dengan hati terbuka dan lapang dada. Padahal rasanya gue pingin nangis kejer. Mana sekarang lagi musim ujan. Gue nggak bisa bayangin gimana jadinya kalau gue nanti keujanan. Bisa bisa kaki kiri gue mengembang. Pas dituang, air hujan semua.

"INI PASTI CUMAN MIMPI!! INI PASTI MIMPIIIIIII!!! TIDAAAAAAAAAAAAAKKKK!!"

But, that's a life!! Oh damn, what a life!

--

Seharian setelah minum obat gue cuman tiduran. Tapi, gue masih merasa lega dan nggak was was karena gue nggak sendirian. Bahkan, adek gue Astrid juga sering tiduran di samping gue sambil mencetin hidung, narikin pipi, kadang sampai nutupin mulut.

"Duh, mbak Ike nggak bisa napas keles..."

"Alah, tidur kok serius amat Mbak."

"Lah, tidur mah ya serius, kalau nggak serius namanya ngelawak!" Adek gue emang suka rada rada.

Esok harinya, gue merasa nggak enak badan. Yang gue takuti adalah selama 1,5 jam di dalam air dengan luka terbuka seperti itu, bukannya tidak mungkin kalau sesuatu akan masuk. Bisa bakteri, plankton, cacing, ubur ubur. Bisa apa aja. Di situ gue merasa takut!!

Dan yang bikin gue makin takut adalah saat gue nyapu dan tiba tiba Ibu gue menemukan sesuatu.

"Ke, kok tubuhmu bercak bercak merah???!!"

Seketika gue melihat tangan gue. Penuh bercak bercak merah menyerupai salah satu gejala DBD, hanya saja bercaknya lebih besar dan terjadi di seluruh tubuh!! Tangan gue, kaki, paha, dada, bahkan wajah gue. Ibu gue langsung mengambil keputusan cepat.

"Ayo kita ke dokter sekarang. Ibu ijin nggak ikut rapat RT dulu. Sebentar."

Ibu gue pergi sebentar buat ijin nggak ikut rapat, lalu dengan diantarkan kakek, nenek, Ibu,dan adek gue kita pergi ke dokter. Gue sampai bingung sendiri. Ini mau berobat apa mau piknik? Tapi yang ada kita semua panik. Apalagi gue. 

"Jangan jangan ada bakteri masuk dan gue jadi kelainan kulit??"

"Jangan jangan ada cacing yang tersesat masuk ke jari gue dan berkembang biak?"

"Jangan jangan ada anak ikan masuk dikira itu gua tersembunyi,secara imajinasi anak-anak khan luar biasa."

Sesampainya di dokter pun antrinya kayak ular piton senior, panjaaaaaaaaaaaaaaaang banget. Hampir dua setengah jam kita menunggu. Dengan sabar pula kakek, nenek, dan Ibu gue menunggu demi kesembuhan cucu pertama yang cantik jelita.


Dari situ gue merasa beruntung. 

"Ada rumah untuk pulang dan ada keluarga untuk saling menjaga."

Tapi, apa yang terjadi dengan tubuh gue???

To be continued.... 

  



Meykke Santoso

I'm a passionate teacher, an excited blogger, a newbie traveler and a grateful wife. Nice to see you here! I write for fun. Please, enjoy!

Assalamualaikum wr wb,

Terimakasih sudah mampir ke sini ya... Yuk kita jalin silaturahmi dengan saling meninggalkan jejak di kolom komentar.

Terimakasih .... :)

  1. Eh ini cerita nyata bukaann??? Kampret pake bikin cerita giniaan, gue suka umbul ponggokkkkk... TIDDDDAAAAAAKKKKKK :'(

    BalasHapus
  2. hhhahahahahha....putri duyung bisa kena mata pancing jg ternyata....

    BalasHapus
  3. hahahahahaaha, kampret asli. latian jadi putri duyung :")
    mungkin sogokannya kurang "ellite" , makanya nggak berhasil. lain kali mah.. kasihnya steak campur wine, biar gaul. wah, endingnya berusah amenggantung yak? jadi, bagaimana kondisi tubuh lo selanjutnya? jeng-jeng... apakah akan ada cacing yang masukk?!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, bersambung biar ngalahin episode tersanjung. Gimanakah kondisi tubuh gue selanjutnya? Apakah ada cacaing yang masuk? Jeng jeeeeeng....stay tuned!

      Hapus
  4. Wah lukanya lumayan parah tuh klo 4-5 cm mah.. untung udah di obras ya, bukan jelujur.. hhehe

    Lah.. kok nanggung bgt ya, jadi knapa bisa ada bercak merah gitu.. Hmm
    Untung ada keluarga ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, keluarga memang yang paling utama. Kenapa ya? jawabannya ada di episode 2! hehehehehehehe

      Hapus
  5. kak, kenapa ceritanya musti to be continued sih?
    penasaran banget nih..
    saya bacanya sambil ketawa2 ngeri gemana gitu..
    pas di jahit di bius ngak? sakit ngak?
    ah.. ngak bisa ngebayangin pokoknya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya juga nulisnya sambil meringis meringis getir gitu...pas dijahit pasti dibiuslah Ginty, sakitnya pas beberapa hari kemudian baru kerasa...

      Hapus
  6. Masih kebawa trauma ya?
    Biasanya sih gitu, saran aku sering2 berenang biar traumanya agak mendingan. Kemampuan renang juga ditingkatkan lagi sama kecakapan pake alat2nya. Kalau aku pribadi g suka pake kacamata snorkling dengan pipanya itu, kalau cuman renang biasa kayak diumbul ponggok, aku milih buat ngelepas pipanya, karena aku mau nyelem. Pipanya itu bikin aku g beraturan ambil nafas, dan kadang bikin g sadar kalau ujung pipanya masuk ke air dan pas ngirup udara malah nelen air. Jadi cara amannya aku lepas, dan pake gaya nafas kalau renang biasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ternyata aku masih trauma..samaaa..kemarin aku juga pipanya aku lepas..karena kan itu udah dikecup oleh ratusan bibir manusia lainnya..tapi ternyata aku lupa cara bernafas karena aku tiba tiba panik. wehehehe...yesss,you're right! aku juga lagi membiasakan diri berenang tiap sabtu sore biar makin bisa ngatur nafasnya kalau pas di bagian yang dalam, Pit. Thanks for the suggestion :)

      Hapus